D U A P U L U H T I G A

19K 2.3K 404
                                    

"kakak Lindu Laffa?"

Rasya mengangguk dengan cepat, tentu saja ia merindukan adik-nya, adik satu-satunya. Rasya mencoba untuk kuat dengan tidak menumpahkan air mata di depan adik-nya, ia harus kuat.

"Kakak jangan Lindu, belat, bial Laffa aj--

Ucapan Raffa terhenti saat melihat Ramos mengarahkan revolver ke arah Rasya, kakak-nya. Tangan mungil Raffa mendorong tubuh Rasya dengan keras hingga Rasya tersungkur kesamping, Rasya tentu kaget dengan Raffa yang mendorong nya tiba-tiba.

Dor!!

Rasya langsung tersadar begitu mendengar suara tembakan yang berasal dari Ramos, tubuhnya menegang begitu melihat peluru tersebut mengenai adik-nya, tepat di bagian perut.

Keadaan langsung menjadi hening, Rasya langsung mematung begitu melihat darah yang mulai merembes dari perut adik-nya. Tubuh mungil Raffa tumbang dalam dekapan Rasya, Raffa tersenyum dengan bibir nya yang terlihat pucat.

Arnold, Pram, Rangga, Regan, Revan dan juga Raven langsung mendekat ke arah Rasya. Air mata Rasya luruh dengan deras, adik-nya menyelamatkan nya, tidak! Seharusnya ia yang menyelamatkan adik-nya.

"D-dek..." Panggil Rasya dengan suara bergetar.

Pram yang sudah sampai di sana langsung mengambil alih tubuh mungil Raffa, sebelum tubuh mungil nya berpindah ke dalam gendongan Daddy-nya. Raffa melihat sesuatu di pergelangan kanan tangan kakak-nya, Raffa kembali tersenyum, seolah-olah luka tembak yang ia dapat tidak ada rasa nya sama sekali.

"La-Laffa sa-sayang ka-ka-k."

"Kaka-k Binta-ng.." Sambung Raffa terbata.

Ucapan terakhir Raffa sebelum berpindah ke gendongan Daddy-nya, Rasya yang mendengarnya menangis histeris, meskipun tidak mengerti apa yang di maksud Kakak Bintang oleh adik-nya.

"Baby, Daddy mohon bertahan." Lirih Pram, liquid bening menetes dari kedua netra coklat terang miliknya.

Regan, Revan dan juga Raven yang melihat nya hanya terdiam. Ketiga nya tiba-tiba berdiri kaku bak patung pancoran melihat keadaan adik kecil nya yang seperti itu, baju seragam yang di kenakan nya ternoda dengan warna merah yang berasal dari luka tembak yang ada di perut nya.

"K-kak" Panggil Pram pelan kepada Arnold.

"Cepat bodoh! Jangan cengeng di saat seperti ini!" Tegas Arnold, baru kali ini ia melihat adiknya--Pram yang terlihat rapuh seperti ini.

Dan, ya! Panggilan kakak yang ia dengar dari adiknya-Pram sudah bertahun-tahun lalu tidak terdengar, dan sekarang kembali terdengar oleh telinga nya sendiri. Rasa nya ia akan mengadakan syukuran besar-besaran untuk itu, namun suasana nya tidak mendukung.

Pram dan juga Arnold berjalan tergesa-gesa untuk keluar dari ruangan sialan ini, putra nya harus segera mendapat pertolongan.

"Bangun, Bodoh!!" Sentak Rangga kepada Rasya yang tergeletak tidak berdaya, Rasya meraung-raung histeris, menangisi kejadian beberapa menit lalu.

Seandainya ia lebih cepat menyelematkan adik-nya, seandainya ia lebih cepat membaca situasi yang akan terjadi, seandainya ia tidak meninggalkan adik-nya sendirian di supermarket, seandainya--

Rasya menggeleng, ia bangkit dengan rentina hitam nya yang semakin menggelap, tatapan nya menajam begitu melihat Ramos yang sudah di kelilingi oleh pengawal. Rasya berjalan mendekat ke arah nya, nafas nya memburu dengan diliputi emosi. Sebelum mendekat ke arah Ramos, ia lebih dulu mendekat ke arah Gio untuk mengambil sarung tangan khusus.

ARRAFFA | Selesai |Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu