🌿21🌿

406 61 10
                                    

About 3700+ words.

➖✳➖

Seperginya dari supermarket, rencananya aku ingin langsung ke butik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seperginya dari supermarket, rencananya aku ingin langsung ke butik. Ternyata Mas Jae ingin merealisasikan traktirannya segera sehingga kami berdua meluncur ke Starbucks.

Kaget? Aku sih, sedikit. Karena sejujurnya kedai minuman dengan harga yang sangat nggak ramah bagi orang dewasa seperti kami berdua—yang masih mencoba menyesuaikan gaya hidup dengan gaji dan menstabilkan finansial pribadi, sama sekali bukan gayaku. Yah, meskipun aku pecinta latte nomor satu. Tetapi Mas Jae beralasan. Sesekali ngabisin duit, katanya. Terserah dia saja sih. Pokoknya kalau akhir bulan nanti dia melarat, bukan urusanku, aku sudah menyarankan ketempat yang lebih murah.

Sesampainya di butik, nggak ada hal spesial yang perlu diceritakan sampai akhirnya aku menemukan sebuah kebaya berwarna coral pink dengan hijab yang begitu cantik. Kemudian—

"Itu pacarnya ya, mbak?" celetuk seorang pekerja bernama Maya, melihatku datang bersama Mas Jae.

Oke, pertanyaan Maya barusan seharusnya nggak termasuk hal spesial yang kusebutkan diatas. Namun berhubung Maya bertanya, ada baiknya aku menjawab lebih dulu. Lagian apabila wanita dewasa yang sudah memasuki usia nikah sepertiku jalan bersama laki-laki, kalau nggak dikira pacar ya pasti calon suami. Aku sudah kebal dengan ini. Untungnya selalu Mas Jae yang dikira pacarku, bukan lelaki lain. Coba bayangkan Fajar, atau... Mas Akas?

Pasti aku bakalan canggung setengah mati.

"Bukan kok, May. Itu Mas Jae, tetangga sebelah rumah dari kami kecil." ujarku sembari melihat Mas Jae yang tengah duduk di sofa nggak jauh dari kami, menyesap caramel macchiato-nya sambil menggulirkan layar ponsel demi mengusir kebosanan. Soalnya kalian mungkin mengerti, perempuan seperti aku pasti ingin berkeliling menjelajahi isi didalam butik mumpung ada disini.

Tatapanku beralih ke kebaya coral pink tadi. Tadinya aku menganggap ini sekedar cantik, sampai kemudian Maya nggak sengaja menceploskan itu adalah kebaya lamarannya Kak Rena—sebelum merutuki dirinya sendiri sebab kakakku berpesan, rahasiakan dulu dari semua orang.

Tolong bilang ini kebohongan. Kak Rena sudah mantap memutuskan mulai memakai hijab sejak lamaran? Beneran 'kan? Soalnya aku turut senang untuk kakakku. Meskipun bisa jadi Kak Rena hanya akan mengenakan hijab selama proses lamaran dan pernikahan, itupun sudah termasuk kemajuan yang bagus. Setidaknya lebih baik dibandingkan nggak sama sekali. Tetapi siapa tahu dia beneran memutuskan berhijab selama sisa hidupnya?

Mengingat kebiasaan perempuan dikeluargaku yang mantap berhijab setelah menikah, harapanku cuma satu; semoga Kak Rena bukan berhijab karena tertekan dengan 'kebiasaan' tersebut.

Diam-diam aku jadi membayangkan betapa bahagianya hidup kakakku. Bertemu lelaki yang membuatnya tertarik, mengalami berbagai fase kenalan selama bertahun-tahun pacaran, dilamar dan kemudian akan segera mengikat janji sebagai pasangan hidup. Apalagi, aku yakin, lelaki itu juga yang menjadi alasan kenapa dia memilih berhijab dihari pentingnya.

PRELUDEWhere stories live. Discover now