Bab 34

42 14 19
                                    

-Bab 34 MadSya-

Cukup dosa yang buat kamu nangis. Rindu boleh ... nangis jangan.

-Bab 34 MadSya-

Syafi'i berdiri tegap di samping jendela terbuka sambil menatap rintik-rintik hujan yang perlahan turun. Awan kelabu menutupi seluruh birunya langit meruntuhkan keberanian Syafi'i untuk keluar rumah, angin sedang berhembus menggelitik kulit kecoklatannya hingga rambut yang sudah rapi setelah mandi itu kini berubah acak-acakan. Kicauan burung di sore hari saling bersahut-sahutan dibarengi pekikan emak-emak yang mencari anak-anak mereka untuk segera pulang dan mandi sore. Perlahan gerimis itu berhenti, namun setelahnya rintik-rintik hujan terjadi lagi memporak-poranda isi hatinya saat ini.

Wajahnya gelisah, hatinya gundah, hanya karena ingin membelikan makanan pada Shofia. Bisikan ingin meneraktir gadis itu sudah lama namun tak urung ia iyakan, karena sadar si miskin tetaplah si miskin yang makan seporsi bakso saja harus berbagi.

Tak seperti Filza jika ingin membelikan sesuatu langsung gass tanpa mempedulikan keuangannya. Untuk ukuran dompet Syafi'i yang Astaghfirullah banyak duit koin melati, dibandingkan dompet Filza yang penuh kartu kredit dan kartu-kartu kehidupan lainnya sangat naudzubillah untuk dibandingkan. Haha makin ngawur authornya.

Hey, memangnya siapa yang berani mengusik ketenangan Syafi'i selain gadis tak cantik itu. Huh menyebalkan suasana devaju seperti ini, keluh batin Syafi'i. Ia lihat lagi awan putih bercampur abu-abu tebal dan berakhir dengan hembusan napas kecewa.

Tak ada salahnya 'kan merindukan seseorang yang dicintai? Meski mencintai dalam diam adalah hal yang salah dan tentu tak luput dari dosa. Tapi siapa yang bisa mengendalikannya kecuali Allah,  bukan? Semua makhluk diciptakan berpasang-pasangan, maka tak jarang jiwa yang sudah kering atau jiwa yang baru tumbuh merasakan cinta pada orang-orang disekitar karena terbiasa.

Jika ada istilah mencintai dalam sekejap pandang, maka sekarang kita di sini menciptakan cinta karena terbiasa. Terbiasa melihatnya, terbiasa mengamati tingkah lakunya, terbiasa dengan semua hal yang berhubungan dengan doi. Maka kata terbiasa menumbuhkan benih-benih suka terjadi juga pada Syafi'i. Sudah kalian ketahui Syafi'i terbiasa mengamati Shofia, Syafi'i sering menyelipkan doa untuk Shofia meski doanya tak muluk-muluk hanya meminta Shofia bahagia dunia akhirat. Gitu doang guys! Nggak ngebet pengin Shofia kok dia.

Syafi'i juga terbiasa dengan tingkah laku Shofia yang kadang bar-bar, tak jelas hingga beberapa sifat yang membuatnya kagum seperti ramah, pintar, tak sombong dan suka bergaul tanpa pandang bulu. Katakanlah Syafi'i mencintai Shofia dengan segala aib-aibnya😂.

Syafi'i menghembuskan napas panjang hingga mengganggu Syafiq yang sedang belajar di atas kasur.

"Panjang banget tu napas, kagak takut putus apa?" komentarnya. Ia kembali fokus pada satu buku tulis di hadapannya dan mengabaikan buku-buku yang sengaja dibuka di kanan-kirinya. Sok belajar hingga buku masakan dapur ikut terbuka di sisi kakinya. Emang kalau bodoh ya bodoh aja kagak usah belagu pinter. Nanti dilihat 'kan jadi kayak bodoh beneran. Makin ngawur uhuk.

"Kapan berhentinya ni grimis?"

"Kapan-kapan," jawab Syafiq sekenanya. Ia menaik-turunkan cepat pulpen yang berada di tangannya.

"Pea," cetus Syafi'i tanpa menatap kembarannya itu.

Tanpa rasa kasihan, Syafiq melempar pulpen di tangannya. Sasarannya adalah kepala Syafi'i. "Makan tuh pea."

MadSya [Selesai]Where stories live. Discover now