D U A P U L U H E M P A T

Start from the beginning
                                    

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Raina, semua yang ada di sana memilih bungkam.

"JANGAN DIAM SAJA!! KATAKAN DIMANA PUTRA KU!!"

"Tenang, honey!" Ucapan Pram membuat atensi Raina mengarah pada suami nya yang terlihat rapuh, kedua mata nya terlihat sembab.

"Pram!! Kau sudah berjanji untuk membawa putra ku kembali dengan selamat!! Tapi apa ini?!!" Ujar Raina, tangis nya semakin histeris melihat suami nya yang terlihat bungkam setelah mendengar perkataan nya.

"Putra kita baik-baik saja, hanya--

"Jika terjadi apa-apa dengan putra ku, aku sendiri yang akan mengubur mu hidup-hidup, Pram!!"

"Aku akan menerima nya dengan senang hati, honey!"

Pram langsung mendekap tubuh rapuh istrinya, saling menguatkan satu sama lain. Tangan Raina bahkan memukul-mukul dada bidang milik Pram.

Raels yang ada di dekapan suami nya pun sama, menangis histeris setelah melihat keadaan putra nya lewat kaca transparan yang menjadi batas untuk ruangan tersebut. Tubuh mungil putra nya di pasangi berbagai alat medis, hati nya seakan teriris melihat keadaan putra nya yang seperti itu.

"Bagaimana, Pras?!" Tanya Arnold setelah melihat Pras kembali.

"Ya, dia akan membantu."

"Katakan secepatnya, Papa." Pinta Rasya memohon.

"Iya, dia akan secepatnya sampai di sini." Beritahu Pras, ia mendekap tubuh Rasya yang masih bergetar hebat.

Hening. Tidak ada yang membuka suara sedikitpun, hanya raungan tangisan yang terdengar.

"Keluarin Bar, jangan di pendem, keluarin, nggak bagus buat kesehatan mental Lo." Ujar Raven memberitahu, tubuh Bara bergetar, namun isak tangis nya ditahan. Raven yang melihatnya menjadi tidak tega.

"Kedengarannya Ambigu, tapi kok lucu."

"Diem Van, punya kembaran kek Lo bikin stres."

"Lahh, yang nyuruh situ stres siapa?"

"Bang! Bisa diam nggak? Nggak liat situasi apa!" Gertak Rio, tidak habis pikir dengan kedua Abang nya yang masih sempat-sempatnya bercanda disaat seperti ini.

"Revan tuh yang nggak liat situasi."

"Yang duluan siapa?"

"Duluan apa sih?! Orang Raven cuma kasi tau Bara buat nangis aja, emang salah?"

"Yang waras ngalah, okey!"

Kedua nya langsung terdiam, merasa tersentil dengan ucapan Rio.

"Debat terosss, aduin chef nih!" Ancam Rico.

"Bang, jangan mulai deh." Ucap Rio menengahi ketiga Abang nya yang rada-rada miring.

Ketiga nya langsung terdiam, sama-sama memalingkan wajahnya ke arah lain agar tidak melihat satu sama lain. Bahkan Raven langsung menjauh dari sana.

Keadaan yang semula hening menjadi ricuh ketika dokter Mac keluar dari ruang rawat Raffa dengan raut khawatir yang terlihat kentara diwajah tegas nan berwibawa nya, ia berjalan mendekat ke arah Pram yang masih memeluk tubuh rapuh istrinya.

"Bagaimana? Apa kalian sudah mendapatkan pendonor?" Tanya dokter Mac.

"Ya, sebentar lagi dia akan sampai disini." Jawab Pras.

"Secepatnya, keadaan putra mu semakin kritis."

"ARAGHHHHHHHHH!!" Rasya berteriak histeris mendengar ucapan dokter Mac, begitu juga dengan Raina dan juga Raels yang semakin menangis histeris.

ARRAFFA | Selesai |Where stories live. Discover now