Part 24 - Rencana

3.8K 421 35
                                    

Nih double up nya.. maaf kalau agak gak nyambung ceritanya...

.

"Nanti saya tanya Hanna.." Saat keluar dari kamar, Hanna melihat ibunya yang sedang menelepon seseorang.

".."

"Saya juga pengennya begitu. Mudah-mudahan mereka bisa rujuk lagi," kata Sri membuat Hanna penasaran. Karena ia tahu, kalau ibunya sedang membicarakannya.

"Mah," sebut Hanna membuat Sri terkejut.

"Saya tutup dulu teleponnya. Assalamu'alaikum." Sri mengakhiri panggilan.

Hanna tak melepaskan tatapannya pada sang ibu. "Mamah Sarah?" Tebaknya langsung.

"Iya," kata sang ibu tak berbohong.

Hanna mengangguk pelan. Dia duduk di samping ibunya. "Maaf yah, mah," lirihnya tiba-tiba.

"Kenapa minta maaf?"

"Karena merepotkan Mamah."

"Kamu anak mamah," ucap Sri.

Hanna tersenyum. "Aku udah gak ada harapan untuk bersama dengan Jinata lagi, Mah. Mamah harus tahu itu, dan lebih baik Mamah tidak usah menghubungi Mamah Sarah lagi untuk masalah aku dan Jinata. Sekarang aku akan ke Jakarta untuk ke kantor pengadilan agama."

Sri melotot, tak percaya dengan apa yang dikatakan anaknya itu. "Kamu serius?" Tanyanya sambil memegang tangan Hanna. "Sayang, lebih baik permasalahan kalian selesaikan baik-baik. Kamu juga harus berpikir jernih dulu, baru memutuskan. Jangan sampai bercerai. Kamu gak ingat sama anak-anak kamu?"

Hanna melepaskan diri dari genggaman ibunya. "Hanna sudah banyak berpikir Mah. Keputusan Hanna sudah bulat. Hanna akan memperjuangkan hak asuh anak-anak aku Mah," katanya.

Sri tak bisa berkata apa-apa lagi. Lagi pula itu adalah pilihan dan keputusan  Hanna untuk hidupnya.

"Lalu kamu akan berangkat sekarang?"

Hanna mengangguk.

"Naik apa?"

"Bus."

"Mau mamah antar?"

"Gak usah, mah. Kalau mamah ikut, nanti yang jagain Aisyah?"

______

Dalam perjalanan, Hanna melirik ponselnya yang sengaja ia matikan. Dia berkata pada sang ibu akan pergi ke pengadilan agama, sedangkan hatinya ragu. Hanna menyalakan ponselnya dan banyak riwayat panggilan yang berasal dari Ibu dan Ayah mertuanya. Namun tak ada dari Jinata. Hanna menghela nafasnya. Sebenarnya dia ingin Jinata, mengirim pesan atau meneleponnya dan meminta maaf, ingin rujuk kembali. Mungkin dia akan menerima permintaan maaf pria itu, tapi sepertinya tak ada harapan, membuat Hanna berpikir kalau pria itu memang sangat serius dengan perceraian mereka.

Jinata ingin bersama dengan Tia, itu mungkin saja. Hubungan Hanna dengan Reza hanya menjadi alasan. Hanna harus tahu diri sekarang, pernikahannya sudah diujung tanduk dan tak bisa dipertahankan lagi.

Tangannya menekan ikon g*ogle, dan mencari web yang memberitahu tentang proses perceraian. Salah satunya dokumen-dokumen yang harus ia bawa. Semua dokumen penting, ada di apartemen. Sekarang dia harus ke sana dulu untuk mengambil dokumen yang dibutuhkan.

Lalu ibu jari tangannya meggulir ke bawah. Matanya terkejut dengan biaya yang akan dibayarnya nanti. Untuk menggugat membutuhkan pengacara dan membutuhkan biaya yang cukup mahal, apalagi untuk mengajukan hak asuh anak. Hanna tak punya pekerjaan dan dia tak punya simpanan.

"Uang dari mana? Apa pinjam saja?" Gerutunya.

Kenapa sangat sulit untuk bercerai juga? Desisnya.
______

HEART GAME 3 : not me, but you (Completed) (Finale) Where stories live. Discover now