14: Dia Menyukai Seseorang

727 158 3
                                    

Hal paling menjengkelkan yang ada di dunia menurut Chenle adalah ketika dia harus berpura-pura memiliki rumah tangga yang harmonis di depan semua orang bersama dengan Jeno. Chenle tidak tahu jika dia akan bertemu dengan Jeno di sebuah acara dan dengan sangat terpaksa Chenle harus menempel dengan suaminya itu karena ada kamera di mana-mana.

"Aku tidak tahu kau diundang." Chenle yang duduk di samping Jeno di sebuah meja bundar memulai percakapan dengan berbisik untuk memecah keheningan.

"Kau tidak tahu apa pun tentangku, Sayang." Jeno membalas dengan senyuman, tampak hangat dan ramah, tapi nada bicara pria itu begitu tajam.

Chenle terkekeh hampa. Semuanya berubah dengan cepat. Rasanya baru beberapa minggu yang lalu pria ini selalu melapisi ucapan dan tindakannya dengan madu dan gula, lihat tingkahnya sekarang. Namun, setidaknya Chenle tidak merasa dibohongi, ini adalah Lee Jeno yang dia kenal.

"Aku butuh kau mengembalikan semua yang sudah kuberikan." Pria itu berbisik.

Mata Chenle melirik Jeno dan melemparkan senyum meremehkan kepada Jeno. "Tidak punya uang tersisa untuk memberikan barang-barang kepada Freesia-mu?" Chenle membalas.

Jeno mengepalkan tangannya dan menoleh kepada Chenle. Senyum terpajjang di wajahnya, tapi itu terkesan mengancam untuk Chenle. "Cukup kembalikan saja."

Chenle mengendikkan bahunya. "Akan kuserahkan semuanya melalui Renjun Hyung."

"Dan aku butuh tanda tanganmu untuk perceraian kita."

Chenle menyeringai kecil seraya menggeleng. "Kau tahu itu adalah hal yang sulit. Sudah kubilang turuti aku dan semuanya akan baik-baik saja."

"Kau bertindak seenaknya. Biarkan aku bicara dengan ayah mertua, aku yakin beliau akan mengabulkannya."

Chenle meraih garpu yang ada di meja dan memainkannya, membawa garpu itu ke bawah secara perlahan, hati-hati, dan diam-diam dan menempelkannya di paha Jeno, menekannya seraya menunjukkan senyuman tipisnya kepada suaminya. Chenle mendekatkan mulutnya ke telinga Jeno dan berbisik, "Jangan bertingkah seolah kau mengenal ayah dengan baik. Kau itu tidak tahu apa-apa, Lee Jeno."

Chenle menjatuhkan garpu tersebut setelahnya, membuat dentingan yang cukup keras di aula yang besar itu. Beberapa pasang mata memandanginya dan Jeno. Chenle dengan segera tersenyum tipis dan meletakkan tangannya di dadanya. "Maaf untuk keributan kecilnya. Suamiku menjatuhkan garpunya."

Chenle menoleh kepada Jeno dan melemparkan tatapan tajam kepada pria itu diam-diam. "Kau ceroboh hari ini, Sayang."

Ada kepuasan dalam diri Chenle melihat ekspresi terkejut yang ditunjukkan orang-orang yang mendengarnya. Bagi mereka ini merupakan sebuah keajaiban mendengarnya memanggil suaminya seperti itu mengingat bagaimana selama ini dia dipandang sebagai orang yang dingin dan membenci hal-hal seperti itu.

Jika Jeno tidak bisa diam, maka Chenle akan membuat pria itu diam dan tidak bisa berkutik.

"Kau harus lebih hati-hati." Chenle mengusap bahu Jeno, kemudian kembali mengarahkan perhatiannya kepada orang-orang yang memandanginya. "Maaf."

Jeno yang diperhatikan hanya bisa mengulas senyumnya dan memandangi Chenle dengan matanya yang tersenyum. Chenle tahu ada ratusan pisau yang Jeno lemparkan padanya dalam tatapan itu, tapi Chenle sama sekali tidak takut. Chenle mungkin sudah tidak bisa menebak Jeno, tapi dia masih bisa mengendalikannya.

"Chenle-ssi," wanita tua yang duduk di sebelah Chenle memanggilnya. "Kudengar kau dekat dengan anak Tuan Besar Park."

Chenle menoleh dan termenung sesaat untuk berpikir siapa yang dimaksud. Namun dengan cepat dia menyadari bahwa wanita itu membicarakan Jisung.  Chenle pun mengangguk. "Tidak bisa dibilang sedekat itu, tapi kami adalah teman. Ada apa, Nyonya Bae?"

Ran [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang