PROLOG

6.1K 154 0
                                    

Suara gesekan dedauan terdengar jelas saat dua pasang kaki tengah berlari sembari menginjak dedauan kering itu. Dua anak laki-laki dan perempuan tengah berlari beriringan. Anak laki-laki menggenggam tangan anak gadis dengan erat. Sesekali mereka melihat ke belakang pada segerombol orang yang berusaha mengejar mereka.

Jalur hutan yang belum terjamah oleh manusia membuat kedua anak itu kesulitan untuk melarikan diri. Salah langkah saja bisa membuat mereka terguling ke dalam jurang yang cukup dalam. Mereka terus berlari di bawah rindangnya pohon yang sedang menggugurkan dedaunan.

Anak gadis bersweater tebal berwarna soft pink terlihat mulai terengah-engah. Namun, sang anak laki-laki yang telihat tiga tahun lebih tua darinya masih terus menarik tangan gadis itu. Gadis berusia dua belas tahun itu melepaskan genggaman tangannya sontak membuat anak laki-laki itu terhenti.

"Pergi! Mereka mengejarku." Ucap anak perempuan di sela deru napasnya.

"Ngga! Kita harus pergi bersama!" bantah anak laki-laki itu kembali meraih tangan gadis di depannya namun segera di tepis oleh gadis berambut sebahu itu.

"Kita ngga bisa bareng-bareng. Mereka bisa membunuhmu juga. CEPAT PERGI, BODOH!" teriak gadis itu sembari mendorong anak laki-laki itu untuk pergi. Anak laki-laki itu berusaha menenangkannya namun dorongan gadis itu begitu kuat sehingga membuat tubuhnya terhuyung.

Aaakhh

Anak laki-laki itu terpeleset dan terjatuh ke dalam jurang. Gadis itu mematung, bibirnya bergetar, air matanya melunjur begitu saja saat melihat anak laki-laki itu terjatuh

***

Perempuan berusia dua puluh empat tahun terguncang, mendadak terjaga dari tidur lelapnya. Ia melihat ke sekeliling kamarnya dan menghembuskan napas lega.

"Mimpi itu lagi" ucapnya lirih sembari menetralkan deru napasnya. Keringat dingin meluncur dari ujung pelipis. Ia tak tahu apa arti mimpi aneh itu, mimpi yang terus berulang berkali-kali. Ia mencoba tak peduli tapi jujur mimpi itu membuat hatinya gelisah. Dadanya tiba-tiba terasa sesak, tangannya gemetar. Kenapa dia merasa bersalah? Apa dia benar-benar membunuh anak laki-laki itu? dia bahkan tidak tahu siapa anak laki-laki dalam mimpinya.

Lupakan! Itu hanya mimpi! batinnya berusaha menepis berbagai pertanyaan aneh dalam kepalanya.

"Aku pasti sedang berhalusinasi! Yah, ini delusi. Hanya delusi." Gumamnya lirih.

Diliriknya benda bulat berwarna abu pastel yang menempel di dinding. Malam masih menunjukan pukul larut. Ia mencoba kembali tidur, namun bayangan mimpi itu seakan mencegahnya. Cukup lama mimpi itu memonopoli pikirannya. Hatinya terusik, jiwanya dirundung rasa kecemasan. Dia terduduk, menatap lurus ke arah depan. Tatapannya kosong namun pikirannya dipenuhi kegelisahan dan penasaran. Dadanya mendadak sesak seketika mengingat bayangan anak laki-laki yang jatuh ke dalam jurang.

Drrtt

Drttt

Getar ponsel membuyarkan lamunannya. Matanya tertuju kearah benda pipih yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya. Ia mengernyitkan saat membaca ejaan yang tertera di layar ponsel.

Al-Bashiir

"Halo, Ada apa Bah?" sapanya setelah menggeser tombol hijau.

"KA RALINEE!" Suara melengking Dari seberang telpon membuat Raline refleks menjauhkan ponsel Dari telinganya.

"Bagas?"

Raline mulai cemas mendengar suara sesegukan dari ponselnya "Bagas, ada apa? Kenapa kamu yang telfon? Abah kemana?"

If Something Happens I Love YouWhere stories live. Discover now