Berkelahi hingga Tertusuk

16 11 6
                                    

"Ah, enggak usah banyak bacot, lo. Sekarang kita sikat aja dia, udah gatel tangan gue pengen nonjok dia." Ucap laki-laki berambut kribo.

"Ayok, setelah itu kita perkosa aja gimana? Ngiler juga gue lihat toketnya." Jawab laki-laki berambut pendek.

Seketika hati Zaina menjadi takut karena mereka akan memperkosanya kalau dia kalah. Tapi, dia yakin niat baiknya tidak akan berakhir sia-sia.

Tapi saat Zaina melihat ibu yang memeluk anaknya dengan erat, seketika dia teringat kembali dengan ibunya yang sudah meninggal.

"Dih, enak banget tuh mulut ngomong mau memperkosa gue. Jangan berharap tinggi-tinggi Om entar giliran jatuh nangis, malu sama tato." Kata Zaina meremehkan dua preman yang semakin meradang.

"Aargh, banyak bacot lo. Bo, yok kita sikat!" ucap laki-laki berambut pendek yang memberikan komando kepada si rambut kribo.

Tanpa aba-aba mereka berdua menyerang Zaina bersamaan. Mereka menendang, memukul bahkan menjambak rambut Zaina. Namun dapat gadis itu tangkis, meskipun sesekali dia terkena serangan mereka.

Zaina tak mau kalah, dia sekuat tenaga membalas serangan dari mereka. Zaina menendang bagian kelamin laki-laki berambut pendek dengan keras.

Uugh!

Pekik si laki-laki berambut pendek yang jatuh terduduk ke tanah. Dari raut wajahnya dapat terlihat jelas bahwa dia begitu kesakitan.

Zaina yang melihat peluang langsung menendang kepala laki-laki itu hingga membentur tembok di sebelahnya. Lalu orang itu jatuh tersungkur dan tak bergerak lagi.

"Crit .... Kucrit, lo kagak mati kan? Kucrit .... jangan mati dulu lah. Utang lo bulan lalu belum dibayar. Duitnya mau buat gue ngapelin si Susi soalnya." Teriak si laki-laki berambut kribo yang mencoba menyadarkan temannya yang pingsan.

"Baru segitu aja udah teler, enggak sebanding sama semangatnya di awal. Katanya mau memperkosa gue, baru gue tendang aja udah teler." Ujar Zaina yang terkekeh melihat salah satu lawannya jatuh tersungkur.

"Heh, lo ngebunuh temen gue?" tanya laki-laki berambut kribo yang sudah mengambil ancang-ancang untuk melawan Zaina.

"Enggak sudi gue ngebunuh preman banci kayak kalian. Preman yang hanya berani mengganggu perempuan. Kenapa enggak ganggu laki-laki juga?" tanya Zaina balik.

"Bangsat! dasar pelacur! Mati saja lo!" teriak laki-laki berambut kribo yang berlari menuju Zaina dengan membawa sebilah pisau.

Zaina langsung memegang pergelangan tangan laki-laki itu lalu memelintir nya ke belakang. Yang membuat laki-laki itu berteriak kesakitan.

"Aargh, dasar pelacur! Lepasin tangan gue, sakit bangsat!" umpat laki-laki itu kepada Zaina.

Melihat laki-laki itu dia jadi teringat ayahnya yang selalu memukulnya saat kecil dulu. Tiba-tiba amarahnya memuncak hingga seperti orang kesurupan

Dia mendorong laki-laki tersebut dengan keras. Lalu dia menghampirinya dan menginjak perut laki-laki berambut kribo itu.

"Aargh, bangsat! sakit pelacur!" umpat laki-laki itu kepada Zaina dengan keras.

Namun, Zaina tak menjawab umpatan dari preman tersebut. Dirinya sudah tak dapat dikendalikan, hingga yang ada hanyalah amarah.

