Bab 15. Kehilangan

107 4 0
                                    

Kepergian seseorang seringkali membuat kita lupa diri, padahal pergi atau tidak, dunia masih terus berputar.

*****

Gema menatap kosong koper yang sudah bertengger rapih di kediaman istrinya. Hatinya dilingkupi rasa sedih, kecewa, dan marah. Ia sungguh tidak sanggup menatap kepergian mantan kekasihnya. Hatinya tercincang tak berbentuk, perasaannya kepada wanita yang dulu dicintainya-ah atau mungkin masih dicintainya itu tak bisa didefinisikan. Agatha membuat hatinya rancu. Wanita itu benar-benar mengobrak-abrik hatinya sampai benar-benar berantakan. Wanita itu dengan mudahnya menarik ulur perasaannya, kemarin ia dicintai begitu dalam tapi sekarang rasanya ia dicampakkan.

"Kamu mau berangkat sekarang?" tanya Juni.

"Iya Bu."

"Tapi masih jam segini lho Ta."

Agatha mengecek jam di pergelangan tangannya, masih jam 11 siang sedangkan pesawat berangkat jam 1 siang.

"Aku memang ada meeting dulu."

"Kamu yakin tidak mau diantar sampai bandara?"

"Yakin Bu, Agatha sudah besar tidak perlu dikhawatirkan seperti kalian mengkhawatirkan Bella."

"Jaga diri ya Ta, jangan sampai telat makan." Agatha mengangguk mendapat wejangan dari Juni.

Ari tak bersuara, ia hanya sedang membantu menyeret koper milik Agatha ke dalam taksi yang sudag dipesan.

Agatha langsung memeluk Juni erat.

"Tata sayang Ibu."

Gema berusaha menulikan pendengarannya, suara itu entah kenapa membuat hatinya ngilu.

Seusai puas memeluk erat ibunya, wanita berambut panjang itu terlihat menghampiri Bella yang terdiam menatapnya. Agatha mendekat ke sisi wajah Bella.

"Jaga Gema, gue mencoba mengalah," bisiknya lirih.

Seketika Bella membatu. Jadi alasan Agatha berani melawan trauma pemotretan ke luar negeri adalah untuk menjaga perasaan Bella. Trauma Agatha bukan sembarang ketakutan biasa. Agatha pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan saat pemotretan di luar negeri. Kakaknya itu hampir dilecehkan oleh photografernya, saat itu suasana sekitar tempat pemotretan sepi dan hal itu dimanfaatkan oleh si pemotret, kakaknya tak leluasa meminta tolong apalagi bukan di negeri sendiri, untung pemilik brand datang di waktu yang tepat. Bella sungguh tidak menyangka kalau kakaknya akan bertindak sejauh ini.

Sudah menjadi sifat mutlak Agatha seperti itu, mengalah kepadanya. Agatha menyuruhnya menjaga Gema. Padahal tanpa diminta pun Bella akan menjaga Gema dengan baik lagipula Gema adalah suami sahnya.

Bella mengangguk membuat Agatha mendesah lega. Wanita bermata sipit itu kemudian menatap ke arah pria yang dicintainya. Mereka sempat saling menatap beberapa detik sebelum Gema memutuskan kontak mata mereka.

Agatha meringis, rasanya hatinya begitu sakit saat tatapan Gema seakan membencinya, tapi keputusannya sudah ia pikir matang-matang, semoga ini adalah pilihan yang terbaik.

"Aku pergi."


*

***

FATE : Forced MarriageWhere stories live. Discover now