Bab 2. Kecewa

163 7 0
                                    

Mau bilang kalau cerita ini mungkin agak-agak gimana, karena di sini aku akan menceritakan tentang ikatan kekeluargaan, cinta, dan pertemanan.

Langsung aja.

*******

Tidak usah mengejar kesempurnaan karena semua manusia terlahir cacat.

Manusia terlahir dengan kecacatan yang berbeda-beda, hanya saja sebagian manusia berhasil menutupinya.

*****

2 Minggu kemudian

Ruang tengah keluarga sederhana itu mendadak tegang setelah Agatha menyeret Arabella dari dokter. Agatha kecewa setelah mengetahui fakta yang begitu mengejutkan. Diliriknya adiknya dalam-dalam, si empu yang dilirik pun hanya menunduk ketakutan sambil sesekali menghapus air matanya yang seakan tak mau berhenti.

"Keteraluan! Mba sudah sekolahin kamu sampai Mba sendiri rela mengesampingkan kebutuhan Mba buat pendidikan kamu, tapi apa ini?! Kamu menyia-nyiakan usaha Mba!" bentak Agatha, ia sudah kepalang emosi, ia sangat kecewa dengan adik satu-satunya ini.

Ari dan Juni selaku orang tua mereka yang belum mengetahui apa-apa pun mencoba menenangkan Agatha dan Bella.

"Tata yang sabar ya, kasihan Bella. Bella, jangan nangis Nak," Juni menenangkan anak sulungnya. Tapi meski begitu Agatha tau kalau Juni lebih khawatir dengan Bella, mana mungkin dirinya dikhawatirkan? Bella adalah anak kesayangan orang tuanya sedangkan dirinya hanya dianggap ada, ia hanya diibaratkan patung.

"Ada apa sebenarnya, Agatha? Jangan bertindak kasar seperti itu." Ari memandang Agatha dengan sorot tajam lalu beralih menatap Bella dengan sorot hangat.

Agatha tertawa dalam hati, dalam situasi seperti ini pun mereka lebih membela anak bungsunya, anak kesayangannya. Bagaimana kalau mereka sudah mengetahui fakta itu, apa masih sama?

Agatha dan Arabella adalah kakak beradik yang memiliki jarak 5 tahun, Agatha sudah bekerja dan membiayai Bella kuliah dengan perjuangannya sendiri. Singkatnya, Agatha adalah penopang masa depan Bella.

Bella melirik orang tuanya diam-diam, ia takut mereka akan kecewa, tapi ia lebih khawatir akan kehancuran dan kebencian kakaknya jika mengetahui satu fakta yang masih dipertanyakan kakaknya itu.

"Jawab Ayah Tha!" sentak Ari melihat Agatha yang sedari tadi bergeming seolah tidak mandengar pertanyaannya.

"Anak kesayangan kalian hamil, Bella hamil!" ucap Agatha tegas dan lugas, seolah tak ada sakit dan empati di hatinya.

Ari menggeleng berusaha menyangkal kenyataan.

"Jangan becanda Agatha!"

Agatha langsung mengeluarkan test pack yang ia temukan di kamar Bella tepatnya di laci meja rias adiknya, awalnya ia ingin meminjam charger tapi ia malah menemukan benda pipih panjang dengan dua garis merah. Penasaran dengan kenyataan ia langsung menyeret Bella ke dokter obgyn untuk melakukan pemeriksaan dan hasilnya sangat mengecewakan. Bella hamil dengan usia kandungan dua minggu.

"Ini, Ayah sama Ibu bisa baca sendiri," ucapnya sambil menyodorkan test pack serta surat dokter tersebut kepada Ari dan Juni.

Sontak mengetahui kenyataan yang sebenarnya membuat Ari menegang. Ia bahkan masih tak percaya jika anak yang selalu dibangga-banggakan itu kini tengah hamil tanpa ada ikatan pernikahan, tapi bukti nyata sudah berada di genggamannya.

Sementara Juni hampir saja terjatuh ke lantai jika Agatha tidak menopangnya.

Dan Bella menangis tersedu-sedu sambil meremas pelan perutnya, ia benci keadaan seperti ini, benci pada dirinya sendiri dan pria itu.

FATE : Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang