Dara adalah keponakan perempuan Mina yang biasa membantunya membuat mie ayam dan gorengan.

"Permisi."

Risa, Mela dan Kinan yang sedang mangantri menoleh, mendapati Rafael dengan senyum cerahnya diikuti Haikal dan Azka dibelakangnya.

"Izinin gue buat bawa Kinan, mau nyari meja, kalian berdua pesen mienya sama dua orang asing ini aja." Setelahnya, pukulan ringan didapati Rafael oleh Haikal.

"Apaan bawa-bawa Kinan, mau modus kan lo?" tanya Risa, tangannya masih setia bergelantungan dilengan Kinan.

"Duh, Ris izinin aja deh, lagian kalo lu ngizinin berarti lo udah berbuat baik karena udah membantu sesama." Haikal bersuara.

"Membantu dalam hal apa deh?" Giliran Mela yang bertanya.

"Pendekatan."

Rafael melotot horor pada Haikal, sementara Azka mengelus pundaknya, meminta bersabar supaya membalas Haikal dikelas saja.

Risa merotasikan bola matanya kemudian melepaskan cekelannya pada lengan Risa, "Jangan sampe lecet, sedikitpun."

"Plis Ris cuma nunggu mie ayam doang, nggak bakalan sampe lecet."

Haikal mengangguk, menyetujui ucapan Azka.

Setelahnya, Rafael menggenggam tangan mungil Kinan dan membawanya ke salah satu meja berisi enam buah kursi yang masih kosong. Bisa Kinan rasakan tangan hangat Rafael sampai ke dadanya dan berakibat juga pada wajahnya yang memanas.

Kantin disini tidak seburuk yang Kinan pikirkan. Murid-muridnya hanya memandangnya dan Rafael sekilas kemudian melanjutkan kegiatan mereka masing-masing, seolah mereka tak mengenalinya, atau mungkin memang benar-benar tak mengenalinya karena mayoritas disini adalah anak IPS.

"Lo pulang sekolah ada acara nggak?" Rafael bertanya ketika ia dan Kinan sudah duduk.

Kinan menggeleng sebagai jawaban.

"Em, kalo lo pulang telat, Bokap lo nggak marah, kan?"

Kinan mengernyit bingung, apa maksudnya?

Rafael yang melihat raut kebingungan Kinan lantas tersenyum untuk menutupi kegugupannya karena jantungnya benar-benar sedang berdisko sekarang, "Anu, gue mau ... gue mau ngajak lo jalan."

Kinan terdiam sebentar, apa katanya tadi? Rafael mengajaknya jalan?

Melihat respon Kinan, Rafael buru-buru berkata, "Kalo lo nggak mau juga nggak pa-pa kok, beneran."

Namun Rafael terkejut karena respon Kinan selanjutnya adalah tersenyum dan mengangguk, tanda bahwa ia menyetujui ajakan Rafael.

Ingatkan Rafael untuk tidak berteriak kesenangan sekarang karena ia masih berada dikantin ditambah berada dihadapan Kinan.

--

Kinan tak bisa memudarkan senyumnya barang sedikitpun saat dirinya dan Rafael sampai didepan warung pecel lele langganannya, mereka kemudian masuk kedalam dan langsung memesan.

Sepulang sekolah tadi, Rafael langsung membawa Kinan ke toko buku. Setelah menghabiskan waktu tak sebentar untuk memilih buku apa yang akan dibeli, Rafael meminta makan karena perutnya sudah menjerit minta diisi, dia membiarkan Kinan memilih tempat makan dan disinilah mereka sekarang.

Kinan terkekeh pelan ketika pecel lele yang mereka pesan baru saja diletakkan dimeja, langsung Rafael sambar karena tidak sabar.

"Sing alon to, le," (yang pelan dong, Nak) kata Pak Jupri, pemilik warung pecel lele yang namanya kata Pak Supri mirip dengannya hanya beda huruf depannya, kemudian berlalu.

Susah payah Rafael menelan makanannya, kemudian minum minuman yang disodorkan Kinan kepadanya.

Kinan mengetikkan sesuatu diponselnya, "Pelan-pelan."

Rafael meringis, "Perut gue udah keroncongan banget, bahkan mungkin sampe teriak-teriak, jadinya gue nggak sabar."

Kinan menanggapinya dengan kekehan, kemudian mulai memakan pecel lelenya.

"Nan."

Kinan mendongak, kemudian tertegun karena tangan Rafael menyingkirkan nasi yang ada disudut bibirnya tanpa rasa jijik.

"Lo juga pelan-pelan dong, makan kok belepotan gitu," katanya kemudian melanjutkan kembali acara makannya.

Rona merah dipipi Kinan membuatnya menunduk untuk melanjutkan makan tanpa berani menatap Rafael, ia malu.

Setelah selesai dengan acara makan-makan mereka, dua sejoli itu kemudian keluar dari warung, berniat untuk pulang dengan Kinan yang membawa satu plastik besar berisi tiga porsi pecel lele. Kinan hendak menolak, namun urung saat Rafael berkata itu adalah hadiah karena dia sudah mau diajak jalan walau hanya ke toko buku.

Kinan juga berkata bahwa dua porsi saja yang ia bawa-untuk Ayah dan Kakaknya- namun urung lagi saat Rafael berkata, "Lo nanti makan lagi, biar nggak usah masak. Lo juga harus makan yang banyak."

Semburat merah di ujung Barat mengantar Kinan dan Rafael pergi meninggalkan Warung Pecel Lele Pak Jupri, juga meninggalkan suatu kenangan yang sangat berarti, dengan Kinan yang kini melingkarkan kedua tangannya dipinggang Rafael dan si lelaki yang tersenyum dibalik helmnya.

.
.
.

BLESSUREOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz