Before Metronome

159 19 8
                                    

Setelah terakhir kalinya Petra melihat kapten Levi ternyata tubuhnya yang menghilang dibawa menuju sebuah pintu dari sebuah menara jam. Tanpa ragu Petra membukanya dan masuk ke dalam. Ternyata tak seperti yang dibayangkan, di dalam ada hamparan luas rerumputan. Langitnya cerah namun tidak menyilaukan dan panas. Di tengahnya ada pohon besar yang dikelilingi bunga yang berwarna warni. Seperti sebuah mimpi. Ah bukan, seperti gambaran kecil dari surga.

Petra melihat teman-temannya yang langsung merebahkan tubuhnya dengan santai di atas rerumputan yang empuk. "Tak kusangka kita semua bisa berkumpul disini" ucap Gunter yang sedari tadi duduk menyilangkan kaki. Petra yang masih berdiri tertarik menuju pohon besar pun berjalan mendekat. Seorang wanita dengan rambut panjang hitam bergelombang yang sibuk melakukan sesuatu di dekat pohon itu, Petra menyapa pada wanita itu "Hai. Adakah yang bisa saya bantu?"

Wanita itu menoleh memandang mata Petra. 'Cantik sekali' batin Petra melihat wanita yang memiliki kelopak mata sedikit sayu, hidungnya yang mancung, bibir tipis yang menyunggingkan seulas senyum dan wajahnya yang mengingatkan Petra pada seseorang.

"Hai, ah ini. Aku sedang berdoa untuk anakku". Petra menautkan alis dan memiringkan kepalanya, baru kali ini mendengar istilah berdoa. Wanita itu mengalihkan topik, "Kita belum berkenalan, namaku Kuchel Ackerman. Namamu siapa gadis manis?"

Petra melebarkan matanya, pantas ia merasa teringat pada kaptennya karena memiliki marga yang sama. Petra pun duduk di sebelah Kuchel dan tersenyum dengan menaruh sebelah tangannya di dadanya, "Nama saya Petra Ral, salam kenal. Rasanya saya tau nama anak ibu. Levi kah?"

Kuchel mengangguk semangat, "Iya benar. Kau temannya?"

"Ya, saya anggota dibawah komandonya dan disana juga. Anak ibu sudah menjadi kapten dan prajurit terkuat umat manusia saat ini" ucap Petra dengan semangat sambil menunjuk ke arah teman-temannya.

Kuchel yang mendengarnya menitikkan air mata, menuangkan perasaan yang bercampur aduk. Masih bisa ia dengar dengan pilu saat itu mendengar tangis anaknya sewaktu bayi. Masih bisa ia rasakan lembut pipi anaknya ketika merasa gemas dengan apa yang ia lakukan bersama dengan dirinya dari bersih-bersih, mencuci baju, memasak, dan makan bersama. Masih bisa ia melihat tatapan anaknya yang khawatir saat dirinya hanya tergeletak di atas kasur dengan batuk yang teramat kencang. Kuchel merasa bersalah meninggalkan anaknya yang masih kecil. Namun ia merasa bersyukur kini anaknya mendapatkan hidup yang lebih baik di atas permukaan, menjadi orang dengan pribadi yang diandalkan, dan memiliki teman.

Petra menatap Kuchel dengan perasaan yang sama. Petra pun ikut menangis bersama.

Setelah puas menangis bersama, kini Kuchel menjelaskan istilah berdoa karena tergambar jelas tadi Petra kebingungan, "Berdoa adalah bentuk penyerahan diri kita kepada Tuhan. Kau bisa meminta apapun dari Tuhan nanti Tuhan akan beri"

"Benarkah? Meminta apapun?"

Kuchel menjawab dengan yakin "Iya? Apapun. Kau bisa bilang apa yang diinginkan. Seperti ini caranya". Kuchel menautkan kedua tangannya dan memejamkan matanya, Petra pun mengikuti.

'Tuhan, kalau Petra bisa meminta. Aku hanya ingin kapten Levi bahagia' batin Petra menggaungkan doa.

Terdengar di belakangnya, tepat di dalam pohon seperti bunyi mekanik jam yang berjalan namun bunyinya tidak mulus. Petra membuka matanya kaget, menoleh pada Kuchel, "Tadi ada suara dari dalam pohon. Apakah selalu begini saat berdoa?"

Kuchel menggeleng tapi ia bisa memahami kalau gadis dihadapannya adalah alasan mengapa dirinya bisa berada disini, "Tuhan mengabulkan doamu, sayang. Kita bisa bersama memperbaiki mekaniknya sekarang". Petra pun mengangguk semangat, memasuki pohon itu yang berisi ribuan mekanik yang saling tersambung. Melihatnya Petra merasa tertantang untuk bisa memperbaikinya.

Petra dan Kuchel memperbaiki mekanik itu dan hubungan mereka kian dekat. Petra menceritakan segala yang dialami kapten Levi yang ia tau dan kejadiannya kebersamaan berdua.

Kuchel menyikut pelan Petra menggodanya "Ternyata hubungan kalian lebih dari teman ya"
"Ah, tidak. Sungguh" Petra yang gelapan menjawab karena gugup. Kuchel jadi tertawa kecil, "Maafkan anaknya ibu ya. Sepertinya dia tidak memahami perasaan. Ibu belum sempat mengajarkan padanya". "Bukan begitu, Ibu. Kapten Levi memahami perasaan dan selalu mempedulikan teman-teman" jawab Petra meyakinkan ibu Kuchel.

Terdengar lonceng yang berbunyi setiap kedatangan teman Pasukan Pengintai yang telah meninggalkan dunia akan ke tempat ini. Petra jadi lebih bersemangat bahwa doanya dapat terkabulkan.

Perlahan namun pasti, akhirnya terselesaikan juga mekanik di dalam pohon. Menimbulkan suara dari detak yang teratur dan mekanik yang berjalan dengan mulus. Petra dan Kuchel memandang pohon di dekatnya yang membuatnya tersenyum, kemudian melihat dari kejauhan pintu itu terbuka dan satu per satu teman Prajurit Pengintai keluar dari tempat ini.

"Kita berhasil sayang. Doa kita terkabulkan" Kuchel memeluk erat Petra

"Iya bu. Apakah ini yang terbaik?" tanya Petra meragu

Kuchel melepaskan pelukannya dan menatap lekat Petra. Tatapan mata milik ibu Kuchel sama seperti tatapan dari lelaki yang membuat Petra tersentuh hatinya, "Iya sayang, lihatlah sebentar lagi kita akan keluar dari tempat ini dan memulai kehidupan yang baru bersama di dunia"

"Yang Petra inginkan adalah kapten Levi yang hidup bahagia"

Kuchel memegang erat pundak Petra, menguatkannya, "Hadiah dari Tuhan akan selau membahagiakan" ucap Kuchel tersenyum.

Kuchel menyadari hanya mereka berdua di tempat ini, "Petra, ayo kita keluar sekarang"

"Petra masih disini dulu bu. Masih ingin memandang pohon ini"

"Baiklah, ibu duluan ya" Kuchel mengecup kedua pipi Petra yang membuatnya menangis dan mereka berpelukan lagi. "Sampai berjumpa lagi ya sayang" ucap Kuchel lirih.

Petra pun mengangguk, memandang punggung ibu Kuchel yang berjalan mendekat pada pintu. "Terimakasih ibu Kuchel" ucap Petra.

Sesampainya Kuchel di pintu, terdengar langkah yang memasuki tempat ini. Ia bisa tahu kalau itu adalah anaknya karena hanya dialah yang bisa memasukinya, Kuchel pun menyambutnya dengan senyuman kemudian mengajak bersama Levi untuk keluar melewati pintu.

Untuk kesempatan kedua.
Untuk mengharmonisasikan metronome yang berdetak.

MetronomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang