“Kak,” panggil gadis itu semangat.

Skara menyimpan ponselnya ke saku jaketnya, menatap kembarannya yang berlari mendekat. “Temenin gue makan.”

“Oke.”

Menggenggam tangan Skaya, hati Skara seketika terasa tenang. “Bentar gue pulang ke rumah, lo tetep di sini aja. Di rumah bosen, ntar lo dimarahin Bunda lagi.”

Berpikir sejenak, Skaya juga menyetujui. Dia memang malas meladeni Verana belakangan ini.

***

“Mas, pasti jalang kecil itu yang goda kamu kan?” Verana menatap Wiro dengan air mata yang siap meluruh. Embun pekat mengaburi penglihatannya, sekali berkedip air mata menetes melewati pipinya.

Pria itu menatap sang istri dalam diam. Wajahnya yang lesu karena perkara belakangan ini nampak tak hidup. Bahkan dia malas untuk berbicara.

“JAWAB MAS! AKU STRES, PARA TETANGGA GIBAH TENTANG KITA, IBU STROKE, KAMU DIKELUARKAN DARI PERUSAHAAN DAN DIPENJARA. GIMANA HIDUP KITA NANTI?!”

Mata Wiro bergerak mendengar kata-katanya. “Semua orang sudah tau masalah ini?”

Mulut Verana terbuka, tercengang. “Dari semua kalimatku, itu yang kamu peduliin?!”

“Ver, jangan teriak. Berisik.” Wiro mendesis kesal. “Ini yang paling aku tidak sukai dari kamu. Berisik sekali, buat risih saja.”

“Kamu....” Verana menggertakkan gigi. “Sialan! Aku mengurus rumah, menanggung beban setiap hari karena Ibumu, mengurus anak-anak. Sedangkan kamu? Main di luar sampai dijebak seperti sekarang. Katakan, berapa wanita yang kau sewa?”

“Ver...”

“JAWAB!”

“Itu bukan urusanmu! Daripada marah tidak jelas, lebih baik sogok perempuan nakal itu agar menarik tuntutannya,” titah Wiro dengan wajah arogan.

Mata Verana memerah. Dia seketika bangkit berdiri dan berjalan tanpa menoleh ke belakang. Mengabaikan raungan Wiro dibelakangnya.

“VERANA! BRENGSEK!”

Kembali ke rumah yang sepi, telinga Verana lebih peka terhadap suara. Siaran di televisi mengenai kasus suaminya membuat wajahnya memanas dan buru-buru mematikan benda tersebut. Menghela napas berusaha menenangkan diri, dia berjalan mengambil makanan di atas meja lalu pergi ke kamar Nenek Naya dan melihatnya di kursi roda.

“Ibu, waktunya makan.” katanya dengan raut datar lalu duduk di pinggir kasur, mulai menyuapi Nenek Naya.

Nenek Naya bergumam tak jelas, seakan ingin mengatakan sesuatu. Namun karena itu, makanan yang berada di mulutnya keluar membasahi pakaiannya, membuat emosi yang dipendam Verana kembali meluap.

“IBU! MAKAN YA MAKAN! IBU PIKIR SAYA GAK PUNYA KERJAAN?!”

Mata Nenek Naya bergetar mendengarkan kemarahan menantunya. Ini pertama kalinya dia dimarahi olehnya. Sejak dulu, Verana selalu menunduk dan mendengar kata-katanya.  Mengalami hal pertama kalinya, Nenek Naya marah dan kembali menggumam tak jelas.

Verana membanting sendok ke piring dan membuang benda tersebut hingga hancur di atas lantai. Dengan penuh amarah ia pergi ke garasi. Perasaannya penuh campur aduk melihat mobil satu-satunya milik mereka. Tangannya gemetar membuka mobil bagian depan dan menatap mesin dengan linglung.

“Bunda?”

Tubuh Verana menegang dan bergegas berbalik. Melihat sosok Skara, seketika dia bernapas lega dan tersenyum hangat. “Skara, kamu pulang nak?”

“Hm. Bunda ngapain?” tanyanya malas sembari melirik mobil.

Verana buru-buru menggeleng dengan senyuman. “Gak buat apa-apa.”

“Bunda mau keluar pake mobil?” Senyum Skara terbit. Raut wajahnya terlihat lembut. “Aku bisa temenin Bunda.”

“Oh? Ya, ya. Bunda mau ke supermarket. Skara temenin Bunda, oke? Tunggu bentar, Bunda ganti baju dulu.” Verana seketika bersemangat.

Skara mengangguk. Melirik Verana yang kembali masuk ke dalam rumah, dia kembali menatap mobil dengan tatapan kosong.

Sepuluh menit kemudian Verana keluar dan segera masuk ke dalam mobil. Skara tersenyum tipis dan duduk di samping kursi pengemudi. Wanita itu melajukan mobil dengan tenang, hatinya menghangat mengingat Skara ada di sampingnya. Memang benar, hanya ada anak laki-lakinya di dunianya.

Mobil melaju di jalan. Begitu Verana hendak mengurangi kecepatan, kepanikan muncul di wajahnya. “Skar, ini kenapa gak bisa remnya?”

Skara menatapnya dengan raut tenang. “Bunda coba lagi.”

“Gak bisa, Skar.” Suara wanita itu bergetar. “Ya Allah, ini gimana?”

Alis Skara terangkat. Dia merentangkan tangannya untuk membantu, namun sudut matanya menangkap sesuatu di depan, membuat matanya terbelalak dan bergegas melepas seatbeltnya untuk mengendalikan setir ke samping.

Mobil bergesekan dengan truk lalu menabrak trotoar dengan keras hingga mobil terbalik. Skara sontak memeluk Verana yang memekik ketakutan dengan jantung berdebar. Begitu benturan tidak terasa lagi, napas Skara melemah.

“Skara?” Verana mencicit.

Laki-laki itu tidak bangun dari atas Verana. Napasnya berubah putus-putus. Tubuhnya penuh dengan luka goresan akibat benturan keras. “B-bunda... kaki aku sakit...”

Di bawahnya kaki Skara terjepit, punggungnya berulang kali membentur dashboard. Darah mengalir lancar dari pelipisnya seperti air.

“Skara... sayang....” Verana terus memanggil dengan gugup.

Skara berusaha membuka matanya yang tertutup. Dia mengernyit, tidak bisa merasakan tubuhnya sendiri. Teringat Skaya, napasnya kembali terputus-putus. Jika saja dia tahu akan ada hari ini, dia seharusnya mengatakan betapa beruntungnya dia memiliki adik sepertinya dan betapa dia mencintainya, melebihi dirinya sendiri.

Jika bisa, Skara ingin terus bersama adiknya. Sayang sekali, dia harus membersihkan orang-orang yang menyakiti Skaya.

Termasuk dirinya sendiri.

TBC

August 13, 2021.

Panjang nih panjang.

Mau bilang apa ke Skara?

10K votes + 10K komen🔥

Skaya & the Big Boss ✓Where stories live. Discover now