Extra Part

50 17 19
                                    


-Extra Part MadSya-

Terkadang hidup memaksa kita harus mau, harus tegar, harus ridha, harus ikhlas, tapi ternyata dibalik itu ... ada tangan lembut Allah yang menjadikan semuanya indah dan penuh cinta.

(Ustadzah Muna Almunawwar ~~~ Pena Syarifah_)

Pengagum itu sunyi dalam keramaian dan ramai dalam kesunyian.

(Maryam367)

-Extra Part MadSya-

  Siang ini koridor terasa sesak karena seluruh siswa bersamaan keluar dari kelasnya membawa tas di punggung. Seperti inilah beberapa hari suasana di SMA Trisakti 1. Sesak, ramai, riuh karena banyak sekali murid baru.

Gelak tawa menggelegar di mana-mana, warna tahun ajaran baru kali ini lebih indah dari tahun-tahun sebelumnya. Anak belasan tahun itu saling melempar guyonan, cerita lucu atau sekadar bercerita seputar kehidupan mereka di rumah.

Seperti tahun ajaran yang sudah-sudah, setiap harinya dilalui Shofia dengan membawa sekeranjang nasi bungkus yang dititipkan di kantin SMA Trisakti 1. Ia ikut keluar setelah di luar mulai sepi. Ia tidak suka berdesak-desakan di koridor atau di gerbang utama.

Ia berjalan santai hingga tiba di kelasnya dahulu, 2 IPA. Sekilas ia memandangi kelas yang sudah kosong, pandangannya berhenti pada mejanya dulu, dekat meja guru di pojok kiri dinding.

Tak terasa, satu tahun sudah ia lalui dengan suka-duka, sendiri atau bersama Maria. Ngomong-ngomong Maria, hari ini anak itu katanya demam.

Mantan anggota Osis itu memutar badan dan menatap lapangan pemisah koridor IPA dan IPS. Terik mentari kian meningkat membuat Shofia menyipitkan mata. Baiklah, mungkin ia merindukan tahun ajaran silam. Satu tahun yang menjadikannya lebih berwarna meski sedikit.

Kemarin baru saja ia sempat baper dengan beberapa orang. Tapi sayang ... orang-orang itu hanya singgah. Ah, bahkan kisah dirinya tak seperti kisah remaja lain yang beneran dibaperin. Kalau hanya baper, berarti hanya dirinya yang merasa.

Shofia memandang pada bangku seberang yang tampak diisi oleh seseorang. Orang itu bersandar di dinding dengan sebelah kaki terangkat, memainkan HP yang miring 180 derajat. Hoodie warna putih perlahan menguning dengan tataan rambut acak-acakan.

Shofia tersenyum saat mata mereka bertabrakan. Senyum tulus penuh pengharapan tertuju padanya. Seakan ada cerita yang belum usai antara mereka, orang itupun tersenyum penuh kerinduan tampak dari sorot matanya. Shofia merasa tak rela setelah kabar itu datang———dia pergi entah kemana? Tapi sekarang ... dia ternyata masih bersekolah di sini. Ah, dia itu terlalu membingungkan.

Orang itu meletakkan HPnya dan fokus memandangi perempuan di seberang sana. Senyum yang ia dapatkan saat pertama kali di dekat gerbang saat dia menyatakan ikut berpartisipasi dalam acara Gema Hari Raya. Rangkaian kejadian kecil bersama dengannya perlahan bermunculan dengan sendirinya menari-nari di pikirannya bak pementasan drama.

Shofia tetap memandangi orang itu hingga rasanya ingin menangis. Anggap saja ini rindu seorang teman ... lebih tepatnya, Shofia penasaran mengapa Syafi'i pergi dan mengapa sekarang dia ada.

Orang itu berdiri dan berjalan perlahan ke arahnya. Apa itu nyata bagi Shofia? Shofia masih tak mengalihkan pandang, dan mereka masih sama-sama beradu tatapan layu. Senyum itu masih tak luntur hingga beberapa memory terbuka begitu saja.

Dari balik mata sayunya, Shofia dapat menangkap gurat kesedihan yang disembunyikan. Gurat luka yang ditutupi. Syafi'i itu pandai menutupi kekesalan dirinya.

MadSya [Selesai]Where stories live. Discover now