Chapter 02

328 41 3
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




3 tahun berlalu, Fenly bertumbuh dewasa dengan cepat. Hidup berpindah-pindah dari rumah kakeknya ke rumah tantenya lalu ke rumah saudaranya yang lain ternyata tidak membuat pemuda itu lelah dan memilih menyerah.

Minggu lalu ia memutuskan untuk kembali ke rumah lamanya. Rumah yang menyimpan banyak kenangan pahit manis yang juga akan mengingatkannya pada sosok Mama yang tegar.

"Sekarang Fenly udah 18 tahun, Kek. Fenly ga mau repotin kakek, Tante, sama sudara-saudara lain lagi buat ngurus Fenly. Fenly bakal balik ke rumah dan cari kerja sendiri."

Fenly menghela napas. Menatap jalanan sepi lewat jendela siang itu seraya mengingat kembali hari terakhir ia pamit dari rumah kakeknya. Saat itu, ia akhirnya mengerti bila keberadaannya hanya menjadi benalu.

"Bagus lah kalau kamu akhirnya mengerti. Sudah lama Tante muak lihat kamu numpang hidup di rumah kami, Fenly, dunia ini memang harus egois. Kamu tahu? Tante juga punya anak yang harus dihidupi. Kakekmu juga sudah tua, sakit sakitan. Uang pensiunnya seharusnya untuk berobat rutin tapi harus dikorbankannya untuk menghidupimu. Belajarlah dewasa mulai sekarang. Pekerjaan untuk anak seusiamu banyak walau kamu belum lulus SMA."

Pemuda itu menggigit bibirnya. Selama ini tak ada yang benar benar peduli padanya. Semuanya terpaksa.

Memejamkan mata ingin mengistirahatkan diri sejenak, Fenly malah terkaget karena teriakan seseorang yang memanggilnya.

"Kak Fenly..."

Ia bangun. Segera membukakan pintu ketika melihat seorang gadis berambut ikat satu melambaikan tangan padanya lewat jendela.

"Ngapain ke sini?".

Gadis itu tersenyum ceria. Menampakkan deretan gigi putihnya lalu berjalan masuk ke dalam rumah Fenly.
"Mau main lah. Mau ngapain lagi emang? Hhh.. di rumah bosen. Nenek cerita mulu soal kehidupannya dia. Kupingku capek dengarnya." Gadis itu langsung terdudum di sofa usang lalu memain-mainkan kakinya.

Fenly terkekeh, ia ikut duduk di samping gadis yang tak sengaja ia temui 3 tahun yang lalu di pemakaman saat Mamanya dikuburkan.

"Awas dosa loh."

Gadis itu menggeleng cepat. "Engga, kok. Soalnya aku udah izin mau ke rumah Kakak, wle, jadinya ga dosa."

"Mending kamu belajar, sana. Udah kelas 3 SMP bentar lagi harus tes masuk SMA, loh."

Gadis itu mengangguk. "Tenang aja, Krisha tuh anak pintar loh, Kak. Hehe, tau, nggak, Krisha mau lanjut di sekolahnya kak Fenly. Jadi kita bisa ketemu tiap hari."

Fenly ikut tertawa, mengelus rambut hitam gadis itu lalu menarik pelan hidungnya.

Setidaknya, kehadiran Krisha membuat Fenly merasakan hangatnya cinta layaknya bersama adik sendiri.

Sejak kejadian 3 tahun lalu itu, Krisha dan Fenly selalu bertemu ketika datang untuk melihat makam orangtua masing masing. Sejak saat itu hubungan keduanya mulai dekat.

"Kak, udah makan siang, belum?"

Fenly menggeleng. Ia menghela napas pelan, dua hari yang lalu ia mendapat kerja di sebuah minimarket namun gaji baru dibayarkan akhir bulan.
Ia harus menabung dan menghemat untuk biaya sekolahnya bulan ini, oleh karena itu ia memilih untuk tak makan siang hari.

"Kok belum? Sini, Krisha traktirin bakso, mau nggak?" Gadis itu berdiri lalu menarik tangan Fenly.

"Kamu nanya apa maksa? Ini tangannya udah ditarik aja." Fenly tersenyum kecil ketika Krisha malah terkikik lalu dengan ceria menggenggam tangannya berjalan menuju warung bakso dipersimpangan.

"Tapi kapan kapan gantian ya, kakak yang traktirin aku," ujar Krisha.

"Ye... Berarti ga ikhlas dong ini."

"Ikhlas sih.. Tapi balas budi juga apa salahnya, kan?"

"Hahahahaha dasar." Fenly menarik kuping Krisha, membuat gadis itu menjerik kecil lalu memukul lengan Fenly berkali kali.

Fenly tersenyum, kemudian melepas tangan gadis itu ketika memesan bakso.

Ia tersenyum, 'yang lain sudah Kau ambil, kumohon yang ini jangan lagi, aku mohon.." ia berdoa dalam hati, menuturkan keinginannya pada Yang Kuasa.

***

"Fen!"

Fenly menoleh. Seorang pemuda berjalan ke arahnya.

"Woi, bro." Namanya Gilang. Teman Fenly yang paling dekat dengannya.

"Udah lama banget ga ketemu ya, kenapa kemarin lo ga ikut pas kita liburan ke Bali? Asik banget tau, nggak?!" Gilang merangkul bahu Fenly lalu bersama sama berjalan menuju kelas mereka.

Fenly terdiam. Bahkan uang untuk makannya saja tidak cukup, bagaimana bisa ia menghabiskan uang untuk hal tak terlalu penting semacam itu.

"Em.. gue.. ga ada uang." Gilang tertegun. Ia menghela napas kasar lalu menepuk nepuk punggung Fenly.

"Fen, kalo lo butuh apa apa, bilang ke gue aja, biar gue bisa bantu." Pemuda itu lalu duduk di kursinya.

Fenly mengangguk canggung. Entahlah, pertemanannya dengan gilang sudah sejak mereka masih SMP, namun makin ke sini, Fenly makin merasa tak nyaman dengan situasi itu.

Merasa bila Gilang tak dengan tulus menganggapnya sebagai teman sejak pemuda itu mendapat banyak teman dari club dancenya.

Fenly tersentak. Hari ini adalah hari pertama siswa siswi baru memasuki masa SMA nya. Begitu juga dengan Krisha.

Dengan sigap, Fenly berlari ke luar dari kelasnya, mencari kelas sementara Krisha untuk melihatnya. Padahal kemarin malam ia sudah berjanji pada gadis itu bila ia akan menunggu di depan pagar lalu mereka masuk ke dalam bersamaan.

"Duh, bisa bisa gue dimarahin Krisha lagi nanti nih." Fenly bergumam, gadis itu memang tukang pukul yang baik.

"Krisha kelas mana ya?" Terus mencari, pemuda itu menelusuri nama Krisha di seluruh kelas.

"Fenly? Hai!"

"Eh?"

"Eh?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


To be continue

Tak Seiring (Slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang