Bab 14

51 21 2
                                    


-Bab 14 MadSya-

Sudah kada bungas, barang senyum. Insya Allah manis haja dipandang urang.
(Maryam367)

-Bab 14 MadSya-

Maria memasukkan satu persatu bolpoint berkepala kucing ke rambutnya yang diikat satu. Jika dilihat dari depan, pulpen warna-warni itu tampak serasi dengan wajahnya yang terbilang putih. Hanya tersisa satu pulpen di tangan kanan yang ia gunakan untuk menulis rumus fisika.

Kali ini gadis beragama Kristen itu duduk di bangku pojok perpustakaan dengan beberapa buku fisika yang ingin ia kerjakan. Bukan ada tugas atau dihukum karena tak mengerjakan PR, tapi Maria tipe orang yang ingin jawaban lebih dahulu sebelum materi nanti di kelasnya. Alias, orang yang satu ini sangat pintar hingga ambisi belajarnya sangat tinggi.

"Susah bener deh," ungkapnya pelan.

Ia menarik beberapa pulpen yang melekat di rambutnya dan memasukkan kembali pada asalnya. Merasa tak ada jawaban yang tepat, ia memutuskan melihat buku rumusnya kembali.

"Perasaan rumusnya gini aja deh. Untung suka. Coba kalau aku nggak suka fisika yang beranak pinak gini. Pasti dah nggak masuk di otak."

Gadis dengan rambut sebahu diikat itu mengangkat tangan kiri dan menumpu kepalanya yang masih dihiasi bolpoint. Ia sudah kehabisan cara berpikir.

Ridwan menarik dua pulpen sekaligus dari atas kepala Maria.

"AWWWWW!" pekik Maria sembari menangkap pergerakan Ridwan. Detik selanjutnya tangan Ridwanlah yang menjadi sesajen siang ini.

"Gue pelintir lo!" Maria berdiri dibarengi dengan aksi gebrakan meja, ia membalikkan badan dan terus melancarkan aksinya. "Berani ganggu gue!"

"AAAAAAAA, MARIA SAAKIIIIT!" teriak Ridwan. Mata terkatup, tangan memegang tangan satunya yang bergetar sakit, suaranya hampir serak ingin menangis.

Dari arah pintu yang tersedia meja pengawas. Seorang ibu paruh baya yang mengotak-atik laptopnya terhenti saat mendengar keributan di pojok perpustakaan.

"Bu, ada yang ribut tuh!" adu salah satu pengunjung perpustakaan.

Ibu Dewi selaku penjaga perpustakaan bergegas menghampiri mereka berdua. "Maria! Ridwan! Jangan berisik. Kalau mau bicara di luar!" Ibu Dewi muncul tak jauh dari rak terakhir di pojok.

Maria melepas kasar santapan siangnya. "Ini nih Bu, si Ridwan gangguin Maria."

"Kamu itu Rid. Jaga sopan santun sama temen. Maria juga, nggak sekalian naruh buku di atas kepala kamu? Pulpen ada tempatnya malah ditaruh di atas kepala. Jangan berisik lagi."

Setelah Ibu Dewi menghilang dari netra Maria. Ia segera meraih satu-persatu benda yang sedari tadi menancap di atas sana.

"Sekalian gedung sekolah yang ada di kepala lo Mar."

Maria melirik tak minat kepada Ridwan yang mengurut tangan kanannya. "Mau gue patahin sekalian tangan lo yang sakit?"

Ridwan meringis ngilu dan berlalu tanpa suara. Mengganggu Maria di perpustakaan memang salah besar. Ia akan mencoret daftar mengganggunya di tempat budak buku ini. Dan menambahkan perpustakaan ke daftar merah setelah wc perempuan. Kerjaan tetapnya mengganggu Maria, adapun kerjaan sampingannya belajar dan beraktivitas seperti siswa kebanyakan.

"Baru pagi tadi bandu aku dicopot, sekarang malah ganggu rambut aku lagi," omelnya nyaris berbisik. Kejadian pagi tadi sangat di luar kendali Maria, Ridwan datang dan merampas bandu ungu yang menghiasi kepalanya. Katanya anak seperti Maria tak boleh memakai riasan unyu itu.

MadSya [Selesai]Where stories live. Discover now