Perhatian Om Danu

44 23 72
                                    

Zaina mengambil tas dan beberapa barang yang dapat dia bawa, lalu berlari menuruni tangga menuju motornya terparkir.

Pikirannya jelas sudah tidak jernih sekarang ini, dan dia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang dia tidak tahu secara pasti.

Zaina membawa motornya mengelilingi kota Semarang, mulai dari rumah ayahnya yang berada di Salatiga sampai ke Lawang Sewu. Lapar dan letih sudah tidak dia rasa, pikirannya masih tertuju pada surat peninggalan terakhir ibunya sebelum meninggal.

Lalu dia mengarahkan motornya ke tanjakan gombel, yang terkenal angker di Semarang. Zania sampai di tanjakan gombel sekitar pukul 00.45 WIB, suasana disana sepi tidak ada satupun kendaraan yang melintas. Maklum saja karena sudah tengah malam, tidak ada orang yang mau ketempat yang terkenal angker sendirian.

Sesampainya di tanjakan gombel Zaina menepikan motornya dan dia dapat melihat pemandangan indah kota Semarang dari sana. Hatinya terasa sesak, dia sudah tidak dapat membendung semuanya lagi. Ternyata memang benar dia adalah pembunuh ibunya sendiri, hingga ayahnya sendiri menganggapnya parasit.

"Gue benci diri sendiri! gue enggak pantes buat hidup, karena gue adalah pembunuh Ibu gue sendiri. Gue enggak punya siapa-siapa lagi, Ayah gue enggak mau anggep gue anak. Jadi buat apa gue hidup? Buat membunuh seluruh keluarga gue secara perlahan, iya? Tuhan! lo juga ninggalin gue kayak keluarga gue? Kenapa lo ambil Ibu gue, kenapa Tuhan? Ambil gue aja, yang jelas-jelas pembunuh Ibunya sendiri. Biarkan gue disiksa dalam nerakamu, karena gue emang orang jahat, gue enggak pantes buat hidup. Ambil nyawa gue aja Tuhan! Tuhaaaan, lo denger gue enggak sih..." Teriak Zaina dari atas tanjakan gombel, tangis yang dari tadi dia tahan kembali pecah di keheningan malam.

Dia jatuh tersungkur di atas tanah yang berbatu, tidak peduli makhluk apa yang akan menghampirinya atau ada orang yang mau mencelakakannya. Selama itu bisa membuatnya pergi meninggalkan dunia ini.

Sekitar satu jam dia menangis disana, akhirnya reda juga. Zaina bangkit secara perlahan, tubuhnya lemas karena pagi tadi belum diisi makanan dan tubuhnya yang kotor karena debu.

Dengan tenaga yang tersisa dia mengendarai motornya secara perlahan, menuju ke tempat yang sudah sering dia datangi.

Tok ... tok ... tok!

"Jevanca?! Astaga, kamu abis diapain sama siapa sayang? Badan kamu kotor, rambut berantakan, wajah bengkak, sama langkah yang tertatih, kamu abis diperkosa begal?" tanya om Danu yang terkejut melihat keadaan Zaina. Tapi Zaina sudah tidak memiliki tenaga untuk menjawab semua pertanyaan dari om Danu, seluruh pandangan Zaina mengabur setelah itu langsung hitam seketika. Kalimat terakhir yang Zaina dengar adalah teriakan om Danu yang meneriakkan namanya.

"Jevanca!"

Tubuh Zaina jatuh ke lantai, dia pingsan dengan wajah yang pucat dan bibir kering. Lalu om Danu menggotong Zaina masuk ke dalam rumah menuju kamar dan menaruh tubuh Zaina di kasur kamarnya.

Setelah itu om Danu mengambil hp yang dia taruh di atas meja untuk menelfon dokter.

"Halo, Dok! Dokter bisa kerumah saya sekarang?"

Zaina terbangun dari pingsannya karena suara om Danu yang bertanya dengan dokter secara terus-menerus.

"Dok, gimana keadaan Jevanca? Apakah dia beneran di perkosa, Dok? Kalau iya, bisa tes lebih lanjut agar saya bisa mencari pelakunya! saya tidak terima kalau Jevanca diperkosa. Dok, Jevanca kenapa pingsannya lama sekali? Dia enggak mati kan, Dok? Kenapa reaksi Anda biasa saja? Jawab pertanyaan saya, Dok! saya khawatir ini. Dok..." Dan beberapa pertanyaan lagi yang tidak ingin Zaina dengar.

