Here For You

1.4K 139 53
                                    

Ketukan bertubi-tubi pada pintu kamarnya membuat Jinan terpaksa bangun dari tidur singkatnya. Ia mengucek matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.

Semalaman ia mengerjakan skripsinya hingga pukul 3 pagi. Iya, Jinan lagi kejar target. Jinan benar-benar sudah ingin lulus. Ia muak dengan revisian!

"Sebentar.." kata Jinan.

Jinan bangkit lalu berjalan menuju pintu kamarnya. Ketika pintu terbuka, yang pertama kali Jinan lihat adalah sang adik. Najwa bukan Shihab.

"Apa?" tanya Jinan masih nguap-nguap.

Najwa menatap sang kakak heran.

"Lo tidur jam berapa?" tanya Najwa.

"Jam 3." jawab Jinan.

"Lo ngga cek hp?"

"Engga. Lagian ngga ada yang ngechat gue juga."

"Kak Cindy?"

"Engga, dia lagi sibuk UAS. Kenapa sih?"

"Papanya Kak Cindy meninggal."

"HAH?!"

Mata Jinan kini benar-benar terbuka lebar. Apa yang ia dengar tadi? Serius? Jinan harap ini mimpi buruknya.

"Tampar gue, Wa." pinta Jinan pada sang adik.

Dengan senang hati Najwa lakukan.

Plak!

"ANJENG SAKEET!" Jinan mengusap pipi kirinya.

"Lo yang minta." jawab Najwa santuy.

"Gue pikir ini mimpi. Eh tapi lo tau dari mana?"

"Udah itu ngga penting! Sekarang lo mandi, terus sana ke rumah kak Cindy!"

"Iyaaa!"

Jinan kembali menutup pintu kamarnya. Rasa khawatir seketika muncul. Tiba-tiba ia tak dapat berpikir jernih, yang ada dipikirannya kini hanyalah gadis manis itu. Cindy.

Setelah satu jam bersiap, Jinan segera mengeluarkan mobilnya dari garasi. Kebetulan Ayah dan Bundanya sedang tak ada di rumah, jadi ia hanya pamit dengan Najwa.

"Kenapa kamu ngga ngabarin aku, Cindy?"

Jinan mencoba tetap tenang. Gawat jika dia sampai panik. Bisa-bisa Jinan masuk rumah sakit lagi. Ah kagak dah.

"Tungguin Jinan ya, Cindy."

***

Rumah itu kini terlihat sedikit lebih ramai dari biasanya. Karangan bunga bertuliskan "Turut Berdukacita" menghiasi halaman rumah tersebut. Rumah yang selalu Jinan tuju, ketika ia senang maupun sedih. Rumah itu bukan rumah Jinan. Tapi salah satu pemiliknya, dia adalah tempat Jinan pulang. Sejauh apapun Jinan pergi.

Jinan melangkahkan kakinya menuju pintu masuk rumah tersebut. Suasananya berbeda. Sulit untuk dijelaskan.

"Bang.." panggil Jinan lirih pada seorang pemuda yang duduk seorang diri di kursi teras rumahnya.

Pemuda itu mencoba tersenyum pada Jinan. Sudah amat jelas itu senyum yang dipaksakan.

"Turut berdukacita. Maaf baru bisa dateng." ucap Jinan sendu.

"Gapapa. Makasih ya, Nan." balas pemuda yang tak lain adalah kakak dari sang kekasih.

"Papa Abang udah.."

Lacerta agilisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang