6: Kau Tidak Menyembunyikan Suami Orang, Ya Kan?

877 161 15
                                    

"Suka dengan tempatnya?"

Chenle memerhatikan sekelilingnya. Renjun membawanya ke dessert kafe yang lelaki itu ketahui. Ingin mengajak Chenle mengusir penat katanya. Tanpa diberi tahu pun Chenle tahu ini akan berujung menjadi sesi interogasi dalam waktu dekat.

"Hyung, tidak perlu repot-repot menyogokku dengan traktiran. Aku tahu." Chenle menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menegakkan tubuhnya, membuat dirinya tampak superior. Mata dinginnya memandang ke arah lain agar Renjun tidak merasa seperti dimarahi olehnya.

"Apa yang terjadi lusa kemarin? Kau terdengar menakutkan, kau tahu?"

Chenle mengibaskan tangannya membuat jawabannya tampak seperti bukan masalah besar. "Kami berdebat."

Renjun menggeleng tidak percaya. "Jeno bahkan terdengar lembut saat berbicara denganmu, tapi kau membalasnya dengan dingin."

Chenle menghela nafasnya sembari memejamkan matanya. Kemudian dengusan sinis keluar begitu saja dari mulutnya. "Lembut..." Dia bergumam.

"Apa?"

Chenle menggeleng. "Tidak. Kami berdebat, titik."

Renjun menghela nafasnya dan mengibas-ngibaskan tangannya. Itu pertanda bahwa lelaki itu menyerah dengan kepala batu Chenle.

"Terserah, terserah. Aku tidak bisa berbicara denganmu. Pesan apa pun yang kau mau."

Salah satu sudut bibir Chenle tertarik sedikit. "Terima kasih." Dia berucap datar.

"Ah, aku lupa bilang padamu. Sepupuku akan ikut makan berhubung aku yang mengeluarkan uang, apa tidak apa? Jika kau k—"

"Hanya untuk makan?"

Renjun mengangguk. "Dia harus pergi ke studionya setelah itu."

Mata Chenle menelusuri setiap hidangan yang ada dalam menu yang terpampang di papan besar dan juga jajaran kue yang ada di etalase. Namun, mulutnya menyahuti perkataan Renjun. "Studio?"

"Studio lukis. Dia pelukis yang handal. Sekali kau membeli karyanya, kau tidak bisa berhenti."

"Apa dia membuka kelas?"

Mata Renjun membulat. "Ya, dia membuka kelas." Kepala lelaki itu mengangguk antusias seraya menatap Chenle dengan kagum.

"Apa kau mengenalnya?"

Chenle menggeleng seraya menoleh kepada Renjun. "Tidak. Aku ingin caramel macchiato dan charlotte cake."

"Kupikir kau kenal. Sudah sana, kau duduk saja. Ah, pegang ponselku, siapa tahu sepupuku menghubungi." Renjun merogoh sakunya dan menyerahkannya kepada Chenle.

Chenle pun pergi mencari tempat duduk. Matanya menelusuri setiap sudut, mencari tempat yang sedikit terasingkan. Dia pun akhirnya memilih meja yang berada di dekat taman indoor kecil kafe ini. Sisi yang menempel dengan dinding adalah sofa dan Chenle memilihnya sebagai tempat duduknya.

Kakinya disilangkan dan punggungnya disandarkan. Chenle meletakkan ponsel Renjun di atas meja dan merogoh saku blazer yang dia kenakan, mengeluarkan ponselnya yang berbunyi.

Park Jisung. Pria ini menghubunginya.

Chenle sedang tidak ingin menanggapi ocehan pria ini, jadi dai mematikan ponselnya. Chenle nyaris memukul meja ketika kembali mendengar getaran, tapi mengingat ponselnya sudah dimatikan, itu pasti ponsel Renjun.

Chenle memandangi nama yang tertera di layar. Chenle dengan ragu-ragu meraih ponsel Renjun dan mengangkat panggilan tersebut.

"Renjun-ah, kau duduk di mana?"

Ran [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang