30. Cerita Tentang Hari Lalu

11.8K 2.7K 293
                                    

"Seperti yang pernah kamu bilang, kalau manusia sempurna itu nggak pernah ada." dengan senyum sumir, saya mendongak. Oris bergeming, namun sepasang matanya seakan menterjemahkan bahwa ia tengah mendengarkan saya dengan baik saat ini. "Dan menjadi sempurna, sampai kapan pun nggak akan pernah cukup. Karena sempurna itu cuma ada dalam bayangan manusia aja. Kata kamu,  kita hanya akan menemukan ketidakpuasan terhadap apapun. Sampai akhirnya kita jadi orang yang kehausan sama hal-hal semacam itu. Mengejar kesempurnaan nggak akan pernah ada ujungnya, iya kan? Karena semua itu nggak pernah ada. Kamu pernah bilang gitu waktu kita makan di McD Simpang Dago."

Bayangan di sore dengan hujan deras itu mendadak berkelebat dalam benak saya. Bahkan lagu yang terdengar saat itu pun saya masih ingat. Dan sama seperti saya, Oris terkekeh--bersamaan dengan lengan kanannya yang memeluk saya jauh lebih dalam.

"Sewaktu kita putus, bahkan saat kamu pergi ke Malbourne, aku selalu ingat kata-kata itu. Karena kamu bener. Waktu itu, aku berusaha keras mencari banyak hal. Atensi, pengakuan, penerimaan, apapun aku lakuin hanya supaya aku bisa punya itu semua."

Itu cerita lama yang sedih. Tapi malam ini, dalam pelukan Oris yang hangat sekali, saya terkekeh.

"Aku belajar dandan, beli banyak baju bagus, mencoba bergaul sama yang lain, apapun itu aku coba buat lakuin. Tapi ternyata nggak ada satupun yang berhasil. Bahkan ketika aku merasa cukup cantik dari sebelumnya, cukup modis dari aku yang dulu, aku masih dengar banyak banget komentar nggak enak dari orang lain. Seolah aku emang harus jadi yang mereka mau. Padahal aku udah ngerasa, aku cantik, terus apalagi yang salah?"

Sejenak, saya menarik napas panjang. Berusaha mengais kenangan-kenangan pahit itu dalam satu kotak yang sering saya sebut sebagai getir.

"Waktu itu, aku sempat ngerasa kalau akhirnya.. setelah sekian lama, aku dapat perhatian dari orang lain. Aku merasa how proud i am.. ketika punya pergaulan sekeren itu. Sebuah sirkel yang kamu tahu, nggak pernah aku punya sebelumnya. Tapi di dalam sirkel itu, nggak jarang aku ngerasa--itu bukan aku. Itu kayak orang lain yang terlalu haus sama perhatian. Bahkan banyak yang bilang gini, 'San, kamu tuh cantik, tapi coba deh agak natural dikit. Kamu terlalu menor' atau 'San, kamu gendutan ya? Nggak coba buat diet? Eh, sorry. Nggak bermaksud. Cuma ngasih saran aja'. Terus tiap aku mau mens dan muka aku lagi jelek-jeleknya, mereka pasti bakal bilang, 'ya ampun, Cassandra! Kamu kok kayak nggak peduli sama muka kamu sendiri gitu sih? Sampai breakout parah gitu?'."

Sekali lagi, saya tertawa. Lebih tepatnya, saya menertawakan kejadian itu. Karena kalau di pikir-pikir, itu bukan soal saya yang tidak pandai merawat diri. Tapi karena saya manusia normal yang punya hormon dan kadang bisa menjadi tidak seimbang.

Dulu saya pernah berpikir, betapa jeleknya jerawat yang muncul di wajah saya. Apalagi kalau jumlahnya terlalu banyak, nggak jarang saya bahkan sampai stres. Tapi akhirnya saya paham. Tidak apa-apa, karena itu normal. Karena saya manusia normal. Jerawat bukan lagi masalah selama saya mampu menjaga kebersihan diri saya, menjaga pola makan, olahraga, istirahat teratur dan mengobati dengan benar kalau-kalau jerawatnya muncul lagi. Dan sekarang saya jadi heran, kenapa orang lain ribet sekali ngurusin saya?

Kemudian tiba-tiba, saya mendengar Oris tertawa. Laki-laki itu terlihat memejamkan matanya, sementara kepalanya tersandar pada kepala saya. Seolah dia benar-benae menikmati pelukan ini.

"Bahkan kalau kamu kurus pun, mereka bakalan bilang, 'ya ampuun, Cassandra! Kamu kenapa kurus banget? Makan yang banyak dong'. Karena nggak semua perhatian yang kamu terima hanya soal hal baik. Beberapa orang memperhatikan kamu karena mereka nggak suka lihat orang lain happy. Apa ya istilahnya?"

"Julid kalau kata netizen." jawab saya, sambil tergelak.

"Iya, itu. Bener. Orang lain kadang menaruh perhatian ke kita cuma buat julid doang. Ada sih yang beneran mau peduli, ngasihnya nasihat baik, tapi dikit. Paling-paling cuma bisa dihitung pakai jari." katanya menenangkan.

Oris Sigra [completed]✔Where stories live. Discover now