"Sabar dulu Pak Danu, saya akan menjawab pertanyaan Anda satu persatu. Saya lihat tadi Nona Jevanca mengalami syok berat terlebih lagi dia kelelahan dan perutnya juga kosong, itu yang menyebabkan langkah yang tertatih karena lemas tak punya tenaga. Untuk keluhan tubuh, wajah dan rambut yang berantakan maupun kotor. Setelah saya periksa tidak ada bekas pemerkosaan di tubuhnya, jadi Anda tidak perlu khawatir tentang itu. Nona Jevanca hanya perlu istirahat dulu dan jangan biarkan dia memikirkan hal berat-berat dulu." Jawab dokter dengan sabar menjawab semua pertanyaan dari om Danu.

"Syukurlah!"

"Om, saya dimana? Kenapa kepala saya sakit banget?" tanya Zaina yang merasakan sakit di kepalanya.

"Nona Jevanca, akhirnya kamu sadar juga. Kamu tidak tahu betapa khawatirnya Pak Danu kepada kamu, tapi syukurlah kamu sudah sadar sekarang." Ucap dokter itu sambil tersenyum manis kepadanya. Zaina memperkirakan kalau umur dokter ini sekitar 50-an keatas.

"An ... Anda siapa?" tanya Zaina terbata-bata.

"Oh, iya, sungguh tidak sopan saya mengajak kamu berbicara tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu. Perkenalkan nama saya Hendrawan, umur 56 tahun, dan saya adalah dokter keluarga Pak Danu selama 26 tahun." Ucap pak Hendrawan kepada Zaina sambil mengobati beberapa luka yang ada di tangan maupun wajah Zaina.

"Wah, rupanya Anda Dokter keluarga Om Danu. Salam kenal, Pak! maaf gara-gara saya, Bapak harus datang kesini pagi buta gini." Zaina tidak enak dengan pak Hendrawan karena harus datang untuk mengobati lukanya ini.

"Tidak apa-apa, Nona Jevanca! ini memang tugas saya, jadi harus siap sedia setiap saat. Kamu jangan panggil saya Pak, panggil saja saya Kakek. Saya sudah lama menginginkan cucu perempuan yang cantik seperti kamu, tapi malah dikasihnya cucu laki-laki yang tengil semua. Tapi, tak apa-apa mungkin itu memang sudah kehendak Tuhan." Ujar Pak Hendrawan yang tertawa kecil sambil mengusap rambut Zaina dengan penuh kasih sayang.

Seketika ingatannya kembali kepada oma dan kakeknya yang ada di Salatiga. Meskipun jaraknya hanya dekat tapi mereka tidak pernah mau menemuinya meski sedetik pun.

"Ka ... Kakek!" panggil Zaina dengan terbata-bata, tanpa sadar air mata kembali menetes tanpa dapat dia cegah.

"Iya, Nona Jevanca?" sepertinya pak Hendrawan mengerti dengan keadaan Zaina dan apa yang dia alami. Makadari itu dia tidak menanyakan alasan mengapa dia menangis.

"Kalau Anda mau saya panggil Kakek, jangan panggil saya Nona Jevanca. Panggil saja saya Nana, seperti Kakek saya dulu memanggil saya." Setelah mengatakan itu, Zaina semakin rindu kepada oma dan kakeknya. Tapi sayang, mereka tidak mau bertemu dengan dirinya.

"Baiklah Nana. Kamu jaga diri baik-baik, istirahat yang cukup, makan teratur, obatnya juga diminum biar Nana cepat sembuh." pak Hendrawan tidak dapat menutupi rasa bahagianya, karena Zaina mau menjadi cucu perempuannya. Meskipun hanya angkat tapi dia sangat senang akhirnya dia mempunyai cucu perempuan juga.

"Kakek, pulang dulu ya. Inget nasihat kakek tadi."

Setelah itu, pak Hendrawan membereskan barang-barangnya dan keluar dari kamar. Setelah itu om Danu datang dan menghampiri Zaina dengan wajah sedikit khawatir.

Hai semuanya...

Gimana ceritanya, apakah cerita kali ini mengecewakan kalian?

Ikuti terus cerita Rahasia Waktu ya!

Silahkan vote dan comment kalian

Follow akun aku juga, ya! Follback? DM aja

Rahasia Waktu [ Proses Terbit]Where stories live. Discover now