Chapter 2

206 47 118
                                    

Selamat datang di chapter 2

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (hobi)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

_______________________________________________

Pria tampan dan etikanya harus selaras

—Amarante Orva

_______________________________________________

Dentingan halus elevator tanda tiba di lantai tiga sedikit menyentak kesadaran Amarante

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dentingan halus elevator tanda tiba di lantai tiga sedikit menyentak kesadaran Amarante. Kedua pintu terbuka secara otomatis. Ia berusaha menormalkan detak jantung yang berkejaran akibat mengingat orang sinting yang ditemuinya di Montmartre tadi. Sebelum berlagak wajar—tanpa beban, ketakutan atau kengerian—ketika berjalan anggun keluar dari kotak besi tersebut, melewati deretan kubikel hingga duduk di kursi kubikelnya.

Namun, kekuatan Amarante berlagak wajar kini sudah habis. Jadi, gadis beriris biru terang itu kontan duduk dan meletakkan kepala di meja serta  mengabaikan helaian-helaian rambut kriwil koral berkucirnya yang secara praktis menjuntai menutupi sebagian wajah.

Ketika mendapati suara sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai bersama roda-roda kursi yang bergeser tanda sang pemilik kubikel sebelah telah tiba, Margot menengok.  Amarante terlihat lemas nan lunglai mirip pegawai yang baru saja mendengar gajinya dipotong beberapa persen dan tidak mendapat tunjangan. Benar-benar mimpi buruk.

Jadi, sebagai sahabat yang baik, sambil menekan kacamata minusnya menggunakan jari telunjuk, Margot bertanya, “Bagaimana pertemuanmu, Am? Apakah berjalan lancar?” Dan dikarenakan jam kerja setelah makan siang sudah lewat sekitar satu setengah jam yang lalu, ia tidak ingin menimbulkan keributan atau mengganggu rekan-rekan lain sehingga menggunakan nada pelan tetapi mengandung kekhawatiran.

Setelah melepas tas jinjing dari genggaman dan membirakan benda itu jatuh di dekat kakinya, kepala Amarante yang menempel meja meneleng ke arah Margot. Helaian-helaian rambut kriwil koralnya secara otomatis turun menutupi matanya kembali. Ia meniup-niupnya hingga menyingkir dari sana. “Aku dan Tyson baik. Diskusi kami juga lancar,” jawab gadis itu tak kalah berbisik.

“Lalu apa yang membuatmu lemas seperti itu? Baru beremu hantu di siang hari?” seloroh Margot sambil tertawa kecil.

Ingatan Amarante sontak kembali berkelana pada sosok pria sinting tadi. Kekesalan bercampur rasa takut segera menyusupi setiap inchi sel tubuh gadis itu. Ia kesal sebab pria itu merusak acaranya bersantai walaupun waktunya singkat tanpa Tyson. Bahkan tempat duduk tadi merupakan tempat duduk yang susah payah ia dapatkan karena keramaian yang tak kunjung berkurang. Dan Amarante takut pada orang gila.

EPOQUE à PARISWhere stories live. Discover now