[ 05 ] ― ❛ Tercerai-berai ❜

304 72 191
                                    

Lantunkan; Nadin Amizah - Menangis di Jalan Pulang.

Sea memasuki mobil Langit tanpa mengeluarkan sepatah kata pun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sea memasuki mobil Langit tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Langit menatapnya bingung, namun enggan bertanya. Ia pun menyalakan mesin mobilnya dan membelah jantung kota yang hiruk-pikuknya tak jua memudar hingga penghujung hari.

Hujan mengguyur tubuh Kota Bandung di kala mobil Langit telah meninggalkan pelantaran parkir kampus, seolah ia diperintahkan oleh Tuhan untuk memecahkan keheningan di antara Langit dan Sea. Walaupun terdapat lantunan lagu Perfect dari Ed Sheeran yang bergema, namun Sea menahan dirinya untuk ikut bernyanyi. Payah.

"Tadi dokternya bilang apa?" Akhirnya, Langit membuka suara setelah sepersekian menit hanya ada bunyi hujan dan dengung pendingin di dalam mobil.

"Nggak bilang apa-apa," jawab Sea sekenanya saja.

"Terus itu isinya apa?" tanya Langit lagi sembari sesekali melirik pada amplop putih yang berada di dalam genggaman Sea.

"Kepo banget, sih." Sea memasukkan amplop tersebut di dalam tas ransel yang ia gunakan, berjaga-jaga agar Langit tak merebutnya.

Langit mengembuskan napas pelan, Sea tak seperti biasanya. Mungkin dokter yang menanganinya membuat mood-nya menjadi tidak baik, ia berusaha untuk terus berpikir positif.

Mobil Langit berhenti tepat di depan lampu lalu lintas yang menjelma menjadi warna merah.

"Lang, aku mau ...," lirih Sea ketika mereka tiba di persimpangan.

Ia menatap Sea sejenak, lalu tersenyum tipis. "Mau apa? Martabak? Atau boba? Oh, atau mau makan nasi goreng di warung dekat rumah kamu?" tanya Langit bertubi-tubi.

"Aku mau ... kita putus."

Langit termangu, membutuhkan waktu beberapa sekon untuk mencerna perkataan Sea. Bahunya terasa begitu lesu, netranya menatap Sea lekat-lekat, seolah mencari sesuatu di dalam sana, namun yang tampak hanya kekosongan, hambar, dan sunyi.

Seketika ia tersadar ketika sorak-sorai klakson kendaraan di belakangnya kian berkicau, ternyata lampu lalu lintas pancarona itu telah berganti menjadi warna hijau. Langit lantas kembali menjalankan mobilnya dengan suasana hati yang tiba-tiba kacau.

Akhirnya, mereka tiba di persimpangan lagi. Langit menepikan mobilnya di depan kedai Pak Junaedi, siapa tahu dengan berada di kedai tersebut, mereka dapat menghindari perpisahan. Semoga.

"Kenapa mau putus?" tanya Langit setelah mobilnya terparkir sempurna dan kaca jendela tertutup rapat-rapat. Mungkin lebih baik menyelesaikan masalah mereka di dalam mobil saja, berjaga-jaga agar tak ada yang mendengar adu argumentasi mereka.

"Aku udah nggak cinta sama kamu," jawab Sea tanpa menatap Langit. Netra cokelat mudanya menatap keluar kaca jendela yang tak habis-habisnya diguyuri derai hujan.

Langit & LautWhere stories live. Discover now