18: Bawa Aku Bertemu Dengan Ayahmu

687 150 4
                                    

"Apa?" Chenle menyentuh dadanya dan sedikit meremas pakaiannya.

"Karena gumpalannya tidak kunjung larut dengan penggunaan obat, saya sarankan untuk melakukan operasi pemasangan ring. Tuan Muda Zhong tidak perlu khawatir, kasus seperti ini cukup umum dan kami sudah memiliki banyak pengalaman menangani kasus serupa."

Chenle melirik ayahnya yang terbaring pulas di ranjang. Chenle lebih dari yakin ayahnya berada di tangan yang tepat, hanya saja dia tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya. Sulit untuk tidak membayangkan bahwa kulit ayahnya harus ditembus oleh pisau bedah. Sulit untuk tidak memikirkan bahwa ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi tidak peduli betapa berpengalamannya dokter yang menangani ayahnya.

Chenle menarik nafasnya dan mengulas senyum tipisnya untuk menyembunyikan raut ketakutannya. "Akan kupertimbangkan terlebih dahulu. Terima kasih."

Dokter dan perawat yang datang meninggalkan ruang rawat ayah Chenle, meninggalkan Chenle sendirian.

Nafasnya Chenle hembuskan perlahan dan memeluk dirinya sendiri. Ayahnya mungkin bukan ayah terbaik, tapi tetap saja itu adalah ayahnya. Tidak ada satu pun orang yang bisa menghapus fakta bahwa pria yang keras padanya ini sudah membesarkan dan merawat Chenle. Ayahnya adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki, satu-satunya orang yang peduli padanya meski caranya berbeda dari orang tua kebanyakan. Chenle belum siap jika harus— tidak, Chenle tidak ingin memikirkan itu.

Matanya kembali melirik ayahnya. Lirikan itu lama-kelamaan menjadi pandangan yang begitu lekat.

"Chenle."

Chenle mendekat ke ranjang begitu mendengar suara berat ayahnya. "Ayah sudah bangun?"

"Hm."

Chenle mendekati nakas dan menuangkan air ke dalam gelas, kemudian memberikannya kepada ayahnya. "Merasa lebih baik?"

"Kondisi semakin parah, dari mana baiknya?"

Chenle terdiam sesaat. Tampaknya ayahnya mendengar percakapan tadi.

"Jadi Ayah dengar."

"Ayah memiliki telinga dan tidur yang mudah terusik. Tentu saja Ayah dengar." Ayah Chenle menjawab dengan nada yang pahit. "Naikkan sandarannya."

Tangan Chenle meraih remot dan menekan tombol yang menggerakkan bagian atas ranjang ayahnya naik.

"Ayah tidak ingin menjalani operasi itu."

Hanya diam yang bisa Chenle lakukan, dia tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Di satu sisi itu juga keinginannya karena terlalu khawatir, di satu sisi dia ingin ayahnya membaik dan sehat sepenuhnya.

"Jika hidup manusia bergantung pada sebuah alat, hidup yang dijalaninya menyedihkan. Ayah tidak akan pernah menjalani kehidupan yang menyedihkan. Lagipula pada akhirnya semua manusia akan mati."

Chenle mengusap dahinya. "Sekalipun kondisi Ayah akan membaik dengan alat itu? Walau ayah tidak harus merasakan kesakitan sebelum Ayah meninggal?"

"Ya. Bahkan jika itu sakit, Ayah akan menghadapinya." Ayah Chenle menjawab dengan tegas.

Chenle butuh pertimbangan lain. Dirinya sendiri tidak bisa melawan, tapi perkataan dan keinginan ayahnya bukanlah sebuah fakta yang bisa langsung diikuti. Sayang sekali Chenle tidak memiliki siapa pun untuk ditanyakan. Renjun juga sedang sibuk mengurus adiknya yang sakit sejak dua hari yang lalu, adik kecil Renjun yang malang tidak memiliki siapa pun untuk mengurusnya selain kakak tersayangnya karena orang tua mereka sudah tidak ada.

Jisung

Chenle memijat batang hidungnya. Dia harus berhenti memikirkan pria itu di setiap situasi.

Ran [JiChen | ChenJi] ✓Where stories live. Discover now