22. Rasio Aristotle

130 42 5
                                    

Part ini akan sangat annoying di bagian akhir, mungkin part2 selanjutnya juga akan sama annoyingnya. So, I hope you'll be fine with her point of view. And ... semua pernyataan dan pertanyaan, aku jamin akan ada penjelasannya, nanti. Jadi, buat yang baca cerita ini, aku bener2 berharap baca sampai nanti ending, guna mengurai dan mencegah adanya kesalahpahaman serta keraguan. Terima kasih.

-o0o-

Perihal hitam dan putih.

Cantik tidak pernah berpihak pada warna. Sejatinya hitam dan putih hanya perkara melihat dengan sudut pandang apa dan yang mana. Hitam tidak selalu kelam, pun putih tidak selalu semenakjubkan putihnya pualam.

Manusia juga aslinya hidup di atas hitam dan putih, diberi pilihan baik atau buruk, tumbuh besar atau mengerdil kecil, dinamis atau statis, itulah hidup. Buruk tak selalu buruk, mengerdil tak selalu menjadi terkucil, pun statis tak selalu berarti kritis.

Terkadang manusia terlalu kolot. Menanggapi apa pun dengan sudut pandang negatif, berpikir yang monokrom selalu monoton. Tidak begitu, sudut pandang mempengaruhi segalanya.

Dalam hitam aku melihat kesederhanaan, tanpa sedikit pun keangkuhan. Menunjukkan, tetapi lebih banyak menyembunyikan. Dalam putih, aku melihat sahaja, berpendar perlahan, mengimbangi gelapnya cinta.

Konak Square, Izmir.

Musafir Buta Arah

-o0o-

Senja menakjubkan Izmir tak membuat Asgard berhenti di kota itu. Langkahnya mantap tatkala kembali menggendong ransel berisi pakaian tak seberapa yang ia bawa serta kamera hitam putih yang didapat dari Aysun. Tak ada yang istimewa, melebihi pertemuannya dengan perempuan tak terduga berdarah Tionghoa-Sisilia di depan Konak Square, Izmir, Turki.

Dikelilingi wisatawan dan warga sipil, dengan merpati yang sibuk mematuk-matuk kecil biji pemberian orang-orang, Asgard berani mengatakan, ia jatuh cinta pada senyum manis Da Xia Aggye. Perempuan beriris biru jernih dengan rahasia yang mungkin tak ingin diketahui Asgard sama sekali. Namun, takdir itu lucu. Tak ingin, tetapi mampir, menghindar justru dikejar. Senja itu, Asgard meninggalkan Izmir dengan rasa yang berbeda.

Keesokan harinya, Asgard bangun di tempat penginapan sederhana yang ia sewa untuk sehari semalam saja. Ephesus, destinasi terakhir yang ingin ia jajaki sebelum meninggalkan negara dua benua itu.

Tanpa menunggu lama, setelah bersiap, ia langsung menuju tempat menakjubkan itu, tempat di mana Yohanes diduga menulis Injilnya.

Sebenarnya, Ephesus adalah kota Yunani Kuno yang kemudian menjadi Kota Romawi. Terkenal karena adanya Kuil Artemis pada masa lampau, yang membuatnya menjadi salah satu Tujuh Keajaiban Dunia Kuno.

Berdiri di depan sisa bangunan Perpustakaan Celsus membuat Asgard takjub, tanpa sadar diarahkannya kamera pada puing-puing itu lantas mengabadikannya. Sedikit hal yang ia tahu tentang perpustakaan itu, dibangun untuk menghormati Tiberius Julius Celsus Polemaeanus, gubernur Provinsi Asia pada tahun 115 M.

Setelah mengambil gambar, Asgard kembali melihatnya dengan mata telanjang. Ilmu pengetahuan benar-benar dijunjung dari masa ke masa dengan pembangunan perpustakaan semacam itu. Meski demikian, tetap saja ada orang yang ingin memusnahkan peradaban. Contoh saja petinggi Mongol yang memerintahkan untuk membakar perpustakaan besar di Baghdad, Hulagu Khan.

Sungguh, Asgard tak bisa membayangkan bagaimana pemandangan sungai Eufrat dan Dajlah yang menghitam karena abu pembakaran buku-buku.

Baru akan berjalan untuk menelusuri puing bangunan, bak adegan klise dalam drama, seseorang menabraknya pelan, tak sampai jatuh seperti saat Caspari menabraknya. Seketika Asgard berbalik badan, melihat siapa yang kiranya terlalu fokus menikmati panorama yang tersaji hingga tak melihat manusia di depannya.

Catatan sang Musafir (Completed)Where stories live. Discover now