VIII - Awal Perjalanan

2 1 1
                                    

Mengikuti saran Ryo, kedua agen asal Indonesia itu akhirnya dapat menyetir dengan tenang. Mobil yang mereka sewa sebelumnya telah dikembalikan, dan lagi-lagi terima kasih kepada Ryo, kini mobil dengan kemudi di sisi kanan ada di tangan mereka. "Asal jangan lupa dikembalikan," tukas Ryo sebelum memasuki bagian kursi penumpang yang langsung disambut Lev dengan ringisan serta komentar sinis, "Disangkanya kita mau nyolong, apa?"

Setelah penyusunan rute perjalanan selesai, ketiganya segera berangkat menuju Firenze (atau Florentia, atau Florence), Italia, menggunakan mobil sewaan mereka. Menurut peta perjalanan yang ditunjukkan Ryo, mereka butuh setidaknya tiga jam untuk sampai di kota tujuan mereka itu. Kemungkinan besar, mereka akan tiba pada malam hari, jadi Ryo juga sudah memesan sebuah kamar apartemen untuk ketiganya. Selama Ryo merencanakan semua detil tersebut, mau tidak mau Reva dan Lev merasa ... tersaingi, atau lebih tepatnya terkalahkan. "Dia bisa jadi sumber daya agensi yang baik kalau dia mau," bisik Lev kepada Reva di tengah-tengah penjelasan Ryo mengenai perjalanan mereka.

Tempat Dilan menyimpan senjata dan pakaian untuk digunakan Reva dan Lev jadi tujuan pertama ketiga rekanan itu di Roma sebelum mereka meninggalkan kota. Gudang itu terletak di pinggiran kota, tepatnya di dalam sebuah rumah terbengkalai yang sudah tidak dihampiri orang lagi. Hanya Lev yang turun dari mobil agar mobil sewaan itu tidak ditinggal begitu saja di daerah kumuh tersebut—Reva jelas dapat menjaga mobil itu sendirian, tetapi tidak dengan Ryo. Benar saja, di dalam rumah itu, sudah ada sebuah koper kecil berisi pakaian serta sebuah kotak senjata yang bisa dengan mudahnya Lev angkut untuk dibawa ke mobil mereka. Selesai dengan urusan singkat itu, yang untungnya berjalan lancar, akhirnya mereka dapat pergi meninggalkan Roma.

Perjalanan dimulai dengan Lev sebagai pengemudi, Reva duduk di sampingnya, sementara Ryo menguasai kursi belakang. Pemuda itu sejak perjalanan dimulai masih saja sibuk mengakses ponselnya, tampak sibuk mencari informasi meskipun tepat di hadapannya itu ada dua orang agen rahasia. Hanya hening yang ada di dalam mobil tersebut selama satu jam pertama perjalanan, dengan syarat suara wanita dari GPS tidak diikutsertakan dalam kategori "bersuara". Lev sesekali bersenandung sementara Reva, yang awalnya diam saja sambil mengawasi mobil-mobil di sekitar mereka, kini mulai menggunakan ponselnya.

"Ngapain, Rev?" tanya Lev dalam bahasa Indonesia. Diasumsikannya Ryo tidak akan berminat mengikuti obrolan.

"Ngirim info ke Dilan," jawab Reva tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "Sejak ngambil senjata sampai jalan ke sini, kita belum ngabarin apa-apa ke dia."

"Oke." Lev melirik kaca spion tengah yang kebetulan memantulkan refleksi Ryo yang masih saja sibuk dengan ponselnya. Lev beralih ke Reva dan kembali buka mulut, "Ini ... seriusan gak apa-apa dia ikut kita? Jadi khawatir."

"Dia yang mau kok, dia yang tanggung risikonya." Reva menghela napas sambil mengangkat kedua bahunya. Ditekannya tombol "kirim" pada ponsel sebelum ponselnya itu ia letakkan kembali di kantung. Si agen perempuan ikut menatap kaca spion sebelum menatap Lev yang sibuk dengan kemudi. "Lagian kita juga gak akan biarin dia ada dalam bahaya, kan? Kita bawa dia ke sini karena dia yang mau, dan karena kita juga harus bantu dia."

Lev tidak menjawab, tetapi wajahnya jelas masih menyiratkan ketidaksetujuan. Seolah tahu sama tahu, keduanya seketika diam, tidak ada lagi yang melanjutkan pembahasan tersebut. Tentu saja Lev masih sedikit-banyak tidak setuju, sementara Reva, meski khawatir akan kondisi Ryo selama pengerjaan kasus ini, bisa lebih santai menerima keberadaan si pemuda di antara mereka.

"Lev, bisa mampir dulu ke pom bensin atau tempat apalah supaya kita bisa ganti baju?" Reva melirik pakaiannya yang sedikit kotor akibat efek ledakan bom di penginapan mereka pagi tadi. Ia juga melirik bagasi mobil tempat Lev menyimpan senjata yang tadi diambilnya. "Kita juga seenggaknya harus sedia senjata di tangan, buat jaga-jaga."

The Bated NakamuraWhere stories live. Discover now