Chapter 12

98 24 21
                                    

Selamat datang di chapter 12

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (hobi)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

____________________________________________

Kau yakin tidak mau membicarakannya denganku?
Selain bisa menjadi pendengar radio dadakan,
siapa tahu aku bisa memberikan solusi

—Asthon Vincent
___________________________________________

—Asthon Vincent___________________________________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bell apartemen berdentang terus-menerus. Dengan kepanikan yang kian menekan syaraf, Amarante semakin berusaha menarik lengan Asthon supaya beranjak dari duduknya. “Ayolah, Asthon. Sembunyi di lemari kamarku!” pintanya setengah emosi dan setengah putus asa. Dengan wajah yang kacau pula.

Sikap aneh itu membuat Asthon kian penasaran. Siapa kira-kira tamu tersebut sehingga bisa membuat Amarante menjadi sepanik ini? Apakah kekasihnya? Sehingga ia harus bersembunyi di lemari kamar? Namun, bagaimana bila mereka ke kamar dan melakukan kegiatan dewasa? Wah, bisa-bisa ia sakit mata.

Asthon meradang dengan kesimpulan otaknya sendiri. Jadi, bukannya beranjak, pria itu malah menyodorkan kepala sambil menunjuk-nunjuk pipi kirinya pada Amarante.

“Ck, yang benar saja, Asthon! Jangan mengambil kesempatan dalam keadaan darurat!” omel gadis itu sambil menyentak lengan Asthon jengkel.

Walau benak Asthon kian dijejali rasa penasaran, tetapi ia berusaha bersikap sewajarnya. Wajar versi Asthon, maksudnya.

Pria itu lantaran menegakkan duduk dan bersedekap. Tanpa rasa panik dan dosa lalu berucap, “Ya sudah. Lagi pula umurku sudah tiga puluh tahun dan aku jelas tidak akan sembunyi di lema—”

“Sudah ‘kan? Ayo sembunyi di lemari kamarku sekarang.” Amarante pasti sudah gila karena mencium Asthon. Namun, tidak ada yang bisa dipikirkannya sekarang selain menyelesaikan permintaan itu secepat mungkin di situasi mendesak ini. Sehingga Asthon bisa menuruti kata-katanya. Beruntungnya keputusannya tepat dan efektif.

Pria itu pun tercengang sembari memegangi pipi bekas ciuman Amarante. Padahal tadi niatnya hanya menggoda sekaligus menguji gadis itu, tetapi tak disangka-sangka pemilik rambut keriwil tersebut benar-benar melakukannya. Entah karena memang tidak keberatan, tidak mengartikan kecupan itu secara khusus atau terpaksa lantaran putus asa—yang mana saja—Asthon tak terlalu peduli. Bagian terpenting adalah dirinya saat ini yang merasakan ada kembang api meletup-letup di sekitarnya dan euforia itu masih berlangsung selama Amarante berhasil menyeretnya ke kamar serta memasukkannya ke lemari.

EPOQUE à PARISWhere stories live. Discover now