Masuk Rumah Sakit

17 13 13
                                    

Pekik Zaina dengan mata yang melotot, mulut yang mengeluarkan darah, sambil memegangi perutnya.

Saat dia menunduk melihat perutnya, Zaina melihat pisau menancap di sana dengan darah yang mengalir di sekitarnya.

Rasa sakit menjalar sampai ke seluruh tubuh, hingga Zaina tak dapat menjaga keseimbangan lalu jatuh ke tanah. Pandangannya mengabur, dia tak menyangka bahwa laki-laki berambut pendek itu masih bisa bangun dan menyerangnya dari belakang. Zaina dapat melihat laki-laki itu berlari menjauh dari tempat kejadian, meninggalnya sendiri hingga pingsan tak sadarkan diri.

Sjhdsrytcdsfgvfddgfdd!

Zaina terbangun setelah mendengar percakapan yang tak dapat dia dengar dengan jelas.

Saat dia membuka mata, terlihat cahaya putih yang menyilaukan mata. Yang awalnya dia pikir itu adalah cahaya alam baka. Dan dia juga melihat seorang laki-laki tampan yang tidak dia kenali.

"Apakah saya sudah di alam baka? Dan apakah anda malaikat yang bertugas menanyai saya di alam baka?" tanya Zaina yang langsung dibalas tatapan bingung oleh laki-laki itu.

"Ini di rumah sakit, Mbak. Dan saya juga bukan malaikat, nama saya Sena. Sena Fadel Pradana, saya tadi melihat perkelahian antara Mbak dan dua preman tadi. Waktu Mbak tertusuk, saya buru-buru menelpon polisi dan Mbak saya larikan ke rumah sakit."  Terang laki-laki itu kepada Zaina. Laki-laki itu memiliki tinggi sekitar 165 cm, dengan kulit sawo matang, tubuh yang proporsional dan wajah yang harus Zaina akui tampan.

"Oalah, terima kasih, Mas. Tapi seharusnya Mas enggak perlu repot-repot bawa saya ke rumah sakit karena saya lebih pantas untuk mati." Ucap Zaina yang tak dapat menahan gejolak emosi yang ada di dalam diri.

"Mbak jangan ngomong kayak gitu. Emangnya mati itu enak? Kalau raga sudah berpisah dengan roh, maka urusan kita sudah tidak dengan manusia lagi tapi langsung dengan Tuhan. Apalagi jika Mbak mati karena bunuh diri, semua amal ibadah yang sudah dikumpulkan selama ini akan sia-sia dan haram bagi Mbak untuk memasuki bahkan mencium bau surga." Jelas Sena panjang lebar. Yang hanya mampu Zaina balas ucapan Sena dengan anggukan, dia sesekali merasakan rasa sakit yang menyerang perut saat dia bergerak.

"Hati-hati Mbak, lukanya masih belum kering. Tadi Mbak mendapatkan 8 jahitan dan mengharuskan untuk rawat inap selama seminggu." Ucap Sena yang mencegah Zaina untuk bergerak yang bisa menimbulkan rasa sakit pada lukanya.

Mendengar itu Zaina mengamati Sena dengan teliti. Sena mengenakan celana pendek berwarna krem dan kaus hitam bertuliskan 'NEVADA' di dada kirinya. Seperti pakaian laki-laki pada umumnya, tak ada yang aneh.

"Oh, iya, tadi saya mendengar percakapan, tapi sayangnya tak dapat saya dengar dengan jelas. Namun, saat terbangun, saya hanya melihat Mas seorang diri. Tadi Mas Sena bicara sama siapa?" tanya Zaina yang tidak dapat menahan keinginan tahuannya.

"Ooh, tadi saya berbicara dengan...."

"Sena, apakah Nana sudah sadar?" tanya dokter Hendrawan yang tadi pagi buta menanganinya di rumah Om Danu, membuat ucapan Sena terhenti.

"Kakek!" teriak Zaina senang saat melihat dokter Hendrawan lagi.

"Halo, Nana, bagaimana keadaan kamu saat ini? Kamu senang sekali membuat Kakek panik. Tadi pagi kan, Kakek udah nyuruh kamu buat istirahat total. Eh, sorenya malah berkelahi sama dua preman dan tertusuk pula." Ucap dokter Hendrawan dengan marah. Dari raut wajahnya Zaina dapat melihat emosi dan juga panik di wajahnya.

"Maafin Nana, Kek!" jawab Zaina lirih sambil menunduk.

"Besok lagi jangan diulangi. Tadi kamu hampir mati karena kehabisan darah, untung saja golongan darah kamu dengan Sena sama dan dia dengan senang hati mau mendonorkan darahnya buat kamu." Ucap dokter Hendrawan lagi. Saat ini dia tak dapat menahan amarahnya lagi kepada Zaina saat tahu bahwa cucu angkatnya di tusuk oleh preman.

Rahasia Waktu [ Proses Terbit]Where stories live. Discover now