Chapter 7

34 14 6
                                    

"cantik," puji Ratu ketika melihat penampilan Tampan sekarang.

"Mohon maaf, saya ganteng bukan cantik, mba!" kata Tampan berujar dengan ketus.

"Hemm, itu menurut saya." ucap Ratu. "Tapi serius, kamu kelihatan lebih 'wow' pake baju ini," lanjut Ratu lagi. Kali ini dengan senyuman meledek di wajahnya.

Tampan sudah berwajah masam saat ini, dilihatnya lagi penampilannya yang sangat jauh dari image dirinya. Kemeja putih, dasi biru. Masih oke. Tapi jas dan celana pink fanta itu sangat merusak imagenya. Aisshh.. menyebalkan sekali wanita itu.

(Abaikan muka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Abaikan muka.)

"Saya pake jas saya aja deh, mba." Ringis Tampan yang sudah sangat malu dengan penampilannya saat ini.

Ini Tampan mau ke kantor loh, bukan mau undangan! Mau ditaruh kemana mukanya nanti?

"Yaudah sana ganti!" Ucap Ratu yang membuat Tampan sumringah dan segera beranjak mengganti kembali jasnya.

Baru saja masuk ke ruang ganti tadi, tapi ia tak menemukan jasnya Sama sekali.

"Jas saya kok gak ada?" Modolognya dengan raut bingung.

"Jas saya yang tadi mana, mba?" tanya Tampaj kepada salah satu karyawan wanita di situ.

"Yang ketumpahan kopi tadi, mas?"

"Iya, yang itu."

"Oh... Yang itu sudah dibuang mas ke tong sampah," kaya karyawan wanita itu sambil mengangguk-angguk.

"HAH?! KOK DIBUANG SIH MBA?!" pekik Tampan

"L-loh tadi kan mba nya suruh buang."

"Mba yang tadi Dateng sama saya?"

"Iya." Jawab karyawan itu seraya mengangguk.

Tanpa berucap lagi, tampan segera menghampiri Hening yang sekarang malah duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya anggun dan tangan yang bersedekap dada. Sifat sombong wanita itu kumat lagi sepertinya.

"Kenapa dibuang?" tanya Tampan datar.

"Biar kamu tetap pakai jas pink itu," jawab Hening tenang masih dengan bersedekap dada.

"Mba, harga diri saya hilang kalau ke kantor pakai pakaian kayak gini," lirih Tampan yabg benar-benar frustasi dengan tingkah wanita di depannya ini.

"Ngga akan. Yaudah ayo pulang ke kantor, pakaian kamu sudah saya bayar." Ucap Haning, kali ini menyodorkan tangannya di depan Tampan padahal dirinya belum berdiri.

Apa maksudnya coba?

"Bantu saya berdiri," kata Hening menjawab kebingungan dan ketidakpekaan Tampan.

Tampan berdecih pelan, "Berdiri saja sendiri," ketusnya lalu berlalu begitu saja.

Hening terkekeh pelan, lalu sedikit berlari menghampiri Tampan mengakibatkan bunyi heels yang cukup nyaring.

"Kamu marah?" tanyanya ketika sudah berada di samping Tampan yang masih saja berjalan.

Tampan diam tanpa menjawab. Kesal sekali dengan wanita di sampingnya ini.

"Jangan marah, nanti makin jelek," kata Hening lagi.

"Pan."

"Tam,"

"Tampan!" Oke, Hening masih dicueki.

"Ada yang mau saya tanyakan, Tampan!" Masih dicueki.

"Di kantor kamu ada senioritas, gak si?" tanya Hening dan untungnya kali ini mau direspon Tampan.

"Gak ada." jawab Tampan singkat.

"Masa sih?" tanya Hening ragu.

"Hemm.."

"Tapi kok ada yang bil-" ucapan Hening terpotong karena dering ponselnya

'Ratu'

Nama itu tertera di ponselnya. Sebelum mengangkat panggilannya, Hening menoleh pada Tampan yang kini ikutan berhenti pula.

"Kamu ke kantor aja sana, saya mau ngangkat telfon!" usir Hening yang lansung dituruti Tampan sambil mendengus kesal.

***

" Kenapa?" Suara Hening memasuki Indera pendengaran Ratu.

"Sapa dulu, goblok!"

"Ngapain nelpon, Ratu?!"

"Sapa gue dulu, Hen." Ucap Ratu yang ngotot menyuruh Hening menyapanya terlebih dahulu.

Ratu dapat mendengar Hembusan nafas kasar dari sahabatnya.
"Yaudah iya, halo, Ratu? Kenapa? Ada apa, Rat?" ucap Hening yang sengaja dilembut-lembutkan.

"Nah gitu kek.."

"Hem, yaudah cepetan!" desak Hening lagi.

"Lo lagi ngapain sih kok kayak mau buru-buru banget telponan sama gue?"

"Ratu, kamu dokter kan? Harusnya kamu tahu berapa bahayanya radiasi handphone kalau terlalu lama menempel di telinga. Radiasi dari ponsel itu bisa menganggu saraf dan otak kita, selain itu juga Bisa bikin telinga kita panas dan sakit. Saya gak mau ngambil resiko kalau terlalu lama telfonan." Hening si perfeksionis kembali lagi. Huh, Ratu malas dengan sisi Hening yang terlalu kaku ini.

"Gue mau curhat," kata Ratu yang sekarang masuk ke salah satu supermarket.

"Ada masalah?" tanya Ratu yang kini suaranya mulai melembut, khas sahabat sekali.

"Ya.. gitudeh." Tangan Ratu mulai memasukkan satu persatu cemilan sementara ponselnya sudah di jepitkan ke telinganya.

"Masalah apa kali ini?" tanya Ratu yang masih setia berdiri di tepi jalan.

"Biasalah,Hen. Gue bisa ketemu sama Lo nanti gak? Gue butuh lo," sekarang Ratu sedang memilih mie yang hendak ia beli.

"Kamu kayak sama siapa aja, Rat. Jadi kamu mau ketemuan kapan?"

"Nanti siang, bisa?"

"Okey.. mau dimana?"

"Cabana Night."

" Jangan bilang Lo disana sekarang ? Lo sekarang di mana?!" Ratu dapat mendengar suara panik Hening dari sini.

"Supermarket. Lo tenang saja, Hen. Gue gak bakal ke sana sendirian kok." kata Ratu sembari tertawa pelan.

"Gue mau healing dulu, biasa. Nge-mie. Oh ya jangan lupa jemput si Ari, Hen! Bye bye sayangg!!!" Lanjutnya memutuskan panggilan tanpa mendengar jawaban Hening di sana.

Sementara di sana Hening sudah mencak-mencak gak jelas. Bisa-bisanya Ratu memanggilnya dengan panggilan menjijikan itu.. ihhh Hening geli sendiri dibuatnya. Dasar Ratu!

"Males banget harus jemput si bocil," dumel Hening sendiri.

Date: 18 Juli 2021

Do Re MineWhere stories live. Discover now