22: Hanya Sekadar Kolega

645 145 4
                                    

"Hm, Ayah hampir tidak ingat rasanya selezat ini."

Chenle menyunggingkan senyumnya, tidak begitu lebar, tapi juga tidak sekecil biasanya. "Hampir satu tahun Ayah di rumah, tidak berkunjung ke hotel, wajar jika Ayah lupa."

Ayah Chenle yang sedang menyendok makanannya menghela nafasnya. "Dokter menyuruh Ayah untuk tidak banyak beraktivitas, jadi semua orang menghalangi Ayah dari keluar rumah. Lihat Ayah sekarang, menikmati makanan lezat di hotel, bahkan berjalan-jalan sebelum ini. Dokter itu meremehkan Ayah."

Chenle menggerakkan salah satu telunjuknya untuk menyentuh dan menepuk pelan dadanya. "Jangan lupa dengan ring."

Ayah Chenle berdeham canggung dan meraih gelasnya. Chenle mengerti, pasti masih ada sedikit rasa mengganjal bagi dalam diri ayahnya karena menuruti perkataan anaknya. Tidak masalah, yang terpenting ayahnya tidak membentak atau memarahi Chenle, itu sudah lebih dari cukup.

"Bagaimana proyek bersama Keluarga Park?"

Chenle berusaha menyampingkan nama Jisung begitu mendengar Keluarga Park keluar dari mulut ayahnya. "Baik, tidak ada halangan, sepertinya akan selesai sesuai dengan waktu perkiraan. Nantinya akan lebih mewah dari hotel-hotel yang kita miliki. Ayah ingin berkunjung untuk melihat pembangunannya?"

"Tidak, Ayah yakin itu akan sukses. Hotel hasil kolaborasi ini pasti akan meroket setelah dibuka. Publik sedang menyorotinya."

Walau diucapkan dengan nada datar, Chenle merasa senang mendengarnya. Ayahnya terdengar memercayainya, sesuatu yang sebelum ini jarang Chenle dapatkan.

"Musim panas hampir berakhir, cepat sekali."

Chenle melirik ayahnya dan dapat dengan jelas melihat raut sedih di wajah ayahnya. Chenle selalu tahu fakta ini, setiap kali musim panas hampir berakhir, ayahnya akan dikelilingi oleh rasa sedih karena di saat itulah pernikahan ayah dan ibunya berakhir. Berbeda dengannya yang dijodohkan, ayah dan ibunya menikah karena perasaan yang mereka miliki untuk satu sama lain, sampai akhirnya perasaan yang ibunya miliki hilang dan wanita itu memutuskan untuk mencari pria lain, mengkhianati ayahnya.

Mereka berpisah dengan tidak begitu baik. Ayahnya marah ketika mengetahui hal tersebut dan ibunya melawan dengan tidak kalah garang. Chenle rasa ayahnya masih menyimpan perasaan itu dengan baik dalam hatinya, entahlah, dia tidak yakin. Namun, melihat bagaimana ayahnya sedih sedikit membuktikan asumsi Chenle.

"Haruskah kita pergi ke suatu tempat?" Chenle bertanya. Dia ingin menghibur ayahnya. Mungkin dia akan menjadikan ini ritual di penghujung musim panas agar bisa membantu ayahnya melupakan kesedihannya.

"Ke mana?" ayah Chenle terdengar tertarik.

"Akan kucari tempat yang bagus."

Ayah Chenle mengangguk-angguk kecil. Chenle bisa melihat sudut bibir ayahnya yang bergerak-gerak kecil, sepertinya sedang berusaha menahan senyuman. Chenle tahu persis bagaimana perasaan itu, jadi dia hanya bungkam dan merasa senang dalam diam.

"Hm, bagaimana kabar Renjun? Apa dia masih satu-satunya teman yang kau miliki sekarang?"

