Chapter Dua Puluh Lima

119K 22.4K 24.5K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️

***

"Terimakasih, Kak," ujar Zanna begitu tulus selepas menerima mangkuk bubur ayam yang diangsurkan Akbar padanya.

Masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah, untuk itu Akbar mengajaknya sarapan di tukang bubur ayam yang mangkal tidak jauh dari sekolah. Zanna memang sudah sarapan, tapi ia begitu sungkan menolak ajakan Akbar. Jadi, meskipun sudah kenyang ia tetap mau menemani cowok itu sarapan.

Zanna menikmati bubur ayamnya dengan tenang. Tepat di sebelahnya ada Akbar yang sedari tadi terlihat tidak tenang. Cowok itu terus memeriksa ponsel. Bubur ayamnya pun belum tersentuh.

"Kak Akbar nggak papa?" tanya Zanna terlihat begitu peduli sekaligus penasaran dengan pemicu keresahan cowok di sampingnya.

"Gue khawatir sama Mia. Dihubungin susah. Oh iya, tadi di rumah lo liat Mia sarapan nggak? Gue khawatir dia belum sarapan. Biasanya gue yang ngurus dia."

Meskipun belum lama mengenal Akbar, Zanna sudah pandai menilai tentang bagaimana perasaan cowok itu pada calon kakak tirinya. Dari hal-hal sederhana saja sudah cukup jelas jika Akbar sangat menyayangi Mia, lebih dari apapun. Rasa sayang yang membuat Mia seperti terlahir menjadi cewek paling beruntung, karena mendapat semua itu dari cowok sesempurna Akbar. Sebuah pencapaian yang tidak bisa diraih oleh orang lain, terlebih olehnya.

"Kak Mia udah sarapan, Kak. Tadi aku liat sendiri."

"Semalem Mia nggak kenapa-kenapa, kan? Bokap lo nggak marahin atau main tangan lagi sama Mia?"

Zanna menggeleng. "Pas Kak Mia pulang, papa udah tidur. Kak Mia juga perginya pagi banget. Mungkin emang sengaja ngehindar dari papa."

"Boleh gue minta tolong sama lo, Na?"

"Boleh. Kak Akbar mau minta tolong apa?"

"Ini nomor gue, tolong simpen. Kalau ada sesuatu sama Mia di rumah lo, cepet-cepet kabari gue. Belakangan ini Mia stress berat. Gue takut dia nekat. Gue percaya lo orang baik, lo pasti bisa bantuin gue buat ngasih waktu buat Mia bahagia. Mia udah terlalu menderita, Na. Gue berharap banyak lo mau kerjasama sama gue buat bahagiain Mia."

Zanna mengangguk diiringi senyum. Perasaan aneh yang timbul ditepis jauh-jauh. "Aku mau bantuin Kak Akbar."

"Terimakasih, Na. Gue juga siap bantuin lo. Gue bakal jagain lo selama di sekolah sebagai wujud terimakasih gue. Kalau ada yang gangguin lo, jangan sungkan lapor ke gue."

Anggukan pelan Zanna membuat Akbar mengulas senyum tipis. Saat itulah Akbar menyadari jika cewek yang duduk di sampingnya itu kedinginan. Sepertinya Zanna tidak biasa berangkat pagi-pagi naik motor. Terlebih ia mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Merasa bersalah dengan kondisi Zanna, Akbar pun inisiatif melepaskan jaketnya dan membungkus tubuh Zanna dengan jaket miliknya.

ToxicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang