Bab 22

49 18 18
                                    

Sesudah guyuran hujan mereda, Syafi'i mengajak Syafiq makan di luar untuk merayakan hari kelahiran mereka berdua walaupun hanya untuk makan kecil-kecilan. Ajakan itu tentu tak bisa disia-siakan oleh Syafiq. Ia langsung bersiap dengan kaos hitam polos dilapisi jaket parasut berwarna abu-abu. Sedangkan Syafi'i memilih memakai jaket putih yang mulai menguning.

"Ibu kami berangkat dulu."

Setelah mengucap salam. Mereka berdua berjalan kaki mengitari jalan raya yang basah. Awan hitam masih menyelimuti kaki langit dengan sesekali menurunkan rintik air yang dibawa angin.

Malam minggu ini suasana jalan masih senggang, hanya terdapat beberapa rombong makanan. Mengingat ada beberapa pedagang dari kampung-kampung berbeda, membuat mereka mudik melepas rindu sekaligus merayakan hari raya di kampung halaman.

"Mau makan apa?" tanya Syafi'i. Ia membenarkan letak tasnya yang ada di depan dada.

"Bakso," pinta Syafiq.

Sebagai kembaran yang lahir sesudah Syafi'i. Syafiq terkadang bertingkah manja dengan saudaranya itu. Tak lupa ia juga sering memeras duit Syafi'i meski terbilang kecil.

Mereka mengitari bangku plastik dan duduk di meja paling ujung. "Bang bakso dua!" ucap Syafiq sedikit meninggi.

Sedangkan Syafi'i mengedarkan pandangan ke arah seberang. Lapangan luas dengan bentuk persegi itu mulai dipadati pengunjung malam Minggu. Ada beberapa icon yang perlu dicoba untuk menikmati malam minggu di Lapangan Murjani Banjarbaru. Antaranya ada penyewaan mobil kerlap-kerlip, ATV, beberapa permainan anak dan pesona makanan yang tersebar di sebelah kiri trotoar.

Tak lama, dua mangkok bakso sederhana menyapa mereka berdua. "Makasih Bang. Berapa?"

"20 ribu Dik," sahut penjual bakso ramah.

Syafi'i mengeluarkan uang dari saku jaketnya. "Tukar."

"Jual."

Pemilik warung itu beranjak pergi melayani beberapa pembeli lainnya. Syafiq mengambil sendok serta garpu, ia juga meraih tissue dan membersihkan alat makan itu sebelum digunakan.

"Selamat ulang tahun ya Fi'i. Gua doain makin langgeng sama Shofia. Ahahaha."

"Asem lo Fiq. Gue nggak ada apa-apa. Selamat ulang tahun juga buat lo. Semuanya yang lo cita-cita terkabul."

"Widih, bisa ngomong panjang juga ternyata?" tanya Syafiq. Ia menyeruput kuah bakso itu beberapa kali sebelum menyantap isiannya.

Teringat Shofia. Ia merogoh satu benda berpita merah dan menyerahkannya kepada Syafiq. "Dari Shofia."

"Uhuk-uhuk!"

Syafi'i melanjutkan makannya tanpa peduli dengan saudaranya yang tersedak. Ia makan dengan tenang sampai sepatu dari isi mangkuknya mulai hilang.

"Lo ketemu? Bicara apa aja lo sama dia? Makin yakin gue kalau lo itu———."

"Jangan dibahas," potong Syafi'i dingin saat melihat seorang pria mendekati warung yang sama.

"Eh itukan si Fil, kok makan disini? Katanya orang kaya?" komentar Syafiq.

"Oh iya, gue juga ada hadiah buat lo." Syafi'i mengalihkan pandangannya ke arah tas miliknya. Dengan cepat ia mengeluarkan sebuah kotak kecil. "Bukanya pas wudu."

"Qur'an?" tebak Syafiq.

Syafi'i melanjutkan makannya tanpa suara. Ia juga memperhatikan Filza yang duduk memunggunginya. Mungkin Fia pernah ngajak ke warung trotoar ini, makanya dia suka jajan di sini, terka batin Syafi'i.

MadSya [Selesai]Where stories live. Discover now