Chapter 4

45 22 16
                                    

Tampan menggosok rambutnya yang basah dengan handuk yang melilit pinggangnya. Ya tentu saja dia baru saja keluar dari kamar mandi. Setelahnya dia segera berjalan meraih hairdryer dan mengeringkan rambutnya.

Setelah merasa kering, kakinya berjalan ke arah walk in closet. Memilih salah satu kemeja beserta jas. Tangannya masih menggantung di antara puluhan jas di sana. Agak ragu sebenarnya.

Takut takut nanti dirinya malah dipecat. Tapi Tampan juga akan seperti apa reaksi bos dari bosnya itu. Salahkan jiwa penasarann yang meronta-ronta.

Memantapkan hati dan menyiapkan mental, dia meraih setelan jas abu-abu dengan dasi senada.

***

Sementara di tempat lain dengan waktu yang sama, Hening sedang berkutat di dapurnya. Oh tentu saja dia tidak memasak. Tak ada waktu baginya untuk memasak. Seperti biasa, pagi ini dia hanya memanggang roti kemudian membuka kulkas dan mengambil sekotak susu dingin di sana.

Hening menuang susu itu ke dalam gelas kemudian memanaskannya di microwave.

Ting!

Rotinya telah siap dengan segera dia mengangkat roti dan menyajikannya di atas meja makan. Tak lama kemudian microwave itu juga berbunyi.

Mari kita sarapan!!

Baru hendak membuka mulut, ponselnya lebih dulu berbunyi.

"Ck, menyebalkan!" decaknya pelan. Dengan terpaksa dia meletakkan kembali rotinya kemudian memilih menggambil ponsel yang terletak di dalam kamarnya.

David

Nama pria itu tertera jelas di ponselnya. Agak kesal sebenarnya, namun dia yakin pria itu pasti ingin mengabari jadwal hariannya.

"Halo?" Katanya setelah menempelkan ponsel ke telinganya. Kaki dengan balutan rok span pink itu kembali melangkahkan kaki ke ring makan. Tak lupa setelah mengambil tasnya agar nanti bisa langsung berangkat kerja. Terlalu malas untuk kembali ke kamar yang sudah mirip kapal pecah. Dia terlalu sibuk.

"Selamat pagi, Bu Hening. Saya hanya ingin mengabari jadwal anda pagi ini. Jam 9 pagi ada kunjungan ke X Cop, anak perusahaan Coplan Company. Seperti biasa kan Bu?" ucap David diakhiri pertanyaan.

"Tidak." Jawab Hening yang kini sudah sampai di meja makan. Dia mendaratkan bokongnya kemudian menyalakan pengeras suara dan meletakkan ponselnya ke meja begitu saja. Lalu mulai menyantap sarapannya yang sempat tertunda tadi.

"Ah? Bagaimana Bu?" David agak kaget sebenarnya.

"Tidak seperti biasa." Berhenti sekejap karna Hening meminum susunya.

"Saya ingin pergi sendiri pukul 7. Berkeliling melihat kantor itu, lalu pukul 8.30 kalian datang seperti biasa. Tunggu saya di lobi perusahaan." Katanya setelah menyelesaikan sarapannya.

Di seberang sana David setia menunggu untuk mendengar instruksi bosnya. Sudah terbiasa seperti ini.

"Memangnya ada apa Bu?" tanya David penasaran.

"Saya dengar ada senioritas di sana." Baik David cukup paham sekarang.

Hening meminum sisa susunya dalam sekali teguk. Dia sudah selesai sarapan. Kemudian tangan dengan balutan blouse panjang itu meraih ponselnya.

"Saya berangkat dulu. Kalian tidak usah buru-buru, " pamitnya pada David yang tersenyum tipis di sana. Walupun kaku, bosnya juga cukup baik sebenarnya.

Kalimat 'kalian tidak usah buru-buru' sebenarnya bentuk lain dari 'hati-hati di jalan.'.

Setelah mematikan sambungannya, Hening melihat jam yang ada di ponselnya. Pukul 6:45 pagi . Cukup pagi untuk ukuran kantor yang masuk pukul 8 pagi.

Sepertinya dia bisa menyetir sendiri pagi ini. Saat melewati ruang televisi, dia melihat pantulan dirinya dari televisi yang besar itu.

Blouse putih dengan rok span putih dan rambut yang diikat satu. Sesuai perjanjiannya dengan ibu tirinya semalam.

Menghembuskan nafas pelan, Hening kembali melangkah lagi, menukar sendal berbulunya dengan heels putih miliknya.

***

Tampan meraih tas kerjanya, kemudian berjalan keluar dari unit apartemennya. Pagi ini dia harus naik bus karena wanita gila yang semalam menabrak mobilnya padahal sedang dalam lampu merah. Dan yang lebih gilanya lagi adalah dia. Dia mengantar wanita gila itu! Benar-benar gila.

Saat sudah sampai di halte, Tampan memasang airpodsnya, memilih menikmati lagu dan tak lama kemudian sebuah bus sampai dan tampan segera menaikinya. Entah kesialan darimana, tapi tak ada satupun tempat kosong, jadi ia harus berdiri.

"Menyebalkan." Gumamnya pelan.

***

Gadis dua puluh lima tahun itu mencepol asal rambutnya. Dia belum tidur setelah shift malamnya. Melepas jas putih itu, dia kemudian keluar ruangannya hendak pulang sambil meregangkan sendi-sendinya yang kaku.

"Pagi dokter Ratu," sapa seorang perawat dengan senyum manis.

"Pagi, mba. Saya udah ngga tugas, jadi panggil Ratu aja," senyuman manis itu terukir di wajah lelahnya.

"Baik, dok. Selamat menikmati cuti dokter!" Kata perawat wanita tadi dengan menunjukkan kepalan tangannya.

"Siap!" Balas Ratu dengan kepala tangan juga.

Ya, hari ini Ratu memang berniat cuti sehari karena akan menyiapkan kejutan ulang tahun untuk sang pujaan hati.

Ratu berjalan riang, tak sabar rasanya ia ke kantor sang pujaan. Saat hendak membuka pintu mobil, dering ponselnya mengehentikan kegiatan Ratu.

"Halo? Kenapa, Vid?"

"..."

"Hari ini saya cuti, coba kamu lihat jadwal Hening besok kosong atau tidak. Jika Hening sempat besok aja pemeriksaan bulanannya."

"..."

"Nah cakepp!! Lagian kamu aneh deh, Vid. Kan banyak dokter lain, kok malah ke saya Mulu." Kata Ratu sambil masuk ke dalam mobilnya.

".."

"Hm, ya, ya, ya! Suruh bos mu itu untuk menelfon saya! Gila banget tuh orang, sudah sebulan lebih gak ada kontek-kontekan sama saya." omel Ratu kepada David, sekretaris sang sahabat yang suka melupakan dirinya.

***

Tampan melangkah masuk ke gedung perusahaannya dengan sebelah tangan yang memegang gelas kopi dan sebelahnya lagi sedang melepas airpodsnya.

Namun ada yang menubruk badannya dan-

Byur!

Bau kopi menusuk hidung Tampan.

Date: 23 Juni 2021

Do Re MineWhere stories live. Discover now