Cieee Baikan

1.4K 114 62
                                    

Cindy segera turun menuju ruang tamu setelah mendengar ucapan sang Mama. Bukan untuk bertemu Ariella, tapi Jinan. Ya iyalah, kangen. Beberapa minggu ngga ngobrol, ngga becanda, ngga main bareng. Ah, betapa menyiksa kehilangan Jinan.

Tapi ketika dirinya sampai di ruang tamu, yang ada hanyalah Eril dan sang kakak yang tengah berbincang.

"Jinan mana?" tanya Cindy pada sang Kakak.

"Baru banget dia pamit pulang." jawab sang kakak.

Tanpa pikir panjang ia segera berlari keluar rumah. Dan sepertinya malam ini adalah malam keberuntungan Cindy. Jinan belum pergi, hampir sih. Lagi mau buka pintu mobil.

"Jinan!"

Bruk!

Namanya juga si tukang ngadi-ngadi, kalo ngga ceroboh ya mana lengkap. Saking cepatnya ia berlari, ia tak sempat mengerem. Hingga akhirnya Cindy jatuh, tapi ia tak merasakan sakit sedikitpun. Ya karena dia menubruk Jinan.

Setelah kembali menyeimbangkan tubuhnya, Cindy berdiri dan menatap seseorang yang sangat ia rindukan akhir-akhir ini.

"Mau kemana? Jangan suka datang dan pergi seenaknya." kata Cindy, matanya mulai memerah.

"Maksudnya?" tanya Jinan, sok gatau.

"Kamu kesini mau ketemu aku kan? Belum ketemu kenapa udah pergi?"

"Ha? Aku bukan mau ketemu kamu. Aku mau ketemu mama kamu dan aku udah ketemu sama beliau. Ya udah aku pulang. Apa yang salah? Lagian urusan aku udah selesai."

Cindy melongo tak percaya mendengar penjelasan Jinan. Jadi? Jinan bukan ingin bertemu Cindy? Serius? Yahh malu sih, tapi gapapa.

"Aku minta maaf.  Kenapa sih kamu jauhin aku? Kenapa gamau ngomong sama aku? Kamu tau ngga aku setiap hari khawatir sama kamu. Kamu jarang teateran. Sering pulang kampus malem kata Najwa, sering nugas sampe pagi. Sejak kapan kamu bisa melek nugas sampe pagi? Apa aja yang udah aku lewatin selama kamu jauhin aku?" gadis itu kini mulai menyeka air mata yang jatuh.

Jinan diam saja, tak tega sebenarnya. Bahkan ia ingin memeluk gadis itu saat ini juga dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi ya namanya Jinan, gengsi tetap number one!

"Gimana kakinya? Masih sakit? Apa kata dokter?" Cindy memaksakan senyumnya dan mencoba berhenti menangis.

"Gapapa, cedera ringan." jawab Jinan datar.

Sudah cukup, Cindy lelah. Gadis manis itu kemudian masuk ke dalam mobil Jinan, duduk di samping kursi pengemudi dan memakai seatbelt. Ia tidak peduli kemanapun Jinan akan membawanya, pokoknya ia ingin bersama Jinan. Apalagi ini malam Minggu.

Selang beberapa menit, Jinan masuk ke dalam mobilnya. Suasana hening. Jinan sendiri bingung apa yang harus ia lakukan bersama dengan seorang penumpang yang tak ia harapkan itu.

"Bawa aku kemanapun kamu mau. aku mau sama kamu." ucap Cindy sambil menatap dalam-dalam wajah samping manusia setengah kadal itu.

Jinan tak menjawab, ia menyalakan mesin mobilnya dan mulai menjalankan mobilnya. Entah akan kemana yang pasti nantinya ia akan pulang.

Satu jam lebih perjalanan hanya diisi oleh keheningan. Jinan betah banget kalo disuruh diem gini, tapi Cindy yang tersiksa. Sampai akhirnya gadis bergigi kelinci itu menghentikan mobilnya di depan sebuah minimarket.

Jinan bersiap turun dari mobilnya, namun gadis di sebelahnya itu menahan tangannya.

"Ih Jinaaaaan, kamu mau apa?" tanya Cindy.

Lacerta agilisOnde histórias criam vida. Descubra agora