"Halo? Ada apa? Gue lagi kerja kelompok," ucap Nando langsung.

"Aku kangen," ucapku lirih.

"Nanti aja malem telpon lagi, gue sibuk,"

"Tapi aku mau ngobrol sama kamu bentar aja,"

"TAU SIBUK GA SI?" bentak Nando disebrang sana. Aku diam. Aku benci dibentak, aku takut dibentak.

Aku langsung keluar dari kedai tadi. Rio langsung mengejarku dan memanggilku. Aku tidak peduli. Aku menangis sambil terus berjalan. Aku gasuka dibentak. Aku cuma kangen Nando, gaperlu sampe bentak bisakan?

Aku berhenti dan duduk di salah satu kursi dekat pohon yang waktu itu.

"Ann," panggil Rio hati-hati.

Aku terus menangis. Rio duduk disampingku dan memeluk tubuhku. Aku membalas pelukannya. Dan aku menangis di dadanya. Tangan kanan Rio mengelus rambutku lembut.

"Kenapa, hm?" tanya Rio lembut.

"Nan...Nando. Nando bentak gue, gue gasuka dibentak. Gue cuma kangen dia. Kalo dia sibuk kan bisa bilang pelan-pelan. Gue benci dibentak, gue benci Nando. Tapi gue kangen Nando, gue sayang dia. Tapi kenapa dia gitu? Sejak gue pindah kesini makin lama Nando makin ngejauh. Kadang gue telpon gadiangkat, gue bm gadiread tapi dia ganti dp, gue dm gadibales tapi dia ngetweet. Dia kenapa? Gue kangen Nando yang dulu, yang gakasar dan peduli sama gue," ucapku panjang sambil terus menangis.

"Kan gue udah sering bilang, mungkin Nando butuh waktu. Dia juga sekarang jarang nongol di grup. Lo pacaran sama dia udah 2 tahun lebih kan? Saling ngertiin aja," ucap Rio sambil terus mengelus rambutku.

"Tapi gue cape, Ri. Udah hampir empat bulan gue gini. Gue cuma pengen kita kaya dulu lagi," ucapku sambil melepas pelukan Rio.

"Hey, liat gue." ucap Rio sambil menangkup wajahku dengan kedua tangannya.

"Kalo cape, berenti." ucap Rio pelan.

"Tap-"

"Kalo gamau berenti lo musti kuat bertahan," ucap Rio pelan.

Aku mengangguk. Rio menghapus jejak air mataku dengan ibu jarinya.

"Ikut gue yuk," ajak Rio sambil tersenyum.

"Kemana?" tanyaku bingung.

"Ke tempat yang bikin lo gasedih lagi," jawab Rio.

"Hmm, okay." ucapku.

***

"Keren, Rii." ucapku kagum.

Sekarang aku dan Rio ada di rooftop sebuah gedung tua. Seperti apa yang dilakukan Bang Rafa dulu. Bedanya sekarang aku bisa lihat sunset.

"Waktu itu gue juga pernah, tapi ngga ke gedung ini," ucapku tanpa mengalihkan pandangan dari langit.

"Oh ya? Sama siapa?" tanya Rio sambil duduk dipinggir gedung ini.

"Sama Bang Rafa sama Kak Naldi," ucapku lalu duduk disamping Rio.

"Ohiya, gimana kabarnya mereka? Lama gaketemu," ucap Rio.

"Masih rese kaya dulu ko," ucapku sambil terkekeh.

"Bang Rafa masih suka basket? Dan Kak Naldi masih suka gitaran malem-malem?" tanya Rio lalu tertawa kecil.

"Hmm, ya gitu." ucapku.

Aku melihat kagum ke arah sunset di depanku. Keren!

"Aw," ringisku saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipiku.

Aku menoleh dan melihat Rio menempelkan es krim ke pipiku.

"Es krim! Ko bisa?" tanyaku sambil mengambil es krim itu.

"Bisalah," ucap Rio sambil membuka bungkus es krim satu lagi yang entah dari mana dia dapatkan.

"Dari mana? Ko bisa si?" tanyaku sambil terus menjilat es krim.

"Dari mana ya? Haha, udah si tinggal makan aja susah banget," ucap Rio tanpa mengalihkan pandangan dari sunset di depan kami.

Hari ini berakhir dengan sangat menyenangkan. Melihat sunset sambil makan es krim. Best moment! Dan bersama Rio. Hm.

***

"Tft, Yooooo!" ucapku setelah turun dari motor sport Rio.

"Sama-sama. Semangat amat si," ucap Rio sambil mencubit hidungku.

"Sakit isss, gajadi lah makasihnya," ucapku sambil mengelus hidungku.

"Ahaha. Udah ah, gue balik ya. Jangan nangis lagi," ucap Rio.

"Iya Rio baweeeell," ucapku sambil tertawa.

"Heh," ucap Rio kesal.

"Haha udah sana pulang, makin malem dibegal luuuhh," ucapku sambil tertawa lagi.

"Tukang begalnya aja lagi di depan gue," ucap Rio sambil memeletkan lidah.

"Ihh. Udah sana, dadaah," ucapku sambil melambaikan tangan.

"Daah," ucap Rio lalu melajukan motornya keluar komplek.

Aku langsung masuk ke dalam rumah dan melihat Eyang diruang tamu.

"Assalamu'alaikum," ucapku lalu mencium tangan Eyang.

"Waa'laikum salam. Dari mana, ndok?" tanya Eyang.

"Abis pergi sama temen Eyang. Maaf ya, tadi aku sekalian makan soalnya," ucapku.

Eyang tersenyum lembut, "Jangan sering-sering yo, gaenak diliat tetangga," ucap Eyang sambil mengelus rambutku.

"Iya Eyang! Aku mandi dulu ya, malam Eyang," ucapku sambil mencium pipi Eyang, lalu pergi ke kamar.

"Abis dari mana lu?" tanya Rei sambil membawa gelas dari kamarnya.

"Kepo," ucapku sambil memeletkan lidah.

"Yeh abis jalan sama Rio palingan," ujar Rei sok tau. Tapi emang bener sih hehe.

Aku mengabaikan perkataan Rei dan langsung menuju kamar. Aku langsung mandi dan menghempaskan tubuhku diatas kasur. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku menuju meja belajarku dan mengambil buku biru itu. Him.

Lalu telponku bunyi, ada telpon yang masuk.

Nandos calling..

NANDO!

Aku langsung mengangkatnya.

"Nandoooo," ucapku langsung saat sudah menggeser tombol hijau. Nando diam.

"Hei? Kamu disana kan?"

"Hai. Sorry ya tadi, aku gamaksud,"

"Iya gapapa. Miss you, Ndo. I miss you like a argh. Miss you so bad!" ucapku sambil hampir menangis.

"Miss you too. Udah ya, hp gue low. Baru balik. Bye, love."

"Hmm, bye. Love you too,"

Jujur aja, rasanya sedikit kecewa saat Nando cuma nelpon sebentar. Tapi, gimana lagi? Nando lagi berubah banget. Gitu aja aku udah seneng, setidaknya Nando masih ingat denganku.

------

Haiiiii! Banyak typo yak dicerita ini, huhu maapkan. Vote sama komennya ya!

UntitledWhere stories live. Discover now