Chapter 08

245 41 21
                                    



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Fenly menyodorkan minuman kaleng pada Zweitson, lalu duduk di sampingnya.

Keduanya larut dalam pemikiran masing masing, menatap jalanan yang kian ramai dari taman depan minimarket tempat Fenly bekerja.

Ricky tadi sudah kembali sebelum pukul 5 hingga Fenly kini bisa menghabiskan sedikit waktunya dengan pemuda berkacamata itu, atau bisa disebut sebagai adiknya ...... ?

"Gue beneran gak nge-notice kalo yang minggu lalu itu lo sama bangsen." Fenly membuka pembicaraan, meneguk minumannya sambil sesekali melirik pada Zweitson.

Sosok yang dulu pernah dekat dengannya kini tumbuh dewasa dan menggemaskan.

Zweitson mengangguk. "Aku juga baru kepikiran kalau itu Kakak pas udah dibawa Bangsen pulang," balas Zweitson.

Fenly mengangguk-angguk.

"Pap --maksud gue, Om sama Tante, gimana?"

Zweitson mengerling. Kemudian, menatap Fenly dengan wajah tak suka.

"Siapa Om Tante?"

Fenly mengerjap, menggaruk tengkuknya merasa salah berbicara.

"Maksud gue, Papa sama Mama lo," ujarnya pelan, dia takut malah makin salah bicara.

"Itu Papa dan Mama kita, Kak!" Tegas Zweitson.

Deg!

Fenly dibuat kaget olehnya.

"Kenapa pake Om Tante?"

"Eh.. Tapi kan--"

"Kakak apaan sih, Soni gak suka." Dan pemuda itu malah menunjukkan wajah cemberutnya.

Fenly menatapnya berbinar, Zweitson yang ia kenal tidak berubah. Zweitson yang dulu suka membela Fenly, Zweitson yang dulu suka ngambek, Zweitson yang dulu akan ikut menangis bila Fenly sedih, dia adalah Zweitson yang sama dengan pemuda berkacamata di sampingnya.

Fenly tak bisa menahan untuk memeluk Zweitson. Gerakan spontan yang membuat Zweitson juga sedikit tersentak namun akhirnya tersenyum lalu balas memeluk Fenly.

"Gue .... kangen lo, Son." Fenly mengeratkan pelukannya.

Bahkan dia dan Zweitson dulu tak lama tinggal bersama, namun entah mengapa Fenly merasa bila ia benar-benar tulus menyayangi pemuda itu.

"Soni juga," balas Soni.

Lalu kedua pemuda itu larut dalam pembicaraan mereka, hingga tak merasa bila waktu kini menunjukkan waktu senjanya.

"Soni mau pulang ya, Kak." Zweitson berdiri, pamit pada Fenly yang masih duduk sambil memandangnya.

Fenly mengangguk, ada rasa tak ingin lepas, ia ingin lebih banyak bercerita dan berbagi kisah dengan adiknya itu, namun, apa daya waktu juga butuh istirahat.

Tak Seiring (Slow update)Where stories live. Discover now