Prolog

630 75 61
                                    

Selamat datang di prolog

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (suka hinggap sana-sini)

Merci d’avoir lu cette histoire
Thank you for reading this story
Terima kasih telah membaca cerita ini

❤️❤️❤️

_____________________________________________

_____________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Seharusnya kita memberitahunya sejak dulu. Jujur saja, sudah lama aku ingin menyingkirkannya.”

Serangkaian kata yang menyusun beberapa kalimat tersebut membuat tubuhnya menegang. Seolah waktu memang sengaja membawanya ke momen ini. Di mana kepercayaannya yang begitu kuat pada kota Paris selama seumur hidup diluluh lantakkan oleh kenyataan tersebut.

Ia menggeleng samar dan menyakinkan diri sendiri bila ini pasti hanyalah sebuah kekeliruan. Pasti suara itu telah mengelabuhi pendengarannya, sehingga memberi kesimpulan yang salah pada otaknya.

Jadi, ia memutuskan menunggu. Sengaja memberi kesempatan suara itu agar berpendapat sebaliknya. Hanya untuk memastikan pendengarannya memang keliru. Namun, harapnnya telah diluruhkan kenyataan oleh sebuah kalimat lanjutan dari pemilik suara yang sama.

“Aku sudah lelah berpura-pura. Memangnya kalian tidak?”

Ia tahu ia tidak salah dengar. Ia tahu sia-sia saja ia menunggu dan memberi kesempatan pada orang itu. Apalagi diperkuat oleh sahutan suara lain yang menyetujui kalimat tersebut. Tubuhnya kontan menggigil. Bukan karena efek hawa musim dingin akhir Desember yang terasa menusuk hingga membuat tulang ngilu. Melainkan karena kalimat-kalimat yang menguar dari orang-orang itu.

Padahal, ia masih berdiri di depan pintu ruang keluarga dengan penghangat dan perapian yang menyala. Dengan balutan sweater turquoise dan juga syal putih gading yang melilit longgar di leher jenjangnya. Dengan parka hitam yang ia kenakan hingga menutupi telinganya. Dengan celana beludru tebal kuning cerah dan juga kaus kaki putih polkadot warna-warni hangat serta sandal rumah. Dan dengan tawa ceria dari orang-orang yang dikenalnya sebagai ....

Ia sontak menghentikan pikirannya sebab tidak tahu lagi sebutan apa yang cocok bagi mereka sekarang. Jelasnya, semua komponen itu seharusnya bisa membuat sesuatu dalam rongga dadanya seperti disusupi percikan api kecil yang menenangkan. Menebarkan kehangatan yang membungkus tubuh serta memicu tarikan sudut-sudut bibirnya membentuk garis cekung bernama senyuman.

Seperti yang selama ini terjadi.

Bukan gelombang kejut berupa gumpalan balok es tak kasat mata yang menyerang sepanjang tulang belakangnya. Kemudian menyebar ke setiap inchi sel tubuhnya sehingga membuatnya menggigil. Sampai-sampai ia takut darahnya membeku, mungkin saja jantungnya yang bertalu cepat memukuli dadanya juga ikut membeku. Lalu rasa sakit yang baru saja menyerangnya ini juga ikut membeku. Jadi, ia tidak perlu merasakan bagian itu lagi. Ya. Lebih baik begitu.

Seandainya sesederhana itu.

Ia masih berdiri di sana. Tangan kanannya yang telanjang menekan bagian dada untuk meredakan nyeri sambil memandang satu poros dengan pendengaran masih dilingkupi suara-suara itu. Hampir terperenyak dan limbung andaikan jari-jemari tangan kirinya yang terasa beku tidak perpegangan erat pada gagang pintu. Yakin masih bernapas. Kendati memberat, ia mengabaikan banyaknya uap yang keluar melalui hidung serta mulut sebagai bukti. Dan ia masih bisa menikmati sesuatu dalam dirinya yang terasa dirudapaksa.

Namun, kali ini, ia rasa sudah cukup dan tidak sanggup mendengar lebih banyak lagi tentang kenyataan yang tersibak. Maka dari itu, dengan segenap tenaga untuk mempertahankan kesadarannya tetap utuh, seluruh sendi-sendi kedua kakinya ia paksa bergerak, atas perintah otaknya untuk membawa tubuhnya pergi.

Ia berjanji tidak akan pernah kembali.

Ia berjanji tidak akan pernah kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See you next chapter

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

Minggu, 1 Agustus 2021

EPOQUE à PARISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang