Between Us 13

5.7K 1K 580
                                    




TRIGGER WARNING!
This part contain an adult content, and may can be a traumatic trigger for others. Proceed with your own risk.


Terima kasih untuk pemecahan tantangannya! Emang bener kan kalo kalian luar biasa. Sama seperti peringatan di atas, apabila part ini memberikan ketidaknyamanan boleh di skip, ya 😊

Yang udah legal dan yakin mau lanjut, voter ke berapa nih?









"Jadi gadis yang baik dulu, ya. Nanti pasti kuantar pulang."

Anne menendangkan kedua kakinya, punggungnya benar-benar tanpa celah dengan kepala ranjang. Sayangnya percuma, Vincent mencengkeram kedua kakinya, dan menariknya satu kali sentak hingga Anne terlentang sempurna.

"Vincent! Lepaskan aku!" Tangis Anne pecah dan rasa ngeri itu seakan teraduk menjadi satu  Anne tahu kata hati dan otaknya tidak singkron sama sekali. Benaknya menolak histeris namun tubuhnya merespons atas sentuhan Vincent. Anne bisa merasakan nyalinya menggelincir turun, rasa lembab dan geli itu berhasil membuat bulu kuduknya berdiri, remangnya menggelora.

"Vincent tolong...." Pinta Anne dengan suara kelewat menyayat hati, dia menggeleng cepat. "Aku ingin pulang."

"Aku sudah cukup baik menahan diriku, Ann." Wajah cantik Anne, bibir merah yang terekah sensual. Vincent jelas menyukai ini, sorot matanya mendamba setengah mati. "Tapi tidak untuk malam ini."

"Taehyung!" Anne tiba-tiba memanggil, mencengkeram kemeja Vincent dengan tangan bergetar hebat. Matanya menyorot hampir-hampir putus asa. "Tolong aku ingin berbicara dengan Taehyung."

"Tidak!" bentak Vincent, ia menggeleng, rahangnya mengerat dan tatapannya tepat menikam pupil lembab Anne. "Ini bukan saatnya Taehyung datang. Dia harus diam di sana!"

Vincent curang, Vincent licik. Anne menggeleng cepat, kakinya berusaha bebas namun Vincent menguncinya dengan baik. Anne benar-benar tidak menyukai situasi yang menjepit dirinya. Kedua matanya berlarian untuk mencari celah lolos atau kabur, namun Vincent seakan bisa membaca pikirannya. "Ann tenanglah, jangan memaksaku untuk berlaku kasar padamu."

Kalimat itu sukses membuat tubuh Anne merinding setengah mati. Jika benar Vincent adalah kepribadian yang muncul akibat kekerasan, tidakkah itu berarti Vincent adalah kepribadian yang paling kuat dan paling tidak kenal takut di antara ketiganya? Rasanya Anne seperti berdiri di tepi tebing sebelum akhirnya siap menjatuhkan diri di atas batu karang yang cadas.

"Vin—"

Rontaan Anne terasa percuma, terlebih tubuhnya juga seperti haus oleh sentuhan, oleh kecupan. Sari-sari stroberi yang terasa manis ternyata memberikan pergolakan desir sebesar ini. Anne hanya bisa menangis kala Vincent berhasil menanggalkan semua pakaian yang ia kenakan. Gaun malam cantik yang tadinya ia puji, sudah teronggok tak berdaya. Kecupan dan sesapan Vincent menghujani seluruh permukaan tubuhnya, pundaknya, dadanya, perutnya.

Tidak mau. Anne tidak mau ini. "Vincent tolong!" Anne sudah berteriak, bahkan ia berusaha memukul dada Vincent dengan logika yang tersisa. "Aku tidak mau ini."

Tapi percuma, kedua mata Anne membelalak sempurna kala mendengar sebuah tamparan nyaring. Rasa sakit itu menyetak pipinya. Tubuhnya bergetar hebat, rasa ngeri itu semakin menelannya tanpa ampun, menghancurkan keberaniannya yang hampir redup.

"Tenanglah, Ann!" Emosi itu terpancar setelah beberapa saat. Suara Vincent memberat, sengal napasnya kacau. Vincent tahu bentakannya membuat Anne semakin beringsut, ketakutan itu tercermin jelas pada wajah cantiknya. Vincent perlahan mengelus pipi Anne. "Aku bilang tenanglah, jangan mengacaukan apa yang seharusnya kita nikmati."

Resilience-Between Us ☑️Where stories live. Discover now