12. D e n d a m

10 1 0
                                    

Amarah menguasai, pikiran tak terkendali
Luka membuatnya membenci
Akan permainan semesta yang hanya mengumbar janji

__________
_________________

07:45

Seseorang tengah perdiri berkaca pinggang memandang seseorang yang tengah terikat dibangku dengan wajah pucat juga darah mengering ditubuhnya.

Rasa kesal terlihat jelas di wajah tampannya, lalu tanpa belas kasian cowok itu menendang kaki seseorang yang tidak sadarkan diri itu, yang mana dia adalah Reygan.

"Heh bangun!!" Ucap Langit cowok kejam itu. Tak lama kemudia dia bisa melihat Reygan mengerjapkan matanya pelan, mencoba mengumpulkan kesadaranya.

Reygan meringis kesakitan ketika mencoba menegakan tubuhnya. Dia ingat terakhir kali sebelum tidak sadarkan diri, dia terkena tembakan seseorang tepat di punggungnya.

"Masih sakit ya rupanya? Padahal aku sudah mengambil pelurunya." Ucap Langit dengan serigaian menyebalkan. Reygan yang melihat itu hanya memperlihatkan wajah datar, tidak berminat meladeni mahkluk psikopat di depanya ini. Reygan justru berfikir bagaimana cara melepaskan dirinya sekarang. Lantas dia melihat sekeliling ruangan, Orion--- dia tidak menemukan rekanya itu disini. Apa yang terjadi padanya?

"Mencari temanmu ya? Sekarang mungkin dia sudah tewas kehabisan darah, mantan temannya sangat pintar membuatnya mati dengan perlahan hahhaha," ucapnya yang mana membuat Reygan naik darah lalu menatap Langit dengan tajam.

"Kau tidak bisa bicara ya? Padahal aku pernah melihatmu berbicara dengan Riga. Sendari tadi aku seperti bicara sendiri pada patung." Ucap Langit merasa kesal akan sikap diam Reygan. "Ah aku lupa jika kamu memang benar-benar anaknya Aksa, pria tua yang irit bicara." Ucapnya mulai mengoceh tentang Ayah Reygan.

"Apa maumu?" Tanya Reygan tenang.

"Akhirnya bicara juga, emm mauku kamu---mati HHAHAHHA" jawab Langit dengan tawa yang memekakan telinga.

"Apa alasanmu?" Tanya lagi Reygan mencoba mencari tahu apa yang diinginkan cowok aneh didepanya itu.

"Hey--hey aku tidak punya alasan untuk melenyapkan seseorang, itu kesenanganku." Jelasnya dengan enteng.

Benar yang di katakan Ardan waktu itu mengenai kepribadian Langit. Siapapun yang melihatnya pasti tidak akan percaya jika dia seorang psikopat. Wajah tampan juga postur tubuh yang tinggi tegap membuatnya seperti pria muda yang normal dan baik hati. Tapi sayang itu hanya didalam mimpi.

Melihat keterdiaman Reygan sembari menatap wajahnya lekat, membuat Langit risih "Jangan menatapku seperti itu bodoh!". Reygan tidak membalas, dirinya merasa muak melihat iblis berkedoh wajah malaikat didepanya ini.

"Kamu sangat membosankan sekali ya rupanya, Aksa memiliki alasan apa ya sampai-sampai mau menutupi identitasmu seperti ini? Pak tua itu selalu punya cara untuk mengalihkan pembicaraan ketika aku bertanya tentang putra pertamanya yang tidak mau memimpin perusahanya." Ocehnya lagi.

"Jika dilihat-lihat, Riga memang lebih baik dari kamu. Ah cowok bodoh itu mudah sekali ditipu."

"Apa maumu?" Tanya Reygan lagi, tidak suka bertele-tele.

"Sudah aku katakan, aku ingin kamu mati. Agar Aksa menangis meraung-raung melihat putra tersayangnya mati." Ulangnya lagi dan Reygan belum bisa menangkap maksud cowok itu.

"Apa seperti ini ekspresi yang kau tunjukan ketika membunuh kedua saudaramu?" Ucap Reygan memancing emosi Langit. Seketika wajah langit berubah, ekspresi setanya kini benar-benar berubah menjadi iblis. Matanya menatap tajam Reygan, siapapun yang melihatnya sekarang pasti akan ketakutan.

"Kau tahu ya rupanya tentang pengalaman membunuhku?" Tanyanya dengan ekspresi mengerikan."Hahhaha, kamu tahu apa tentang semua itu HAH? Kamu tahu apa tentangku HAH?" Reygan---cowok itu hanya menatap datar punggung Langit yang sekarang berdiri membelakanginya.

"Dulunya aku bocah kecil yang sangat polos dan baik hati, tapi---iblis bernamakan Ayah menjadikanku seperti sekarang. Apa kamu mau dengar ceritaku?" Ucapnya sembari menatap lekat wajah Reygan yang teramat sangat tenang. Reygan mencoba mencari tahu kemana arah pembicaraan cowok iblis didepanya ini.

