Bab 7

37 15 32
                                    

Dia berdiri di balik pintu. Seringainya tertawa jahat. "Jadi itu kau, lihat apa yang akan kau lakukan." Lalu dia mengintip dari jendela. Tetapi pemuda itu sudah tidak ada. Merasa bingung dan juga waspada, dia meraih senjata tajam dari sebuah laci. Tetapi, sore berganti malam, tak ada yang datang menghampirinya.

Malam tiba. Seperti biasa, ia masak lalu makan malam. Hanya saja, kini ia menyanding sebilah pedang di dekat piringnya. Dia waspada, menunggu dan berhati-hati apabila Jacob tadi sore benar-benar mengenalinya. Pemuda itu, benaknya, lalu tertawa getir. Tak salah lagi, aura dan sorotan tatapnya, ialah yang bertarung dengannya malam itu.

***

Keesokan paginya, regu Aaron kembali sedini mungkin saat masih gelap. Mereka melaporkan bahwa tak ada yang mencurigakan dari klinik itu. Komandan Eric yang ikut mendengar, merasa menang atas keputusannya untuk tidak menyetujui Jacob tadi malam. Tetapi itu tidak memupus harapan Jacob akan kebenaran matanya yang menyaksikan.

Sore hari, dengan izin dari wewenang kapten Logain, regu Peter berangkat. Sisanya urusan dengan markas akan dipertanggungjawabkan Logain. Ia juga sangat berharap agar Jacob benar dengan dugaannya. Strategi telah disusun rapi, mereka berangkat saat matahari telah teduh di ufuk barat. Menuju wilayah selatan, distrik tiga. "Jika situasi genting, kirimkan peringatan. Prajuritku akan menyusul kalian." pesan Logain. "Asal kalian tahu, aku percaya kalian bersama mampu lebih dari itu."

"Thank you, Sir!" jawab mereka serentak.

Tiba di klinik itu, Jacob membaur dengan tiga orang yang masih mengantri. Ia datang sendiri, mengenakan mantel apik, topi dan sepatu mahal, dengan tongkat pelengkap ditopang tangannya; ia sempurna menjadi seorang tuan muda yang menawan. Ketika seorang pria tua menanyai tujuan kedatangannya, Jacob beralasan mencari obat untuk istrinya yang sakit parah terbaring di ranjang. Pria itu pun bersimpati, sementara Jacob meminta maaf dalam hati saat melihat ketulusan pria itu.

Kala pasien terakhir telah keluar, Jacob menunggu hingga kereta kudanya pergi. Mengetahui masih ada satu pasien lagi, si dokter di dalam menyerunya untuk mempersilakan masuk. Ketika Jacob di ambang pintu, dokter itu memunggunginya sibuk dengan sesuatu di salah satu lemari obatnya.

Hening tak bersuara, langkahnya juga dihentikan. Maka dokter Raymond menghentikan aktivitas tangannya. Seketika itulah, daripada seorang pasien, ia merasakan aura seorang pembunuh yang siap menerjang korbannya.

Dengan memastikan, Raymond bertanya tanpa berbalik, "Bagaimana aku bisa membantumu?" Ia lontarkan hanya sebagai basa-basi, suaranya dibuat tenang. Raymond sudah tahu siapa yang datang.

"Aku tidak datang untuk berobat, persetan. Aku datang untuk menangkapmu, Black Doctor." tegas Jacob berdiri di belakang dokter Raymond.

Raymond terkekeh, sebelum ia membalikkan badan dengan lagak congkak. Menyeringaikan tawa mengejek. "Well, hallo, Jacob Hayden. Son of Gerard Hayden." Raymond sengaja melengkapi panggilan Jacob, supaya amarahnya terpancing.

Seketika, sebuah desingan terdengar nyaring. Tongkat dicabut, dan menjadi sebilah pedang. Mengacungkan maut ke leher dokter Raymond. Sorot mata Jacob setajam ujung pedangnya, kala mendengar nama ayahnya disebut anggota laknat klan Serpent itu. "Jangan sebut ayahku." Suaranya bergetar marah.

Sejenak Raymond menatap iris biru yang tersulut-sulut, lapisan kebencian menyalakan tatapnya yang begitu tajam. Pedangnya yang teracung hanya jaminan nyawa satu inci. Tak ada yang menghalangi Jacob dari menghabisinya, selain pesan agar sebisa mungkin menangkap musuhnya itu hidup-hidup.

"Sayang sekali aku tidak membunuhmu waktu itu!" seru Raymond senang mempermainkan Jacob dengan masa lalu. Serta merta ia menyambar pedang di meja yang tak jauh darinya,dan menangkis kasar pedang Jacob. Dentingan senjata pun menggema di ruangan itu. Adu bilah tajam terlalu sempit di sana, hingga menghancurkan barang-barang di sekitar.

Stone Of Prime (Versi 0.2)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum