Bagian 35

31 6 0
                                    

Rasa sakit tak selamanya buruk, malah ia akan semakin buruk apabila tidak mengambil nilai-nilai dari yang ia ajarkan. Layaknya kerang dan pasir, ketika pasir terus menerus menyakitinya, sang kerang selalu sabar dan memeluk erat pasir itu hingga pada akhirnya pasir tadi berubah menjadi mutiara. 

Memang tak bisa langsung berdamai, tak bisa juga langsung menghilang. Rasa sakit yang ada tak akan langsung pergi apabila kita tak mau melangkah berani untuk berdamai terlebih dahulu dan ketika kita sudah menjadi pemberani, rasa sakit itu perlahan akan mulai menepi. 

Beberapa bulan kemudian...

Panasnya matahari hari ini seperti menambah penderitaan ospek mahasiswa baru di kampus Sera. Mereka baru saja selesai melaksanakan apel, Sera jadi tambah bersungut-sungut karena setelah ini dia tidak ada kelas sama sekali. Jadi pagi tadi dia sampai rela bangun pagi-pagi buta hanya supaya tidak terlambat mengikuti apel yang dimulai dari jam enam pagi. 

Sera kira semuanya akan berjalan lancar hari ini, siapa sangka apel yang harusnya selesai dalam empat jam malah merembet jadi empat jam gara-gara ada beberapa mahasiswa yang melakukan kesalahan. Untung Sera merupakan tipe mahasiswa yang kelewat cuek dengan penampilannya, jadi dia tak perlu takut dengan serangan bedak luntur dan lainnya. 

Sera langsung berjalan ke kantin fakultasnya— dia sudah berjanji dengan teman-temannya yang lain untuk berkumpul di tempat ini setelah ospek.   

"Oit! Lesu banget tuh muka," sapa seorang pemuda yang sudah duduk tenang di kantin. Sera langsung menghampiri pemuda tadi dan duduk disebelahnya. 

"Panas gila! Lo sih enak dapat pengecualian." Sera langsung mengadu nasib. Ia kemudian melipat jaket almamater berwarna kuning yang tadi dia bawa, untung saja tidak terlalu kusut.

"Minum?" tawar pemuda tadi sambil mengulurkan botol air mineral dingin kepada Sera.

"Nah, emang lo tuh paling pengertian. Gimana, lo gak digangguin kating selama lo nunggu apel kan?"

"Enggak lah, emang gue siapa?"

Pertanyaan tadi membuat Sera jadi melotot heran. "Lo Kenneth dari XHINE yang terkenal satu negara, ya kali gak ada yang minta tanda tangan lo sama sekali?"

"Mantan, Sera."

Ken, pemuda yang pernah selalu mendapat sorotan sepanjang hidupnya. Salah satu teman, sahabat, dan leader yang terbaik yang pernah ada kini dengan pemikiran dewasanya mau menjadi teman dalam babak baru di dalam hidup Sera. 

Sejak kecelakaan yang menimpanya, Ken memutuskan untuk meninggalkan semua perhatian khalayak ramai dan mulai belajar tekun untuk masuk ke universitas lambang kuning yang sama dengan Sera dan lainnya. Mereka, Ken dan Sera, berhasil masuk barisan mahasiswa Fakultas Psikologi di kampus itu. 

"Iya sih, mantan hehe." 

Ken memang bukan lagi bagian dari grup yang pernah membesarkan namanya. Tapi Ia keluar bak pahlawan. Sebelum Ken resmi pergi, dia tetap menuntaskan lagu terakhir yang memang sebelumnya harus release satu minggu setelah hari ulang tahun Sera kemarin. Namun karena kondisi dua personil yang masih tidak memungkin, lagu tadi digarap ulang oleh Ken sebagai tanda perpisahan darinya. Siapa sangka lagu tersebut benar-benar melejit hingga terputar di seluruh sudut negeri. 

"Kak minta tanda tangannya dong..." ucap perempuan dengan senyum manis dan rambut indahnya yang datang dengan seorang pemuda. 

"Sini mana dahi lo gue tanda tanganin," ucap pemuda tadi dengan ketus akibat melihat tingkah temannya yang kelewat centil.

"Inget Alex, Kal. Lo LDR bukannya tahan banting malah godain Ken," sambung Randu kepada Kalila yang kini langsung duduk di sebelah Sera.

"Gue bercanda anjir. Sok bijak lo mentang-mentang jadi ketua angkatan." 

Sapphire [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