"Dulu setiap pulang kerja, Ayah selalu memukul aku, kakak dan juga adikku. Dan kamu tahu apa alasanya? Itu semua gara-gara Aksa, dia selalu kalah darinya dalam bersaing bisnis. Hahhaha Ayahku yang bodoh selalu kalah dari ayahmu yang sangat sempurna itu. APA KAMU TAHU ITU HAH?" Seharusnya Reygan sudah bisa menebak arah pembicaraan cowok itu sendari tadi.

"Setiap kali Ayah memukul kami, ibu selalu menangis dan memohon pada iblis itu untuk berhenti. Tapi apa yang dia lakukan? dia malah memukul ibu dengan sabuk ularnya juga." Reygan bisa menangkap kekosongan juga kesedihan di manik hitam Langit.

"Sampai disuatu malam, aku melihat ibu bersimpuh pada ayah. DAN KAMU TAHU APA YANG IBUKU KATAKAN?" Terianknya didepan wajah Reygan.

"Dia menyuruh ayah membunuhnya, tapi dengan syarat ayah harus berhenti memukul kami. Mengetahui hal itu  Aku langsung berlari kekamar kakak. Namun, sebelum aku masuk  isakan tangis adiku terdengar. Katanya dia ingin bebas dari kekejaman ayah begitu pula dengan kakakku. Mendengar itu, aku langsung berlari kedapur mengambil sebuah pisau yang sampai sekarang menjadi kesayanganku." Mendengar ucapanya barusan Reygan serasa hilang kata.

"Dan ya akhirnya aku berhasil membantu mereka bebas selamanya dari neraka bernamakan rumah, APA AKU SALAH MEMBANTU MEREKA? Lalu Ayah dan ibu mendatangiku ketika mendengar suara tawa bahagiaku. Mereka terlihat kaget ketika melihat kedua tanganku berlumuran darah. Yang membuatku sedih dan kecewa adalah ketika ibu menangis meraung memeluk tubuh kakak juga adikku yang bermandikan darah, padahal aku melihat mereka tengah tersenyum bahagia di pojok kamar. Sedangkan ayah dia langsung lari keluar, aku rasa dia sedih kehilangan dua bonekanya. HAHAHHAH."

Cukup, ini terlalu mengerikan. Reygan sadar cowok ini benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya sejak dulu. Tapi ini juga bukan kesalahannya sepenuhnya, Reygan merasa miris akan kehidupan cowok didepanya ini. Dalam hati Reygan sangat bersyukur, hidupnya jauh lebih baik dari Langit. Meskipun dia punya ibu tiri yang kejam, setidaknya Aksa masih menyayanginya dengan sepenuh hati.

"Sejak saat itu aku benar-benar membenci Ayahmu---Aksa Arnantha. Dan aku berusaha menghacurkan hidupnya dengan berusaha membunuhmu, karena kamu sumber  kebahagian dan sangat berarti baginya. Emm---Riga, aku rasa dia tidak cukup berarti untuk Aksa makanya aku membebaskan dia. Tapi sayang, dia kemarin malah ikut masuk ke permainan yang aku buat dan dengan seenaknya menghancurkanya, cowok itu pantas mati. Sedangkan adik kecil perempuammu yang manis dan cantik, aku pastikan sekarang tengah terbaring tak berdaya dirumah sakit."

"Aksa---tanpa harus mengotori tanganku dia akan mati perlahan karena penyakitnya. HAHHAHAHH---dan sekarang giliranmu. Tidak sabar melihat reaksi Aksa melihatmu tewas di tanganku diakhir penderitaan hidupnya." Ucapnya lantang sembari mengeluarkan pisau dari jacketnya lalu mengikis jarak dengan Reygan.

"Apa setelah membunuhku kamu akan puas?" Tanya Reygan datar. "Jika iya, lakukanlah. Tapi berjanjilah untuk berhenti menjadi psikopat!".

Reygan tidak memikirkan keadaanya yang dalam bahaya ini. Dia malah memikirkan kondisi kedua adik dan ayahnya. Terkahir kali melihat Riga kemarin, kondisinya cukup buruk untuk sekedar menyelematkan diri. Reena---adik manisnya itu semoga baik-baik saja dan ucapan Langit barusan semoga hanya omong kosong. Lalu tawa keras Langit menyadarkan Reygan kembali.

"Hey hey---kau tenang sekali ya rupanya di ujung hidupmu." Bersamaan ujung pisau yang tajam berhasil mengores leher panjang Reygan. Setitik darah keluar, rasa dingin lalu perih dirasa setelahnya. "Tutup matamu agar tidak melihat betapa sadisnya aku menghabisimu!" Bisiknya tepat ditelinga Reygan.

Reygan pasrah, jika ini memanglah akhir hidupnya. Namun, suara pintu yang dibuka paksa mengagetkannya. Rupanya Tuhan belum mengizikan dirinya untuk mati hari ini.

Next==>

Sorry ya, part ini rada sadis juga panjang!

LUKA (Bintang Yang Hilang) On GoingWhere stories live. Discover now