🐞4🐞

123 17 0
                                    

(Warning : khusus chapter ini mengandung adegan dewasa. Bukan, dijamin bukan adegan ehem ehem asoy nyoy enyoy, jikalau pikiran ngeres kalian ngelayang kemana-mana. Bagi pembaca yang tidak mengerti apa itu artinya 'ehem ehem asoy geboy nyoy enyoy' yang ditulis dalam warning ini, berarti anda belum dewasa dan disarankan lanjut sekip sampai tanda *** selanjutnya. Psycological harrasement ditanggung masing-masing buat yang maksa!)

Kaclang...

Sebuah gembok besi dibuka, dua orang pria menggeser pintu besi dalam tempat gelap itu. Sekitar lima orang dikurung disana. Seorang dengan setelan koki, tiga orang setelan maid, dan seorang lagi butler dengan kemeja compang-camping bekas cambuk sana-sini. Suara perempuan menangis tidak lagi terdengar saking frustasi mereka tersiksa di tempat itu.

Kemungkinan menyadari tidak ada gunanya lagi menangis.

Dua orang dengan baju zirah membawa paksa kelimanya menuju suatu tempat dengan pencahayaan lebih baik. Ada beberapa pelita di sudut-sudut ruangan membuat mereka bisa melihat agak jelas bekas darah tercecer menghiasi tempat itu. Bau amis bercampur aroma asam sepat khas besi berkarat menguar membuat kelimanya menggingil.

Brakk!

Para kesatria berzirah menundukkan para tahanan dengan kasar. Kelimanya menunduk menghadap sepasang sepatu besi kualitas terbaik yang bersilang kaki, tidak ada yang berani mengangkat wajah, terutama pada putra mahkota yang menatap mereka dengan penuh kebencian.

"Sudah mau bilang siapa yang menyuruh kalian untuk menaruh kayu manis di minuman putri duke Dupain?" Suara rendah penuh tekanan di setiap ucapan yang dilontarkan putra mahkota kerajaan de Liberte Athanasius menjatuhkan mental para tahanan. "Pukul mereka!"

Seorang kesatria di sebelah, mengambil cambuk. Teriakkan ketiga maid serta tangisan memohon ampun kelimanya bercampur suara robekan pakaian, daging, dan percikan darah.

"Maafkan aku yang mulia! Sungguh, kami tidak tau! Kami tidak tau!"

Adrien mengangkat sebelah tangannya, kelima tahanan itu berhenti dicambuki. Dia berdiri dan berjalan ke arah maid yang dari tadi menangis dan berteriak meminta maaf. "Nathalie pernah mengumpulkan seluruh pekerja istana baru-baru ini dan mengumumkan dilarang menambahkan kayu manis dalam bentuk dan jumlah apapun pada hidangan yang disajikan untuk calon putri mahkota."

"Itu bukan salahku, yang mulia. Aku bersumpah, demi seluruh dessert yang kubuat, tidak ada kayu manis yang kutambahkan!" Seorang koki disebelah maid yang sekarang baju putihnya berlumuran darah mengambil sumpah tertinggi seorang pembuat manisan.

"Aku mencium kayu manis dalam teh, dan menemukan tiga batang dimasukkan ke dalam teko." Adrien menyeringai, "semua hidangan manis tanggung jawab termasuk koki pastri, kan?"

Pria itu, disamping matanya yang bonyok dia tetap melotot. Adrien menghela nafas sebelum berdiri.

"Gantung dia!"

Salah seorang kesatria datang dengan tali tambang gemuk. Mengikatnya di leher si koki, lalu membelit sisi lain sependek mungkin dengan penyanga atas. Pada level dimana kaki orang itu menendang udara dan melayang setengah meter tanpa bergerak semenit kemudian.

Hikk...

Empat tahanan yang menyaksikan itu mendapat reaksi macam-macam. Ada yang berteriak, meraung, menangis, muntah, bahkan pingsan. Putra mahkota yang bahkan tidak berkedip sedikitpun, memerintahkan kedua kesatria menumpahkan air di kepalanya.

Cebur!

"Iiii..."

"Kau yang membuat teh kan?"

Maid yang baru bangun itu menggigil seolah kepalanya mengangguk. Misteri kenyataan yang membuat seteko cinnamon tea untuk lady Marinette itu siapa, yang jelas kilat membunuh dari mata emerald putra mahkota Adrien, mengatakan fakta mereka mati hari ini.

Under the Same UmbrellaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt