Bab 24

23 11 21
                                    

Suara Phillips pastilah familiar. Balthazar terpaksa menciptakan perisai terkuatnya untuk bertameng dari serangan gelombang api itu. Setelah beberapa saat, gelombang api itu pun digulung dan koyak di udara. Serta merta, ia terpaksa segera mencabut pedangnya, kala Phillips telah muncul di balik perisainya menghunuskan belati yang sama. Dentingan nyaring pun pecah mendesing di antara mereka.

“Oh! Aku tak menyangka kau masih hidup, Phill.” nadanya begitu mengejek, dengan mimik yang sombong.

Lantas mereka bertarung. Phillips dengan ekspresi datar, terus menerjang Balthazar tanpa kesempatan menyerang balik. Membuatnya menghindar terus menerus, hingga posisinya mengarah ke pintu aula.

Kala Balthazar merasa terpojok, ia buntu terus menerus hanya menangkis serangan Phillips. Maka, giliran ia kini mengeluarkan ledakan besar kekuatannya. “Inferno!” teriaknya lantang dengan geram.

Ledakan api merah itu begitu mengejutkan, serta merta, Phillips menciptakan perisainya sambil melesat mundur. Ia harus membuatnya besar, demi melindungi Will yang tergelatak jauh di belakangnya. Api Balthazar itu membakar sangat kuat, ia bersungguh-sungguh membunuh mereka berdua. 

Kala Balthazar menopang lingkaran sihirnya ke depan, menekannya kuat-kuat agar apinya terus menggempur, tiba-tiba ia menoleh kala merasakan kehadiran musuh dari belakang. Infernonya terhenti mendadak, kala sebilah pedang api biru melesat ke tengkuknya. 

Satu inci lagi, maka pedang itu sudah menikam lehernya, mungkin tembus. Dengan tangan kanan, Balthazar sigap menangkapnya, dan menggenggamnya dalam api merah. Ia berbalik, dan mendapati seorang berjubah berdiri dengan siaga, menopang lingkaran sihir biru yang mengarah padanya. 

'Sial.' kutuknya kesal.

Lantas mantra itu terucap, sesaat sebelum gelombang api biru dahsyat sama menggempurnya lagi. “Mathius!”

Serta merta, ia mengayunkan tangan kiri dengan cepat hingga teracung ke atas. Lantas, api merah meliuk, dan membungkusnya seperti pusaran beliung. 

Tatkala Jacob menghentikan serangannya, Balthazar telah lenyap dari ambang pintu aula. Ia tak berpikir serangannya berhasil, namun tahu jika si tua itu kabur. “Sialan.” kutuknya geram, dan segera berlari ke aula. 

William hanya mampu mengangkat hasta untuk menggenggam tangan Phillips. Sementara lukanya semakin parah, akibat pendarahan yang tak kunjung berhenti. Phillips tak memiliki apa pun sebagai penawar deritanya, kala ia mencoba mengangkatnya untuk keluar dari aula, William mencegahnya. 

Bibirnya memaksa bergerak, bermimik lirih mencoba mengucapkan sesuatu. Hingga, akhirnya ia nampak sekuat tenaga mengucapkan wasiat terakhirnya. Tentang anak-anaknya yang bersama Atlas, dan perihal tahta Grimmire. “Aku menunjukmu sebagai penggantiku.” diucapkannya sebagai kalimat terakhir. Kala Jacob bersimpuh di sebelahnya, ia menatap pemuda itu dengan senyum damai. Iris birunya perlahan padam, dan tatapnya perlahan kosong. Saat tangannya hendak jatuh, Phillips langsung menggenggamnya erat-erat. Dengan lembut, tangan kannannya menutup kelopak mata Will. Beriringan dengan matahari yang menyingsing di luar istana, sang raja telah gugur dari pertarugannya. Tuhan mengumpulkannya langsung bersama sang istri, beristirahat dalam damai di tengah kekacauan istananya.

Phillips menyelimuti jasad Will dengan jubah kebesarannya. Lalu ia berdiri, sementara Jacob masih terdiam memandangi Will. Ia seolah baru saja memandang sosok ayahnya yang tersenyum, tanpa sadar, air matanya menetes. Phillips mengangkat pedang raja yang sompal kecil di beberapa titik. Ia meletakkannya di sisi jasad Will, lalu berdiri tegak sebagai penghormatan. Jacob pun mengikutinya. 

“Atas nama Tuhan, semoga kepergianmu diiringi kedamaian. Pelayananmu terhadap Grimmire adalah berkat-Nya. Hiduplah namamu, senantiasa dikenang kami. Istirahatlah dalam damai, Yang Mulia Raja, George Alexander William.” salam kehormatan dituturkan Phillips dengan suara sedikit bergetar. Lalu ia dan Jacob menepukkan telapak tangan, tanda hormat terakhir untuk William, sang raja.

Kala hari mulai terang, seiring mentari yang terbit, bala bantuan dari Cliffbourne berhasil menguatkan pertahanan istana. Mereka mendesak para musuh, hingga terpojok. Galahar yang mengetahui kedatangan para prajurit Raven, menghindari pertarungan. Ia berdiri di suatu tempat bagian istana. Kala dirinya meresahkan situasi, tiba-tiba sebuah tanda dari Balthazar dikirim padanya. Seekor ular hitam bertutul hijau busuk diutus, merayap di lengannya. Lalu ular itu membisikkan, bahwa sang raja telah dikalahkan, dan ia diperintah membawa pasukannya yang tersisa, untuk pergi ke pegunungan timur. 

Lantas, ia terkekeh puas, Tuannya menang. Segeralah ia mengomando prajuritnya yang tersisa, “Gwylkohg, myrnand!” Sebuah perintah untuk mundur. Dipimpin olehnya, satu persatu berteleportasi dengan menciptakan pusaran api, membungkus diri masing-masing. 

Para prajurit istana yang terengah-engah, menyaksikan dengan tegang dan bingung. Tetapi, setelah menyadari bahwa para musuh itu mundur, mereka akhirnya lega. Betapa lelah yang berlapis-lapis menggempur fisik dan mental mereka, setelah bertempur semalam suntuk. Sebagian mereka jatuh terduduk, dan berlutut di lantai. Sementara mereka yang masih kuat, segera berkumpul untuk mengatasi istana.

Pagi itu lumayan berkabut. Kekacauan mulai mereda, dan situasi istana mulai tenang. Para prajurit bahu membahu, saling memapah, dan segera merawat diri mereka yang terluka. Mereka yang gugur, ditandu, lalu dibariskan di halaman tengah istana, jumlah mereka sekitar seratus orang.

Brody dan Warren segera mencari pemimpin Phillips. Ketika tiba di aula, betapa terkejutnya mereka, terperangah mendapati sang raja yang telah wafat. Sesaat mereka berkabung, lalu Phillips meminta agar mereka menandu jasad Will bersamanya, ke tempat lain. 

Di atas sebuah ranjang besar, mereka menidurkannya di samping jasad istrinya. Betapa nyeri hati Phillips menyaksikan keduanya. Tidak William apalagi Katharine, ia mengenal dekat mereka di luar status sebagai Sepasang penguasa Grimmire. Sekali lagi, sebelum pergi keluar kamar itu, ia meletakkan telapak tangannya di dada, sebagai penghormatan.

Setelah semua tenang, menyisakan bangunan istana saja yang belum ditata kembali, Phillips berdiri di beranda depan istana. Seluruh prajurit berkumpul di halamnnya. Phillips berpidato, menegaskan suaranya, menyampaikan kabar duka. “Bahwa, raja William telah wafat.” Sebagian mereka sudah tau, sebagian yang lain terkejut sedih mengetahuinya. Namun, Phillips tak berlama-lama untuk berkabung, ia segera menegaskan mereka untuk bersiap berangkat menuju peperangan.

Ia mengatakan, bahwa Balthazar melarikan diri. Berhasil membawa gulungan mantra itu, "Ia pergi menuju ke pegunungan timur." tegasnya di akhir.

"Peperangan ini mungkin akan menjadi yang terhebat dalam hidup kalian. Karena apa yang akan kalian hadapi, mungkin tidak hanya Balthazar dan prajurit Serpent." Mendengar itu, lantas mereka menjadi tegang. Sudah tahu siapa yang dimaksud. Lalu Phillips melanjutkan, "Mari berharap, semoga kita sampai sebelum Balthazar berhasil membangkitkannya."

"Long live, Grimmire."

Serentak mereka pun mengikuti Phillips, "Long live, Grimmire!" suara itu seru, menggema di penjuru istana. 

Matahari mulai meninggi, menyingkap kabut tebal ibu kota, dan sinarnya begitu hangat. Terkumpullah satu pasukan, dengan jumlah tiga ratusan orang. Sebagian besarnya adalah prajurit Cliffbourne, separuhnya lagi adalah prajurit Capitol. Phillips mengangkat Warren sebagai komandan, sementara sisa prajurit yang lain akan bersama Phillips untuk mengamankan istana. Ia menetap, sebab William telah menitah untuk menggantikannya.

Ketika Jacob naik ke atas kudanya, Phillips berjalan menghampiri. Ia melepaskan sabuk belati dari dadanya. "Aku ingin kau membawa ini." sodornya memberikan belati beserta sarungnya. Jacob menyandang pedang, ia merasa tidak kekurangan senjata, tapi ia tetap meraihnya dari tangan Phillips. 

“Nak, semoga keberuntungan dari sang leluhur menyertai kalian.” pesannya Phillips. Lalu Jacob mengangguk pelan, dan pamit mengekang kudanya, masuk ke dalam barisan pasukan. 

Setelah Warren berpamit pada Phillips, ia segera menunggangi kudanya. Berpacu paling depan, memimpin pasukan. Mereka berkuda ke arah timur, menyebrangi sungai Anthem, dan menuju pegunungan batu. Di mana, gua sang naga api terletak di sana, di antara belasan gua pertambangan. 





He's asleep, awaits for rage, to be awakened.

Stone Of Prime (Versi 0.2)Where stories live. Discover now