XVI - Priority

142 24 18
                                    

Eren dan Mikasa menunggu di depan gerbang bertulis 'Pacific Park' yang melambaikan tangan agar Petra, Eld, dan Oluo dapat melihatnya. Akhir pekan di Pacific Park sangat padat terlebih di jam seperti ini. Orang-orang bakalan menunggu di bibir pantai atau dermaga untuk menikmati semburat jingga lembayung senja. Diantara kerumunan Petra baru melihat dari kejauhan, bukan hanya Eren dan Mikasa yang menunggu mereka. Ada Levi dan Gunter juga.

"Maaf membuat kalian menunggu. Tadi di cafe juga ramai pengunjung. Sekarang sudah bisa ditangani Elisa dan Nifa disana" sapa Eld.

"Ah gak apa, kita juga barusan datang. Ayo kita main-main" . Eren dan Mikasa memimpin barisan. Levi yang berada di belakang nampak sedang tidak bersemangat. Eld membisikkaan sesuatu, "Temani Levi ya, Petra"

"Eh kok aku, kan ada Gunter"

Eld tanpa meminta persetujuannya memanggil Gunter agar bertukar posisi dengan Petra. Petra cuma bisa memajukan bibirnya.

Eren menunjuk pada bianglala, "Kita naik itu yuk". Yang lainnya hanya menurut. Setelah mengantre, Eren dan Mikasa lebih dulu naik, disusul tiga temannya, dan Petra berdua dengan Levi.

Levi yang daritadi diam membuka suara, "Si monyet sialan bilang apa kepadamu?"

"Eh? Zeke maksudmu?" tanya Petra

"Ya siapa lagi"

"Bagaimana bisa tau, kau sudah pulang lebih dulu?" mata Petra melebar

"Eren yang beritau. Dia bilang apa?"

"Mungkin kasusku sama seperti Eren. Tapi dari pandangannya, kaulah yang tidak menginginkanku untuk ingat masa lalu dan membiarkannya" Petra menatap pemandangan matahari terbenam.

"Dia hanya membual. Dia tidak ingin kau yang mengingatnya bukan aku" ucap Levi.

Levi menatap iris Petra yang makin bersinar jingga berpadu dengan sinar matahari terbenam.

Dialah sinar mentarinya menerangi di kehidupan kelamnya. Dialah yang selalu menguatkannya dikala memikul beban tanggung jawab yang berat meski ia pernah di cap sebagai prajurit terkuat umat manusia. Dialah yang selalu membuat hari-harinya terasa hangat dengan senyumannya, teh buatannya, perlakuannya dan tatapan matanya.

Levi memalingkan wajah saat Petra mengetahui dirinya menatap wajah Petra cukup lama.

Petra melihat Levi yang kini terlihat pucat. Mereka berada di bagian puncak bianglala tertinggi. Cab bianglala ini terbuka, anginnya begitu kencang dan dingin yang menusuk. Levi hanya memakai sweater yang tidak terlalu tebal dan dibalut dengan jas. Tanpa memakai topi penghangat atau syal, itu takkan membuatnya hangat bukan? Petra membatin.

Petra menawarkan jaketnya dan ditolak mentah-mentah olehnya. Sekali lagi, Petra memaksanya untuk pakai jaket miliknya. Masih ditolak. Petra tidak mau tau kalau dia akan jatuh sakit. Dengan cuek Petra memasukkan telapak tangannya yang dingin ke saku jaketnya. Biar dia tau rasa, dasar bebal.

Saat bianglala hampir mencapai dasar, Levi memegang kepalanya. Di pelipisnya banyak keringat dan napasnya memburu. Levi terlihat sakit demam.

Petra bergegas menghampiri Gunter saat sudah keluar dari cab. "Gunter, antarkan kami ke rumah Levi. Dia sedang sakit"

"Baiklah, maaf kita duluan pulang ya" pamit Gunter dan juga Petra melambaikan tangan ke lainnya.

--

Sesampainya di rumah, Levi berjalan ke kamarnya. Diikuti Petra karena tidak tau letak kamar tidurnya. Levi langsung menghamparkan badannya di atas kasur kemudian Petra bergegas pergi meninggalkannya yang mungkin ke dapur.

Bukan tanpa alasan Levi bisa sakit seperti ini. Awal dari ide Eren yang ingin mengajak satu squadnya untuk pergi bersama yang barangkali bisa membuat Petra ingat. Levi malah mengusulkan untuk pergi ke Pacific Park. Menaiki bianglala disana seperti hal wajib bagi pengunjung, tapi di musim dingin seperti ini pasti sedikit yang mau menaikinya. Levi tau kalau cab bianglala itu model terbuka dan sengaja memakai pakaian tipis agar ia mudah terkena demam. Alhasil, rencana Levi berhasil agar membuat Petra bisa mengingat momen dulu saat dirinya sakit dan Petra merawatnya. Meski harus mengorbankan kesehatannya yang membuatnya paling tidak selama 48 jam urusan kantor menjadi chaos

Petra menuju dapur, menyalakan kompor untuk membuat air panas. Gunter yang disebelahnya membawakan kain handuk kecil entah darimana malah mau pamit pulang, Petra jelas menahannya, "Gunter, kau yang akan merawatnya kan? Disini dia tinggal sendirian"

"Aduh, maaf Petra. Aku tidak bisa meninggalkan orang tuaku yang sudah sepuh di rumah. Jadi, tolong ya Petra kamu yang merawatnya" tampang Gunter yang sedikit memelas.

"Yah, begitu ya. Baiklah, kau boleh pulang" Petra hanya bisa pasrah. Mana bisa ia meninggalkan orang yang sakit sendirian.

"Baiklah, hubungi aku kalau ada yang ingin kau tanyakan. Oh ya disini kau jangan sungkan menggunakan semua alat dan membuat apapun, Levi tak akan keberatan. Bye Petra" Gunter pun berbalik dan pergi. Padahal saat berbalik, Gunter menyeringai kegirangan karena misi berhasil.

Petra menelpon ayahnya untuk izin menginap di rumah Levi dan responnya luar biasa senang. 'Jaga dia sampai benar-benar sembuh ya' pesan ayahnya sebelum menutup telponnya. Petra menghela napas berat, tidak ada pilihan lain. Petra melepaskan jaketnya dan menggulung lengan sweater tebalnya, memulai masak.

MetronomeWhere stories live. Discover now