XXIII - Surprise

176 22 42
                                    

Sudah dua pekan lamanya Petra di rumah sakit dan sudah sangat merindukan kamarnya. Setelah diperiksakan, akhirnya sudah diperbolehkan untuk pulang hanya sesekali kontrol jahitannya. Karenanya Petra masih tak boleh banyak bergerak, duduk di kursi roda.

Paul Ral tak langsung mengajak pulang Petra malah berbelok ke jalan Western Avenue.
"Ayah, kita mau ke perpustakaan?" tanya Petra heran
"Iya, ada yang mau ayah tunjukkan padamu" ucap Paul Ral sambil menepikan mobilnya di dekat gedung bertuliskan 'Los Angeles Public Library'

Paul Ral mendorong kursi roda, mengajak anaknya menuju ruang kerjanya di perpustakaan Los Angeles. Keahlian Paul Ral merestorasi buku-buku kuno yang tersimpan. Perlu di ruangan khusus dengan kelembaban yang diatur agar tak mudah lapuk.

Paul Ral mendekatkan kursi roda Petra dengan meja baca yang panjang.
"Tunggulah disini dan kenakan sarung tangan ini. Ayah mau ambil sesuatu".
Petra mengangguk, itu artinya ayah mengambil buku kuno, perlakuan bukunya pun tidak boleh sembarangan. Paul Ral kembali dengan meletakkan sebuah buku dihadapan Petra.

Betapa terkejutnya Petra menatap sampul yang ditulis dengan aksara pulau Paradis lengkap dengan logo sayap hitam dan putih Pasukan Pengintai, sayap kebebasan. Buku yang berisi nama prajurit yang pernah ia tulis bersama Levi di malam bulan Desember.

Petra meletakkan tangannya di sampul itu, mengusap pelan meski terhalang dengan sarung tangan tapi kenangan saat menyentuh sampul itu masih sama. Titik air mata haru mengalir di pipi kanannya. Nostalgia.
Dengan cepat Petra mengusapnya

Paul Ral berkata lagi sambil membuka buku itu perlahan, "Buku ini salah satunya yang terselamatkan di pulau Paradis. Perjalanan dinas ayah kemarin menjemput buku ini. Ayah merestorasinya dan menemukan ini, bacalah" menunjukkan pada salah satu nama.

Namanya, dan ada tambahan disampingnya yang jelas bukan tulisan tangannya. Tulisan tangan Levi, kaptennya.

Petra Ral, beloved Levi's, 850

"Saat ayah membacanya, ayah menyadari kalau Levi sudah menyukaimu sejak lama"
Membuat Petra menggelengkan kepala, merasa tak percaya.

Dari belakang ada suara Levi menambahkan dan berjalan mendekat ke arahnya, "Setelah ayahmu mengatakan surat darimu sepulang misi dan membaca surat yang kau letakkan di atas mejamu. Aku menuliskannya. Tak ada pemakaman untukmu, yang bisa ku lakukan adalah itu. Bodohnya aku baru menyadari perasaanku setelah kepergianmu. Terlampau banyak kepergian lainnya yang terlewat di mataku"

Levi yang kini sudah berdiri dekat di sampingnya, memutar kursi roda Petra menghadapkan ke padanya, "Terima kasih sudah mencintaiku dengan tulus. Terima kasih pula kau telah berdoa untuk kebahagiaanku"

"Kali ini, di kesempatan kedua. Aku tak akan menyesal pada pilihanku" Levi kini menatap lekat mata Petra sambil berlutut di hadapannya. Mengeluarkan cincin di saku jasnya.

"Maukah kau menikah denganku?" pinta Levi dengan nada lembut bukan nada datar yang biasa ia dengar.

Petra menitikkan air matanya haru, "Bagaimana aku bisa menikah kalau aku masih belum lulus pada kuliahku" ucap Petra sambil bercanda.

"Kau balas dendam ya, baiklah aku tunggu" jawab Levi kesal

Petra tertawa pelan melihat tingkahnya yang menurut Petra menggemaskan. "Kau mau menungguku meski bertambah tua nantinya?"

"Diamlah, lukamu masih belum sembuh" jawab Levi sambil memosisikan untuk berdiri, "Maaf tuan Ral, saya harus mengajak Petra dan tuan Ral makan malam bersama di rumah ibuku."

"Panggil aku ayah saja, sebentar lagi kan kau akan menjadi menantuku. Hahaha" Paul Ral menepuk punggung Levi berkali-kali.

"Ayah, tunggu. Petra masih belum menerima lamarannya loh yah. Ayah ini gimana sih, gengsi sedikit lah" jawab Petra sebal. Kemudian Paul Ral menanggapi heran yang dibuat-buat dan akhirnya saling melempar argumen masing-masing.

Levi tersenyum simpul melihat perdebatan anak dan bapak yang sama saja sifatnya. Levi menarik Petra dari kursi roda dan menggendong Petra di kedua lengannya yang kokoh. Mau tak mau Petra melingkarkan tangannya pada leher Levi "Baiklah sampai dimana kau harus menolakku"

Wajah Petra merah padam, di tempat umum malah digendong seperti pengantin yang diajak malam pertama. Membuat mereka menjadi pusat perhatian mata pengunjung perpustakaan "Levi turunkan aku! Cepat turunkan aku! Kau membuat semua tatapan orang kesini"

"Ayah, bisakah kita pergi sekarang" ucap Levi menoleh pada label ayah barunya. Paul Ral dengan semangat mendorong kursi roda Petra yang kosong, "Ayo berangkat, nak"

"Tidak. Turunkan aku dulu! Ayaaaah~"

MetronomeWhere stories live. Discover now