Zaina menendang laki-laki itu dengan keras. Lalu dia duduk di atas tubuh laki-laki itu dan mulai melampiaskan emosi yang sudah bertahun-tahun dia pendam

Zaina memukul dada laki-laki itu, lalu memukul wajahnya, menjambak rambutnya dan juga membenturkan kepalanya di tanah dengan brutal

Bugh!

Aargh, tolong!

Bugh!

Aargh!

Bugh!

  .....

Bugh!

.....

Zaina memukuli laki-laki berambut kribo hingga dia pingsan dan tak bergerak lagi.

Sudah selesai!

Begitu pikir Zaina, lalu dia bangkit dan menghampiri ibu dan anak yang masih berada di sana.

"Ibu enggak papa? Mereka enggak ngapa-ngapain Ibu kan?" tanya Zaina lirih menahan sakit.

Karena beberapa pukulan mereka berhasil mengenai Zaina yang mengakibatkan lebam di bagian wajah dan tangan.

"Enggak kok, Nak! Puji Tuhan Ibu belum apa-apain sama mereka." Jawab ibu tersebut sambil mengusap rambut anaknya.

"Akak .... akak tadi enggak papa? Tadi akak keren banget bisa ngalahin dua preman sekaligus. Nando besok mau kayak akak biar bisa ngelindungin Mami." Ucap anak itu polos yang membuat Zaina teringat kembali pada ibunya yang telah tiada.

Zaina tak mengatakan apa-apa, dia hanya tersenyum tipis sambil mengacak rambut anak itu dengan gemas.

"Ya udah, Bu, sebaiknya Ibu cepat pergi dari tempat ini. Pasti keluarga Ibu nungguin kepulangan kalian." Ucap Zaina menyuruh mereka pergi dari tempat itu secepatnya.

"Iya, Nak. Sekali lagi terima kasih atas bantuan kamu hari ini, semoga Tuhan membalas perbuatan baik yang kamu lakukan untuk kami hari ini. Saya pamit Nak, sampai jumpa." Pamit ibu itu dan mulai pergi meninggalkan tempat itu secepat yang dia bisa.

Zaina melihat kepergian mereka dengan sendu. Dia merasa belum bisa menjadi anak yang berguna untuk kedua orangtua, terutama ibunya.

Saat Zaina sedang melihat kepergian ibu dan anak itu tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Saat zaina lihat siapa yang menepuk pundaknya betapa terkejutnya dia, melihat siapa yang ada di belakangnya.

"Hai." Sapa laki-laki santai, tapi membuat Zaina kaget setengah mati.

Jleb!

Uugh!

Pekik Zaina dengan mata yang melotot, mulut yang mengeluarkan darah, sambil memegangi perutnya.

Saat dia menunduk melihat perutnya, Zaina melihat pisau menancap di sana dengan darah yang mengalir di sekitarnya.

Rasa sakit menjalar sampai keseluruh tubuh, hingga Zaina tak dapat menjaga keseimbangan lalu jatuh ke tanah. Pandangannya mengabur, dia tak menyangka bahwa laki-laki berambut pendek itu masih bisa bangun dan menyerangnya dari belakang. Zaina dapat melihat laki-laki itu berlari menjauh dari tempat kejadian, meninggalnya sendiri hingga pingsan tak sadarkan diri.

Hai semuanya

Gimana, ada yang kangen sama Nat?

Ceritanya bagus enggak? Maaf Nat enggak bisa bikin cerita action, jadi Nat minta pengertiannya 🙏

Nat tunggu vote dan comment kalian

Follow akun Nat juga.

Follback? DM aja, kalau Nat cepet balesnya berarti Nat punya kuota.

Kalau Nat balasnya lama bukan karena Nat sombong ya, gantengnya Nat, cantiknya Nat. Tapi emang Nat enggak punya kuota 😭

See you next time

Rahasia Waktu [ Proses Terbit]Where stories live. Discover now