17: Tidak Tahu dan Tidak Ingin Tahu

694 155 6
                                    

Renjun memandang Chenle yang mengaduk-aduk makanannya dengan heran. Tatapan lelaki itu kosong dan sangat terlihat bahwa Chenle tidak memiliki nafsu makan sama sekali. Renjun dengan paksa mengambil sendok Chenle dan meletakkannya. Chenle yang tersadar dari lamunannya memandang Renjun dengan datar.

"Kembalikan."

Renjun menggeleng. "Jika tidak digunakan untuk makan, untuk apa?" tatapan Renjun menjadi lebih tajam dari sebelumnya. Ketajaman tatapan Renjun berbeda dengan yang Chenle miliki. Jika tatapan Chenle akan membungkam dan mengintimidasi siapa pun, tatapan tajam Renjun akan membuat siapa pun membuka mulut mereka, seolah memberi titah pada orang itu untuk berbicara hanya dengan satu lirikan. Namun, Chenle adalah Chenle, Renjun masih harus membujuk lelaki itu untuk berbicara, tapi setidaknya tidak akan sesulit jika Renjun tidak menggunakan tatapan tajamnya.

"Ada yang mengganggumu."

"Tid—"

"Itu bukan pertanyaan." Renjun memotong.

Chenle mengalihkan pandangannya sesaat, kemudian menghela nafasnya. "Aku sedikit kelelahan. Hotel menuju tahap pembangunan selanjutnya, semakin banyak hal yang harus diurus. Kemudian masalah pernikahan, aku sudah menunda untuk memikirkan ini lebih lanjut, tapi terkadang masih secara tidak sadar terpikirkan. Kemudian kondisi ayah tidak kunjung membaik. Lalu Jisu—" Chenle berhenti dengan cepat begitu sadar apa yang akan keluar dari mulutnya.

"Jisung? Kenapa dengannya?"

Chenle menggeleng. "Sedikit berdebat, tapi bukan prioritas utama untuk diselesaikan." Bohongnya.

Renjun mengangguk-angguk kecil, lelaki itu tampak tidak sadar dengan kebohongan yang Chenle ucapkan. "Kau butuh bantuan?"

Chenle menggeleng. "Aku masih bisa mengurus semuanya sendiri."

"Sampai kau sakit, aku akan benar-benar meminta gelang Cartier-ku. Kemarin aku tidak jadi memintanya karena aku tidak ingin membebani, tapi jika yang ini benar-benar terjadi, aku akan menagihnya bahkan jika kau terbaring lemas di rumah sakit. Kali ini kau bisa memegang ucapanku." Renjun begitu menggebu-gebu ketika berbicara dan itu memancing kekehan Chenle. Jika dia sakit, Chenle yakin Renjun tetap tidak akan menagih gelang mahal yang dia inginkan itu walau sekarang lelaki itu tampak seperti dia akan benar-benar melakukannya.

"Selama aku masih memiliki uang akan kubelikan, jangan khawatir."

Renjun tertawa kecil seraya memberikan sendok Chenle kembali. "Makan yang benar, lupakan sejenak semuanya."

Chenle menerima sendoknya dan mengangguk.

"Ah, aku baru ingat. Jisung menitipkan sesuatu." Renjun meletakkan sendoknya dan merogoh saku jasnya. Dahi Chenle sedikit berkerut mendengar perkataan Renjun. "Kapan?"

"Tadi, ketika kau sedang rapat. Dia tidak datang, sekretarisnya yang datang dan memberikan titipannya kepadaku. Nah, ini." Renjun mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dan memberikannya kepada Chenle. "Aku belum membukanya walau sedikit tergoda karena itu adalah Cartier dan pasti isinya mahal. Ah, dia juga menitipkan kartu untukmu." Renjun merogoh kembali saku jasnya dan mengeluarkan kartu kecil berwarna cream.

Chenle memandang kotak merah khas Cartier itu dalam diam. Sesuatu berkecamuk di dalam dirinya, terasa seperti kembang api di tahun baru. Chenle membuka kotak tersebut dan senyumnya terlukis kecil. Dia terhanyut dalam pikirannya sendiri hingga tidak mendengar Renjun yang menarik nafasnya seraya menutupi mulutnya yang terbuka lebar.

"Park Jisung gila. I-ini... wah, bahkan jika aku menabung hingga lima tahun aku masih belum bisa membeli ini."

Merasa cukup memandangi cincin bertabur berlian itu, Chenle beralih ke kartu cream yang begitu sederhana yang diberikan bersama kotak tersebut.

Ran [JiChen | ChenJi] ✓Where stories live. Discover now