"Udah sayang udah" Bujuk Raina ketika Raffa kembali menangis.

"La-Laffa yang sa-salah, La-Laffa yang kasih ka-kakak cokelat hiks..hiks..hiks"

"Enggak sayang enggak, kakak kamu yang salah, kakak kamu emang bandel"

"Mom La-Laffa--

"Bagaimana?" Tanya Pram yang sudah ada di sana, di belakangnya juga ada kedua kakaknya. Pras dan juga Arnold.

Raffa meremat kuat baju yang di pakai Raina, wajah nya ia sembunyikan di ceruk leher Raina. Ia takut untuk menatap Pram, bagaimana jika Pram memarahi nya? Ia takut, benar-benar takut.

Ceklek

Dokter Mac keluar dengan wajah kusut nya setelah menangani Rasya beberapa menit di dalam sana, ia memperhatikan satu persatu anggota keluarga Miller yang kini menunggu kabar dari nya.

"Putra mu lagi-lagi menang melawan malaikat maut" Ujar Dokter Mac setelah lama terdiam.

Ucapan dokter Mac membuat mereka tersenyum lega, apalagi Raffa yang langsung bernafas bebas setelah tadi ia terus merasa tercekat.

"Kau belum tahu Mac? Putra ku Bahkan berteman baik dengan malaikat maut." Jawab Pram.

"Ya, kau memang benar. Lain kali jika putra mu memakan cokelat lagi, aku akan membuat malaikat maut menang melawannya " Ucapan dokter Mac membuat mereka tertawa pelan.

Memang benar, Rasya seperti ini bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali. Saat ia berumur dua tahun Raina pernah memberikan nya coklat, lalu setelah nya ia kejang-kejang hingga kesadaran nya terenggut, terpaksa ia di rawat di rumah sakit berhari-hari.

Sejak saat itu cokelat benar-benar di jauhkan dari Rasya, namun Rasya tetaplah Rasya yang suka bermain-main dengan malaikat maut. Saat usia nya tiga tahun ia sengaja mencuri coklat milik Rere dan bersembunyi di bawah meja makan untuk memakan cokelat tersebut, beruntung saat itu salah satu maid melihat nya yang sedang kesakitan. Meskipun begitu ia tidak pernah menangis.

"Ya, terserah kau saja. Aku akan mendukung mu." Balas Pram kemudian masuk kedalam ruangan di mana putra nya berada.

"Baby, sini." Panggil Pram yang ada di belakang Raina, Raina menoleh ke arah suami nya dan tersenyum hangat.

Raffa menoleh ke arah Raina meminta persetujuan, Raina yang melihat nya mengangguk. Sebelum tubuh mungil Raffa di ambil alih oleh Pram, Raina mencium kedua pipi putra nya yang masih basah oleh air mata.

"Da-daddy gak malah sama Laffa? La-Laffa kila Daddy bakal usil Laffa" Raffa berujar setelah duduk di pangkuan Pram.

"Hm? Itu tidak mungkin baby, memang Putra Dad ini salah apa hm?"

Raffa mengerjap beberapa kali mendengar perkataan Pram. Rasya kakak nya, yang notabenenya anak kandung Pram dan juga Raina hampir meregang nyawa karena Raffa, dan Pram masih menanyakan kesalahan Raffa? Raffa benar-benar tidak habis pikir, air mata nya luruh tanpa di minta.

"Tidak perlu menangis baby, kakak mu yang salah." Beritahu Pram, ia benar-benar tidak tega melihat netra putra nya yang kembali mengeluarkan liquid bening.

Pram menciumi kedua kelopak mata putra nya yang terlihat sembab akibat terlalu lama menangis, bagaimanapun Pram tidak bisa menyalahkan putra bungsunya, karena memang putra bungsu nya tidak salah.

Salah Rasya sendiri, sudah tahu ia alergi berat terhadap coklat ia masih menerima suapan adik nya. Bisa saja ia menolak dengan halus, tapi apa? Rasya hanya bungkam. Jadi jangan salahkan Pram jika ia memberi sedikit pelajaran pada putra nya itu.

ARRAFFA | Selesai |Donde viven las historias. Descúbrelo ahora