Chapter Tiga Puluh Lima

80.8K 20.5K 38.4K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️

***

Elang mengulurkan tangan untuk Zanna yang masih bertahan pada posisinya. Tak kunjung disambut, helaan napas cowok itu terdengar. Ia pun jongkok di hadapan Zanna yang menunduk sembari terisak sangat lirih. Kesakitan, mungkin.
Lutut dan siku Zanna berdarah.

Jujur saja Elang bingung harus mengambil sikap seperti apa pada Zanna yang tak tersentuh.

"Gue bisa bantu obatin. Itu pasti sakit."

Kepala Zanna menggeleng pelan. Cewek itu bergerak mundur, menjauh dari Elang yang menyentuh bahunya.
Dalam pikirnya, Elang juga milik Mia. Ia tidak boleh berhubungan dengan cowok itu, nanti Mia salah paham, tambah membencinya. Itu tidak boleh terjadi. Zanna sangat ingin berdamai dengan Mia yang begitu ia harapkan sosoknya.

"Kalau gitu, gue anterin lo pulang, ya?"

Zanna menggelengkan kepalanya lagi. Lewat gerakan tangan, cewek itu meminta Elang untuk menjauh.

"Jadi, gue harus gimana?" tanya Elang tak melepas tatapan dari Zanna.

Belum ada suara yang keluar dari bibir Zanna. Cewek itu masih berusaha keras untuk berdamai dengan dirinya sendiri yang bereaksi terlalu berlebihan setelah diperlakukan buruk.
Ada kalanya Zanna membenci dirinya sendiri, melebihi rasa benci orang-orang padanya. Lemah. Hal yang sebenarnya bukan keinginannya.

Zanna juga ingin bisa seperti Mia. Tangguh. Tapi, saat ia mencoba untuk itu, rasa takut selalu menjadi pemenang bahkan sebelum berhasil mencoba.

"Dengan lo kayak gini, lo bakalan nambah masalah Mia. Bilang ke gue, apa yang harus gue lakuin?"

"Kakak pergi, nanti papa jemput."

Di sisi lain, Mia yang berdiri di balkon kamar, terus mengamati interaksi yang terjadi antara Elang dan Zanna di bawah sana. Perilaku Zanna yang demikian membuat Mia merasa kasihan. Sepenuhnya Mia sadar atas tindakannya yang keliru. Meskipun kesal dengan Zanna, tidak seharusnya ia berlaku kasar pada cewek itu. Padahal peringatan saja sudah cukup, tidak perlu sampai melukai.

Memikirkan masalah yang mungkin akan datang dalam waktu dekat, pening mulai singgah di kepala.
Ingin memberi pelajaran pada dirinya yang sulit dikontrol, Mia pun masuk ke kamar.

"Cewek kasar!"

"Brengsek lo, Mia! Brengsek!"

"Tangan sialan, harusnya buat mukul diri lo sendiri, bukan orang lain! Harusnya begini! Harusnya lo yang kesakitan!"

ToxicWhere stories live. Discover now