Renjun... Chenle masih sedikit kesal karena lelaki itu tidak ingin menceritakan bagaimana bisa dia membantu Jisung ketika lelaki itu tahu bagaimana Chenle kesal dengan Jisung. Renjun benar-benar menutup rapat walau lelaki itu berkali-kali meminta maaf, bahkan ketika Chenle memaksa Renjun tetap tidak memberikan apa pun. Sepertinya Jisung memberikan segudang perhiasan untuk lelaki itu hingga dia bisa menutupinya dengan baik.

"Renjun Hyung baik dan aku memiliki teman lain, Ayah tahu itu."

Ayah Chenle menggeleng pelan. "Teman macam apa yang bertemu ketika ada bisnis saja? Itu bukan teman."

Chenle hendak memberi tahu ayahnya tentang Jisung, bahkan dia sudah menarik nafas, tapi kemudian dia sadar dia sudah memutuskan untuk tidak membicarakan pria itu sebagai temannya.

"Tidak masalah jika tidak memiliki banyak teman. Yang terpenting kau memercayai teman yang kau miliki."

Chenle mengangguk. Ayahnya benar, selama teman itu bisa dipercaya dan tidak meninggalkannya, Chenle tidak perlu khawatir bahkan jika dia hanya memiliki Renjun. Chenle tidak memerlukan Jisung atau setidaknya dia pikir begitu.

"Tapi sepertinya kau memiliki teman baru. Orang-orang di rumah bercerita."

Chenle menggeleng pelan. "Hanya sekadar kolega, sama seperti yang lain." Chenle kemudian memeriksa jam tangannya dan meletakkan peralatan makannya. "Aku harus kembali ke kantor."

Ayah Chenle tampak sedikit kecewa. "Tidak baik menyisakan makanan."

Chenle mengulas senyumnya tipis. "Ayah bisa ikut ke kantor jika ingin, sudah sangat lama sejak terakhir Ayah ke kantor bukan? Aku mengganti sofa dengan yang lebih lebar dan nyaman. Kita bisa melanjutkan perbincangan di sana."

Ayah Chenle tampak tertarik, matanya yang biasanya tampak tajam sekarang berbinar-binar. Namun, berbeda dengan reaksi yang ditunjukkan matanya, ayah Chenle menggelengkan kepalanya. "Ayah pulang saja," pria tua itu menyuap suapan terakhirnya dan meletakkan peralatan makannya, "Ayah ingin tidur siang. Mungkin setelah itu bermain catur dengan Tuan Kim."

Harus diakui, setelah hubungan mereka membaik, Chenle merasa terkadang ayahnya menggemaskan, contohnya seperti sekarang. Chenle bisa dengan jelas melihat kode yang diberikan ayahnya.

"Akan menyenangkan untuk menghabiskan bermain catur dalam liburan kita, Ayah. Lusa, aku janji."

"Lusa?" binaran pada manik ayah Chenle semakin terlihat. Namun, seolah menyadarinya, ayah Chenle memalingkan wajahnya dan mengendikkan bahunya. "Terserah padamu."

Chenle melebarkan senyumnya, kemudian satu tangannya meraih tangan ayahnya dan mengusapnya. "Sampai jumpa nanti."

Chenle berjalan meninggalkan ayahnya. Hari-hari yang dia lewati setiap hari setelah berbaikan dengan ayahnya terasa lebih ringan dari sebelumnya. Jika saja dia bisa benar-benar berhenti memikirkan Jisung, Chenle yakin rasanya akan seringan melayang di langit. Kehadiran Jisung di kehidupannya menahannya, membuatnya tetap menapak di tanah, seperti gravitasi.

Chenle memijat batang hidungnya, merasa tidak percaya bahwa bahkan pada keadaan yang sama sekali tidak berhubungan dengan Jisung, dia masih memikirkan pria tersebut.

"Ck, menjengkelkan."








Ran [JiChen | ChenJi] ✓Where stories live. Discover now