~Part 40~

10.5K 1K 537
                                    

Happy reading

Vote dulu ya:v

~~••~~

"Pasien ingin bertemu dengan kedua orangtuanya," ujar Dokter paru baya tersebut.

Semua orang disana seketika menatap Dokter itu. Aldan terlebih dahulu menyuruh Bulbul untuk menghampiri Gibran dan yang lain. "Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Aldan. Langsung berdiri tegak. Kecemasan terlihat jelas di wajah pria itu. 

Dokter Radit terlihat menghela napasnya pelan. "Lebih baik Bapak dan Ibu segera menemui pasien terlebih dahulu," sahut Dokter Radit. Dan langsung berjalan masuk kembali, di ikuti oleh Aldan dan Winda.

Baru saja ketiganya masuk dan melangkah di dalam ruangan itu beberapa langkah. Namun, tiba-tiba salah satu suster yang ikut menagani Kenzo, memanggil dokter Radit dengan cemas. "Dok! Dokter Radit!" panggil suster itu sembari berjalan mendekat.

"Ada apa sus?"

"Pasien mengalami kejang-kejang dan kembali muntah!" kata suster itu memberitahu.

"Dok! Ada apa? Kondisi anak saya bagaimana?!" tanya Aldan.

"Sepertinya kondisi pasien kembali tidak setabil! Kami akan segera melakukan tindakan kembali!" jelas Doktet Radit dan setelahnya segera bergegas menghampiri Kenzo.

Winda yang hendak melanjutkan langkahnya terhenti, akibat suster tadi menghalanginya. "Maaf, Ibu lebih baik tunggu di luar!" pinta suster itu.

"Tapi saya mau nemenin anak saya!" tegas Winda. Hendak melangkah kembali.

"Mohon maaf, tidak bisa. Lebih baik Bapak dan Ibu segera keluar!" usir suster itu. Hendak menutup pintu ruangan itu.

"Tapi--" ucapan Winda terpotong oleh ucapan suster itu.

"Bu, mohon kerja samanya. Kami akan berusaha semampu kami!" kata sustet itu.

Dengan terpaksa Winda mengalah. Dan kembali melangkah keluar bersama Aldan.

Aldan mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu tidak menyangka kondisi Kenzo akan jadi seperti ini.

"Gimana Tan? Kondisi Kenzo gimana?" tanya Satria. Menghampiri Winda dan menyuruh wanita itu untuk duduk.

Winda menggeleng lemah. Airmatanya terus luruh. "Kondisinya kembali gak setabil."

"Mama dangan nangis! Mama boleh malahin Bulbul, tapi-tapi Mama dangan nangis!" ujar Bulbul. Tangan mungilnya menyeka airmata Winda.

"Argh!" Aldan kalut. Pria itu akhirnya memukul dinding menggunakan kepalan tangannya. Melampiaskan semuanya yang tengah di rasakan dirinya.

"P-papa!" pekik Bulbul. Gadis itu segera berlari  menghampiri Aldan.

"Papa endak boleh!" larang anak itu sambil terisak hebat. Memeluk kaki Aldan.

Aldan menghembuskan napasnya. Memejamkan matanya sesaat dan berjongkok mengsejajarkan tubuhnya dengan tubuh Bulbul. "Maafin Papa." dan mendekap tubuh gadis itu. Namun, Bulbul menolak, setelah melihat buku-buka jari Aldan berdarah.

"P-papa beldalah! Tangan Papa beldalah!" kata anak itu. Sambil mengelengkan kepalanya dan memundurkan langkahnya.

"Bulbul endak mau! P-papa beldalah! Papa dangan beldalah kaya Bang Jojo!" ujar anak itu histetis. Dengan menangis tersedu.

"Papa gak apa-apa nak. Nanti Papa obatin," sahut Aldan hendak kembali menggapai tangan anak itu. Untuk mendekap tubuhnya.

Bulbul terus menjauh, menghindari Aldan. "Endak mau! Papa beldalah. Bulbul takut, Papa dangan beldalah kaya Bang Jojo!" Tangisanya semakin menjadi. Saat Aldan terus mendekatinya.

BULBUL! [END]Where stories live. Discover now