Chapter 9

132 22 51
                                    

Selamat datang di chapter 9

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (hobi)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

Namanya juga orang sedang kasmaran, pasti kata-katanya mirip rayuan

Asthon Vincent

______________________________________________

“Pertama-tama, selamat atas kesuksesan konsermu,” pungkas Amarante bernada menyindir setelah menyetujui usulan Asthon mengaktifkan telepon daring

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Pertama-tama, selamat atas kesuksesan konsermu,” pungkas Amarante bernada menyindir setelah menyetujui usulan Asthon mengaktifkan telepon daring.

Dilihatnya pria itu duduk di kursi kerja berlatar belakang lukisan malaikat klasik Song of the Angels karya William Adolphe Boguereau yang menggantung di dinding bercat kuning cerah dan dengan kening berkerut samar.

“Konserku?” ulang Asthon, sama sekali tidak paham ucapan Amarante.

Oui. Konser permainan biolamu,” jawab gadis itu. Kemudian menceritakan kejadian tadi secara menggebu-gebu. Tertanda dari tangannya yang bebas bergerak di udara untuk menggambarkan kekesalannya.

Sejak hampir satu jam yang lalu video Asthon diputar, banyak karyawan wanita yang penasaran dan menanyakan pria itu. Bahkan ada juga yang mengusulkan Amarante mengubah janji makan siangnya—yang mereka pikir hanya bersama Asthon—di kafetaria Encre Roire. Dan itu membuatnya risi sehingga memutuskan untuk menelepon sang Bintang Violin dadakan. Namun, apa yang ia dapatkan dari Asthon?

Pria itu malah tersenyum sambil mengangguk-angguk, persis waktu pertama kali mereka berjumpa. Mengundang pendapat Amarante kembali bahwa walau sangat bertalenta, Asthon memang aneh sekaligus gila. Namun, ia sedikit menghilangkan kesan penguntit pada pria itu sebab mulai mengenalnya.

Gadis itu pun tak bisa menahan kekesalannya lebih lama. “Kenapa malah mengangguk-angguk sambil tersenyum seperti itu? Apa kau senang sekarang karena punya banyak penggemar wanita?” todongnya.

Amarante tidak tahu bila omelannya berpotensi menghidupkan inspirasi musik dalam kepala Asthon, sama seperti dulu. Ada nada-nada cepat dan enerjik yang langsung tercipta. Jadilah pria itu menangguk-angguk seperti waktu itu. Dan tanpa menghentikan kegiatannya, Asthon menjawab, “Sebenarnya, aku lebih menyukai seandainya kau yang menjadi satu-satunya penggemarku.”

EPOQUE à PARISWhere stories live. Discover now