Empat Puluh Tiga

Beginne am Anfang
                                    

Bahkan neneknya pun bersikap tidak seperti biasanya. Wanita itu memang selalu mengacuhkannya, tapi ekspresi wajah yang Addo lihat tadi saat berpapasan dengannya jelas tidak biasa-biasanya. Baru pertama kali ini Addo melihat neneknya yang dingin dan galak tampak sedih dan 'hampa'.

Hal pertama yang Addo lakukan setiba di kamar adalah menghempaskan badannya ke atas tempat tidur. Sejurus kemudian dia mengerang—tangannya mengambil sebuah bantal dan meletakkannya diatas mukanya. Menutup seluruh wajahnya lalu menekannya kuat-kuat.

Setelah itu dia menyingkirkan bantal dan berubah posisi menjadi duduk. Tadinya, Addo mengira masalahnya sudah selesai begitu ia sampai di rumah. Makan malam yang enak, mandi air hangat, menonton TV dan tidur. Atau mencoba tidur. Hanya tidur yang sedikit ia takutkan karena Addo tergolong tipe yang suka banyak berpikir menjelang tidur.

Addo duduk sambil menggoyang-goyangkan kaki kanannya pelan. Otaknya masih menerka-nerka apa yang terjadi selama dia di sekolah tadi? Mungkin... Mungkinkah ibu dan neneknya terlibat semacam pertengkaran dan berakhir seperti tadi? Masuk akal. Tapi kenapa ibu dan neneknya bisa sampai bertengkar? Apa yang membuat mereka bertengkar?

Menghela napas, Addo baru ingat dia belum melepas sepatunya. Maka ia melakukannya dan saat hendak menyimpan sepatu di sisi lain kamar, matanya menangkap bungkusan plastik dari Hugo yang belum ia buka. Dia meninggalkannya di samping kaki kasur.

Diambilnya bungkusan itu lalu pelan-pelan dikeluarkan isinya. Ada sebuah boks tipis warna hitam bergambar sebuah launchpad serta ada satu benda yang Addo tidak tahu apa namanya. Benda yang kedua berbentuk persegi panjang dan memiliki beberapa tombol model putar diatasnya. Addo memerhatikannya baik-baik dan menemukan tulisan berupa tempelan stiker: sound mixer. Selain itu didalam tas plastik ada banyak sekali kabel. Dia mengeluarkan semua isinya, menjajarkan satu-satunya diatas tempat tidurnya.

Hugo memberikan semuanya secara lengkap: launchpad, sound mixer, kabel, headphone dan catatan ditulis tangan bahwa Addo akan memerlukan laptop. Yang makin membuat Addo kaget adalah semua benda tadi masih baru.

Selama beberapa saat, Addo benar-benar kehilangan kata-kata. Satu set perlengkapan mini DJ itu membuat senyum kembali terkembang di wajahnya dan melupakan semua kepenatannya. Dia lantas mengambil handphone dan mengirim pesan singkat ke Hugo.

Thanks a lot! You're the greatest!

Addo lantas mendapati dirinya tak bisa lepas memandangi launchpad pertama miliknya. Handphonenya bergetar tak lama kemudian, pertanda ia mendapatkan balasan.

votre accueil, gosse

Addo membalas lagi:

don't speak in your damn language. I don't understand

"Addo, ayo makan dulu," Pat tiba-tiba muncul didepan pintu kamar Addo. Addo sendiri langsung berlari menghampirinya tapi bukannya mengajak turun ke dapur, dia menarik ibunya ke dalam. "Mama, coba lihat!" dia menunjuk ke semua hadiah diatas kasurnya. Pat tertegun, alisnya terangkat.

"Siapa yang memberikan ini padamu?"

Addo menyunggingkan senyum yang menampakkan giginya, selayaknya kelinci. "Paman Hugo Pierre Leclercq."

***

Sebulan kemudian.

Matt hanya diam menonton Addo asik sendiri. Tangannya bermain diatas beberapa benda bertombol yang ia tidak tahu apa namanya dan fungsinya. Selain benda-benda itu juga ada sebuah laptop, dan mereka semua dihubungkan dengan kabel.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt